Bagian 5: Hei, Mars ...

1.4K 139 5
                                    

Apa dia benar-benar SadRiver? Kalau iya, apa itu juga berarti dia adalah Mars?

Pertanyaan seperti itu terus saja berputar berulang kali di dalam pikiran Kahi semenjak pria itu duduk di depannya.

Penampilannya terlihat normal, seperti manusia pada umumnya. Tidak nampak layaknya orang gila teknologi.

Oh tunggu dulu, memang seperti apa tampilan orang gila teknologi?

Dia yang bertanya, dia juga yang kebingungan. Semua ekspresi itu berkumpul menjadi satu hingga pria yang menyebut dirinya sendiri sebagai SadRiver itu tidak bisa menahan diri untuk tersenyum.

"Kamu terlihat sangat tidak yakin denganku."

"Hah?"

"Haha ... Kamu lucu sekali, Kahi."

"Ah ..."

Sepertinya benar. Kahi masih ragu, namun ada sedikit keyakinan di dalam hatinya jika pria tampan itu adalah Mars.

"Jadi ... Kamu SadRiver?"

"Iya."

"Itu ... Mmm ... Apa itu berarti kamu juga adalah Mars?"

Wajah tampan itu terlihat tenang. Senyum manis yang sedari tadi terpampang juga tak kunjung luntur jua.

Mau dikatakan apa juga, Kahi adalah perempuan normal. Ditatap seintens ini, tentu saja hatinya jadi berdebar.

Rasa takut karena dibuntuti atau diawasi seakan bisa lenyap dengan mudah hanya karena perlakuan manis yang pria itu berikan.

"Kalau bukan aku, memangnya siapa lagi?"

"Itu ..."

Pria itu, tidak menjawab iya secara gamblang. Dan itu membuat Kahi menjadi semakin kepikiran.

"Apa kamu tidak akan melepas topi dan maskermu, Kahi? Orang-orang mulai memperhatikan."

Pengalihan isu? Kahi menebak-nebak apakah pria ini sengaja mengubah topik perbincangan. Tapi jika benar, itu artinya dia berhasil.

Karena berkat pertanyaan itu, Kahi sekarang jadi tidak bisa fokus pada pemikirannya sendiri. Semua pandangan yang tertuju padanya, membuat gadis itu merasa risih dan mulai tidak nyaman.

Kedua tangannya bertaut di bawah meja. Kakinya gemetar ingin segera pergi, dan pandangan matanya acak melihat ke berbagai arah.

"Kamu tidak nyaman di sini, ya? Bagaimana kalau kita membeli greentea kesukaanmu di tempat lain, huh?"

"Eh?"

_ _ _ _ _

Aca sudah menahan rasa malu ini selama berhari-hari. Semenjak dia ditangkap basah sedang 'bermain panas' dengan Marcell, tidak sehari pun perempuan itu bisa tidur dengan tenang.

Pun sama halnya dengan Marcell. Pria itu menuju jurang kebangkrutan karena istrinya tidak lagi mau tinggal diam.

Istri Marcell menuntut cerai dan berencana menarik semua fasilitas yang pernah ia berikan pada sang suami. Termasuk jabatannya di kantor. Semua terjadi begitu cepat layaknya sebuah kedipan mata.

"Wuihhh! Mbak penghangat ranjang masih berani datang ke kantor, nih?"

Itu suara Mike. Dia, yang dulu juga pernah menghina Kahi, kini berganti arah menjadikan Aca sebagai sasarannya.

Bertemu dengan Mike di lorong kantor yang sepi seperti ini sudah pasti sebuah kesialan bagi Aca. Padahal perempuan itu berencana cepat membereskan segalanya lalu kembali pulang, tapi karena ada Mike, maka sudah pasti semuanya menjadi kacau.

Hello!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang