Bagian 3: Kencan

1.4K 150 6
                                    

"Dasar aplikasi bodoh."

Berdecak kesal, Kahi jadi kehilangan keinginan untuk mengakhiri hidupnya setelah bertukar banyak kata dengan MarsMellow.

Perempuan itu merasa sudah tidak terlalu sesak. Perasaan ingin meninggalkan dunia ini juga menjadi kian samar, namun bukan berarti hilang.

"Gila! Aku benar-benar akan mati jika terus berada di dalam kamar."

Kahi, yang memiliki hati sekuat baja, yang tidak pernah menyerah meskipun banyak orang akan bertaruh untuk kekalahannya. Akhirnya kembali bangkit, setelah sempat terpuruk sebelumnya.

Gadis itu memang selalu memiliki tekad sekuat gajah sejak masih kecil.

Dititipkan oleh keluarganya pada panti asuhan sejak berusia tujuh tahun, Kahi terbiasa untuk mengurus dirinya sendiri.

Bahkan ketika api membuat tubuhnya cacat, lalu keluarganya benar-benar pergi meninggalkannya, Kahi masih saja terus keras kepala dan memilih untuk hidup.

Lalu mengapa sekarang harus menyerah?

Haha. Itu tidak lucu.

Berbekal kupon dari aplikasi belanja online, Kahi yang memutuskan untuk melanjutkan hidup, akhirnya keluar juga dari bilik kamarnya.

Perempuan itu berencana ingin menikmati satu gelas greentea kesukaannya secara gratis.

"Kahi!"

Baru saja mendapatkan semangat hidup, lagi-lagi dunia mempermainkan nasibnya kembali.

Wirama, putra satu-satunya Bu Nanik, berlari tergesa-gesa menghampiri Kahi. Di sampingnya, turut serta pula istri cantik Wirama, Layla.

Mereka adalah definisi pasangan dari surga.

"Y-ya, Kak?"

Jarak usia Kahi dan Wirama adalah lima tahun, jadi wajar saja jika wanita itu memanggil Wirama sebagai kakak.

"Kamu sudah baikan, Kahi?" Layla, sosok lemah lembut dan berhati malaikat, bertanya dengan tulus. Matanya memancarkan kekhawatiran yang tidak dibuat-buat.

"S-sudah, Kak La."

"Syukurlah."

"Kamu mau ke mana? Ibu bilang, aku dan Layla harus menjagamu sampai kamu sembuh total."

"Eh, itu ... Tidak perlu. Aku hanya ingin jalan-jalan sebentar, kok."

"Biarkan Wira dan aku mengantarmu, Kahi. Kami akan cemas setengah mati kalau membiarkan kamu sendirian."

Sebenarnya Kahi tidak keberatan. Dia akan senang sekali jika bisa bersama orang lain ketimbang pergi sendirian, dan menjadi pusat perhatian.

Hanya saja, perasaan cintanya pada Wirama, membuat Kahi merasa rendah diri. Dia takut pada perasaan dengkinya sendiri akan kehadiran Layla.

Kahi tahu, sosok sempurna seperti Wirama memang sepatutnya berjodoh dengan perempuan surga seperti Layla. Hanya saja, ini juga bukan kehendak Kahi untuk merasakan cinta.

Oleh sebab itulah, Kahi selalu berusaha sekeras mungkin untuk menghindari keduanya. Dia tidak mau menjadi orang tidak tahu diri yang merasa iri pada manusia-manusia baik seperti Wirama dan Layla.

"Kahi ... Biar kami mengantarmu, ya." Sekali lagi Layla mencoba membujuk. Tapi Kahi jauh lebih keras kepala darinya.

"Anu, Kak La. Aku sedang ingin sendiri. Tapi ... Agar kalian tidak cemas, bagaimana kalau aku share live location saja? Supaya kalian tahu dimana aku."

Wirama dan Layla saling memandang. Mereka seperti bertukar telepati dan itu membuat hati Kahi menjadi semakin pahit.

"Baiklah. Tapi setiap lima belas menit sekali, aku akan mengirimkan pesan padamu. Kamu harus langsung membalasnya, ya."

Hello!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang