9. waktu mengingat

9 1 0
                                    

Selamat membaca
.

.

.

Di akhir semester ini banyak siswa yang menyibukkan diri untuk menyelesaikan tugas kuliah. Dari tugas praktik hingga tugas teori. Tidak heran jika para cafe atau tempat yang biasa jadi tempat tongkrongan menjadi tempat nyaman untuk menugas bagi mahasiswa rela buka 24 jam.

Melihat itu, Aira mengingat begitu sibuknya ia saat akhir semester. Karena prinsip mahasiswa, kerjakan tugas kalau besok deadline. Tapi sepertinya hanya beberapa mahasiswa yang memiliki konsep seperti itu. Buktinya sahabat Aira tidak membangun prinsip itu. Seorang Raina akan mengerjakan tugas pada hari itu juga, jadi tidak menimbun banyak tugas. Walaupun Aira kadang menerapkan prinsip itu, sesekali ia juga mengikuti Raina untuk mengerjakan tugas bersama.

"Rai, aku jadi inget pas kamu bilang 'Ra, ayo nugas di fresh coffee'. Sambil bawa laptop sama revisian". Raina menatap mahasiswa yang sedang mengenakan earphone sambil mengetik  sesuatu di laptopnya. Dulu ia pernah diposisi seperti itu. Lalu tersenyum mengingatnya.

"Gue tuh perhatian sama lu, biar tugasnya ga numpuk di akhir". Aira sekarang mendapat sasarannya. Ia mendengus dan beralih menatap seorang perempuan yang tengah duduk sendiri di cafe itu. Tampaknya ia bukan seorang mahasiswa yang tengah mengerjakan tugas, karena terlihat perutnya yang membuncit.

"Iya, iya. Makasih loh ya". Sambil minum kopi, Aira tiba-tiba mengingat kejadian tadi pagi di kantor, tepatnya di ruang bosnya.

"Rei, aku mau cerita". Akhirnya kejadian tadi sudah diketahui oleh Raina dengan detail, kelebihan Aira untuk bercerita selalu tidak ada yang terlewatkan satu pun.

"What the. Terus nasib lu abis itu gimana. Mau jadi calon mantu bos lu ? Gila sih". Raina heboh sendiri setelah mendengar perihal ibu Julian yang datang ke kantor dan melihat drama pacar pura-pura anaknya. Bukan sahabat Aira namanya kalau tidak tau semua cerita sahabatnya.

"Gue juga bingung Rai. Masalahnya ini udah sama orang tua. Muka gue udah keranda tuh sama si orang tua". Pusing sendiri jika Aira memikirkan masalah ini. Ia sendiri yang mengiyakan ajakan tanpa melihat resikonya.

"Salahku sendiri ah, gue ga mau bantu". Rai menyerah dengan masalah sahabatnya kali ini. Muka sebal Aira sudah terpancar jelas sekarang.

"Lagian, mau mau aja disuruh bawa bekal. Kena sendiri kan lu". Aira merasa dipojokkan sekarang. Semua seperti salahnya. Padahal Aira sudah berusaha menolak.

"Terus nasib bekal lu gimana tadi ?". Ternyata perihal bekal yang ditutuo oleh Aira masih dipertanyakan.

"Gue ambil dan gue makan sendiri. Bodoamat sama tuh bos. Ga mau disuruh bawa bekal lagi gue". Akhirnya Aira kesal dan kembali meminum kopinya yang tinggal setengah.

Jam menunjukan pukul 10 malam. Dulu kalau masih mahasiswa, Aira dan Raina pulang ke rumah lebih dari jam 12 malam. Karena pikirnya jam 12 masih sore, dan Jogja masih begitu ramai. Untungnya rumah mereka di kota, jadi masih merasakan kermaian yang panjang.

Mereka bersiap untuk pulang. Tidak mau kerjaan mereka berantakan gara-gara kurang tidur dan berangkat telat. Kebetulan sekali saat mereka hendak keluar cafe, Aira melihat mobil yang ia kenali terparkir didepan cafe, dan tak lama perempuan yang tadi ia lihat juga tampak buru-buru masuk ke mobil itu. Aira mengernyitkan dahi penuh tanya. Ada urusan apa bosnya dengan wanita itu.

Sedangkan pria yang ada didalam mobil tampak kesal. Kenapa wanita itu selalu merepotkan. Minta jemput di cafe yang letaknya jauh dari apartemennya. Dan sialnya, kenapa ia melihat karyawannya juga keluar dari cafe itu. Sepertinya juga menyadari keberadaannnya. Kenapa harus Aira yang ia lihat, bukan Febian atau karyawan lain.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PERATURAN BARU (Posesif Boss)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang