Bagian 11: Kabar Buruk

730 70 3
                                    

Kepala Kahi terasa seperti akan pecah. Wanita itu merasakan sakit di bagian belakang kepala hingga tidak bisa membuka mata dengan sempurna. Tapi Kahi masih bisa mengenali bahwa ruangan tempat dia berbaring bukanlah miliknya.

Kahi didera kepanikan begitu menyadari bahwa dia berada di tempat asing, alih-alih rumah sakit. Ingatan tentang pelecehan yang dilakukan oleh atasannya, membuat Kahi menjadi sangat ketakutan hingga tidak bisa berpikir dengan jernih.

Perempuan itu berusaha bangkit namun tertahan begitu merasakan sesuatu menempel di punggung tangannya.

"Infus?" Gumam Kahi lirih tak bertenaga saat mengetahui bahwa selang infus tengah menancap di tangannya.

"Sudah-"

"Ahhh!"

Belum selesai Mars menuntaskan suara, teriakan Kahi sudah lebih dulu meluncur. Itu membuat keduanya sama-sama terkejut.

"M-maaf, jika aku membuatmu terkejut, Kahi."

Nafas Kahi terasa sedikit longgar setelah mengetahui bahwa pria di hadapannya itu adalah Mars. Meskipun begitu, dadanya masih kembang kempis karena tekanan darah yang tiba-tiba naik akibat syok.

"Apa aku ada di rumahmu?" Tanya Kahi langsung pada intinya.

Kahi sedang tidak berada di kamar kosnya, tidak juga di rumah sakit atau klinik, maka satu-satunya kemungkinan adalah rumah Mars. Apalagi hal itu juga didukung oleh keberadaan Mars.

"Kamu cepat tanggap sekali, seperti biasanya." Jawab Mars seraya berjalan mendekat untuk meletakkan minuman di atas nakas, "mau minum dulu?"

Kahi menggeleng. Dia tidak menerima tawaran itu karena tidak bisa mempercayai Mars seratus persen. Kemungkinan bahwa ada obat yang dicampur dalam minuman itu pasti ada, jadi Kahi ingin berhati-hati.

Jika bertemu di luar ruangan dan di tempat ramai, Kahi masih bisa sedikit melonggarkan penjagaannya, tapi karena ini ada di dalam sebuah bangunan, dimana Kahi bahkan tidak tahu pintu keluarnya, tentu saja wanita itu menjadi sangat waspada.

"Kamu pingsan."

"Lalu kenapa tidak membawaku ke rumah sakit saja?"

"Aku tidak punya uang."

"Ha? Apa?"

Melihat wajah kebingungan Kahi, Mars jadi tidak bisa menahan tawanya lagi. Pria itu tertawa terpingkal-pingkal hingga pundaknya terlihat bergetar.

"Bercanda, Kahi, bercanda."

"Itu tidak lucu."

"Aku minta maaf," ucap Mars kembali masih dengan suara bergetar. Pria itu terlihat sangat menikmati raut kesal pada wajah Kahi.

"Jangan bercanda terus, dan katakan kenapa kamu membawaku ke rumahmu."

"Aku ingin mengurungmu untuk diriku sendiri."

Suasana yang awalnya ceria, mendadak jadi berubah mencekam begitu Mars mengubah intonasinya. Dari yang awalnya hangat, berubah menjadi dingin nan rendah. Tatapan mata Mars juga tidak lebih baik dari suaranya.

Pria itu kemudian duduk tepat di samping Kahi, dan membuat gadis itu bergerak mundur hingga sampai di pojokan ranjang.

"Aku kesal sekali saat harus melihatmu berinteraksi dengan pria lain." Ucap Mars seraya menjumput ujung rambut Kahi dan memainkannya dengan cara yang mengintimidasi.

Tatapan penuh obsesi Mars membuat Kahi ingin menangis, tapi gadis itu membeku di tempat.

Tuing!

Suara ponsel Mars membuat suasana mencekam itu hancur seketika.

Mata Mars yang sebelumnya terasa seperti predator, tiba-tiba saja melunak seperti seekor kelinci yang memohon kasih sayang. Lalu dengan santainya pria itu berkata, "bercandaaa ..." Sambil tertawa lebar dengan raut wajah bahagia.

Hello!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang