8. Terbuang

17 2 0
                                    

Selamat membaca
.
.
.
Seluruh ruangan dirumah minimalis kini dipenuhi aroma masakan yang membuat siapa saja akan ngiler. Pagi-pagi sekali Aira sudah di dapur demi masak untuk bekalnya nanti. Niat hati ingin biasa saja, tapi nyatanya tidak bisa. Refa yang baru saja bangun tidur langsung menuju kedapur dengan kondisi yang masih acak-acakan. Sang ibu sepertinya sedang solat murotalan jika didengar dari kamarnya.

"Masak apa kak. Tumben pagi banget nyiapinnya". Tanya Refa sambil menuangkan air putih kegelas.

"Ayam kecap sama capcay doang". Aira menjawab sambil menumis brokoli kedalam wajan.

"Tumben banget masak gituan, biasanya aja cuman omelet". Refa jelas heran dengan perubahan menu bekal sang kakak. Pasalnya, dia juga otomatis membawa bekal yang sama. Bukannya senang tapi malah heran.

"Mau tidak, kalo engga mending masak sendiri". Telak Aira pada Refa.

"Ih mau lah, mayan kan punya kakak yang lagi baik hati". Aira memutar bola mata malas. Dipuji sang adik hanya saat ada maunya aja.

Sang ibu keluar dari kamar dan menimbrung dengan sang anak. Bertepatan dengan Aira menyelesaikan tumis capcaynya. Tidak pernah gagal jika masak seperti ini, kecuali jika disuruh membuat roti. Itu bukan keahlian Aira.

"Anak ibu lagi pada ngapain, ini lagi. Kenapa masih acak-acakan gini sih, mandi sana. Udah jam berapa ini, awas kalo telat lagi". Omel sang ibu pada Refa. Memang benar, Refa sering sekali telat. Tapi hanya telat saja yang terhitung perbuatan nakal Refa, selebihnya Refa termasuk siswa berprestasi.

"Sebentar lagi mandi ibuku yang cantik. Nunggu masakan kak Aira dulu baru mandi, hehe". Ucap Refa menampilkan cengiran.

Aira menuangkan capcay dan juga ayam kecap ke wadah Tupperware lalu menuangkan lagi ke piring. Refa pun langsung menyomot ayam menggunakan tangan kosong. Hal itu tak lepas dari pantauan sang kakak dengan mata melotot.

"Refa! Pake sendok bisa ga?!". Sang adik malah ketawa dan lari ke kamar mandi. Sang ibu hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum.

"Siapa sih temen kamu sampe masak sepagi gini. Tumben loh Ra". Sang ibu menatap dengan penuh tanya. Penasaran saja, siapa sih yang membuat anaknya sampai masak dipagi buta.

"Temen kantor doang buk, bukan siapa-siapa". Jelas Aira dengan tenang. Sang ibuk hanya mengangguk seolah tidak tau apa-apa.

........

Hari ini kantor cukup ramai, ada projek yang harus diselesaikan minggu ini. Projek yang membuat semua devisi harus kerja ekstra, mereka terlalu fokus didepan layar sampai lupa jam istirahat tinggal sepuluh menit lagi selesai.

"Kak, kalau bagian luar kukasih hiasan ini gimana ?" Tanya Aira pada Febian. Mereka tengah merancang set panggung dalam projek ini.

"Coba kalau hiasan ini ditaruh samping aja Ra, lebih kelihatan aksenya". Saran Febian, Aira menanggapi dengan anggukan. Jangan ragukan kemampuan Febian dalam penataan artistik. Jadi Aira langsung mengiyakan saran dari Febian.

Sudah berapa kali Aira bulak balik ke meja Febian untuk Konsul desain, dan sudah terhitung banyak komentar sampai dirinya merasa pasrah dengan berbagai komentar buruk dan baiknya.

"Kak, untuk..". Belum selesai Aira bicara, Febian sudah dulu memotong ucapannya.

"Kamu belum makan Ra, udah mau abis nih waktunya, dilanjut nanti aja". Aira menoleh kearah Febian, lalu melihat jam yang ada di handphonenya. Dan ternyata banyak panggilan tak terjawab dari bosnya, ya Tuhan Aira melupakan makhluk satu ini. Bagaimana kalau dia kena amuk.

"Terima kasih kak, aku permisi dulu".

Aira langsung bergegas menuju ruangan bosnya sambil menenteng bekalnya. Tanpa menghiraukan panggilan Febian yang sejak tadi kebingungan karna Aira tampak cemas.

PERATURAN BARU (Posesif Boss)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang