"Jelasin sekarang," Rana melihat keberadaan Tamara dan putranya sudah datang pun langsung mengatakan hal itu, kemudian wanita itu pun duduk disofa berhadapan dengan putrinya.
"Bun... Aku harus jelasin dari mana lagi, bun? Bunda kalo udah tau, aku harus jelasin gimana lagi?"
"Bunda tau kan, pasti? Kalo.. Areksa lupa ingatan?"
Rana diam sejenak mendengar ucapan dari putrinya itu, kemudian ia melirik kearah putrinya yang memasang wajah murung. Ia mengatakan, "cinta, perasaan, kasih sayang masih sama, seperti dulu, Ra?"
Otak matanya memutar. Seketika bingung mau bilang apa kepada ibundanya, jika jujur pastinya wanita itu akan mengadu kepada ayahnya. Hanya didalam pikiranya sama dengan pertanyaan sang bunda, apa masih semuanya?
Gadis itu menghelakan nafasnya perlahan, lalu hembuskan."Aku bingung harus kasih jawaban apa lagi, bun.."
"Apa.. Semuanya masih ada?" lirihnya.
Bima menggelengkan kepalanya dengan cepat, dan berjalan menuju sofa, kemudian duduk sambil mengatakan, "ngga. Lo ga cinta sama Areksa, Ra. Lo cuma kasihan, lo cintanya sama Sagara!"
Satu alis Rana terangkat sambil menoleh kearah putranya. Otaknya pun berpikir, apa mungkin jika cinta bisa secepat itu, jika iya, lebih bagus. Namun, jangan terlalu berharap.
"Emang secepat itu, Bim? Bunda rasa.. Tamara tulus sama Areksa, apa lagi Areksa juga tulus sama Tamara. Bukan karena kasihan, kamu ini ada-ada aja." ucap Rana.
"Ada-ada gimana bun? Emang itu faktanya. Emang si.. Kalo Areksa itu sekarang jadi kaya cowo yang tulus, apa lagi kan amensia jadi berubah cara pola pikirnya." jawab Bima serius.
Tamara memijat kepalanya, sungguh pusing memikirkan kisah cintanya sendiri. Ia menatap kearah Bima, "apa.. Ayah nantinya akan marah bun?"
Rana tersenyum tulus kepada putrinya. Ia tau, jika putrinya takut akan Lian memarahinya karena nantinya akan lebih dekat dengan Areksa—mantan kekasihnya. Wanita itu menggelengkan kepalanya, kemudian menjawab dengan nada lembutnya, "ngga sayang.. Semoga aja, ya? Bunda harap ga begitu."
Jauh dari sana, Sagara mendengar semuanya. Ia masih di depan pintu kamar Hawa. Ia nelihat dan juga mendengar semuanya, ia menundukkan kepalanya ketika mendengar ucapan ketiga orang itu.
"Cinta emang harus diperjuangkan, namun jika dipaksakan tidak ada ketulusan, mau pun cinta." Sagara hanya mampu bergumam. Ia tak mampu untuk mengatakan kepada gadis itu, gadis yang ia cintai.
Setelah mengatakan hal itu, Sagara menatap posisi samping Tamara dan tersenyum, "jika kamu ingin mendapatkannya, lakukan jangan dipaksa."
Hawa tidak tidur, ia melihat putranya yang masih berdiri di depan kamar. Wanita itu pun mendengar semuanya, hanya bisa tersenyum melihatnya.
Maafin Umma nak, umma tau kamu mencintai nak Tamara, namun.. Takdir berkata lain apa lagi cintanya. Tapi, umma pengen liat anak umma bahagia orang yang kamu cintai.
****
"Anak ayah, sini nak," pinta Lian melihat kedua putra berjalan menuju sofa, ia pun duduk bersama kedua anaknya itu.
Lian menatap sambil tersenyum kearah putrinya yang duduknya bersebelahan, namun disisi kanannya. Tamara melihat itu pun alis kirinya terangkat, "kenapa yah?"
"Bukannya jawaban kamu harus hari ini kan? Ini yang ayah tunggu-tunggu. Gimana, hm?" ucap Lian dengan penuh harapan.
Gadis itu mendengarnya pun berakhir memijat kepalanya sambil menggelengkan kepalanya."Yah... Aku ga bisa jawab sekarang,"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARA DUA SURGA { NASKAHAN }
Ficção Adolescente{DILARANG MEMBACA MENUNGGU END. BACA SEADANYA! FOLLOW AKUN INI DILARANG PLAGIAT KARYA PENULIS} Bagaimana jatuh cinta kepada seorang penulis? Ini menceritakan seorang penulis menceritakan kisah nyatanya, kisah ANTARA DUA SURGA. Kisah ANTARA DUA SURG...