“Imam Syafi'i pernah berkata, diantara musibah terbesar adalah kamu jatuh cinta akan orang itu tidak cinta padamu.”
-Sagara Adhiyaksa-
Kini sudah pukul 10:15 wib. Namun, sosok gadis yang mereka tunggu-tunggu tidak kunjung datang membuat khawatir karena sudah cukup lama menunggu. Apa lagi, tadi gadis bilang tak akan lama untuk pergi, tepatnya jam sepuluh akan datang, namun kini tak kunjung datang.
Lian khawatir putrinya berbohong datang, karena Areksa mempengaruhinya agar bersama pemuda itu, semoga saja tidak.
Gadis yang ditunggu-tunggu ini pun berjalan masi di depan rumahnya, menatap jarinya yang begitu istimewah apa lagi ada cincin warna putih dan ada huruf 'A' membuatnya tersenyum-senyum saat berhenti melangkah. Ini pertama kalinya, pertama kalinya gue dikasih cincin, apa lagi cincin yang dulunya pengen. Makasih, Sa. Gue bakalan jagain hal itu buat lo, pastinya ga bakalan lepas sampai kapan pun. Cinta gue sama lo pun sama, akan susah buat dilepas.
Gadis itu langsung berjalan dengan senyuman yang manis, untuk menghampiri kedua orangtuanya, pasti khawatir sekali padanya. Ketika ia sampai di depan pintu menjadi pusat perhatian kedua orangtuanya.
Rana dan juga Lian pun menghampirinya dengan wajahnya yang begitu marah padanya, membuat gadis itu terdiam menunduk kepalanya. "Kamu ke mana aja? Papah udah telfon berkali-kali kenapa ga diangkat!?" ketus Lian pada putrinya.
"Ma—maaf pah.. Tadi Tamara ga denger, dan dijalan tadi pancet, apa lagi make ojol. Maaf pah.. Bun.." jelas Tamara padanya.
"Kamu ini! Udah bunda bilang kemarin malem, jangan ke mana-mana! Malahan kyurusan ga jelas, untung saja nak Sagara belum kesini. Kalo kesini? Malu! Kamu bikin papah sama bunda malu, Tamara!" sentak Rana membuat mata gadis itu berkaca-kaca meskipun kepalanya menunduk.
"Maaf.." ucapnya seadanya. Ia tau ia salah, namun ia harus lakukan apa?
"Maaf, maaf, dan maaf. Kalo ini terjadi lagi untuk kedua kalinya di pernikahan kamu, bagaimana, Tamara! Apa lagi kalo bu kyai sampai tau dia pastinya syok melihat kamu seperti itu!" Lian mempertegaskan ucapannya itu pada putrinya.
Bima mendengar itu tak bisa tinggal diam, pemuda itu tadinya duduk menjadi risih dan tidak suka gadis itu dimarahi oleh kedua orangtuanya meskipun gadis itu salah.
Bima pun langsung menghampiri mereka, dan berjalan menuju samping gadis tersebut. Ia menatap kedua orangtuanya itu secara bergantian. "Bun, pah. Udah, malu nantinya kalo Sagara dateng sama bu kyai." tegurnya.
Lian menghelakan nafasnya kasar didengar oleh kedua anaknya itu. "Awas aja, Ra. Kalo kamu melakukan hal itu lagi, untuk kedua kalinya. Papah ga akan segan-segan untuk bikin Areksa jauhin kamu dan sebaliknya. Ingat kata-kata papah!" peringatan untuk putrinya.
"Papah maafin kamu. Tapi, jangan lakukan hal itu lagi. Meskipun kamu menerima ini dengan syarat, tapi punya batasan."
Rana mengangguk kepalanya. "Ini semua juga buat kebaikan kamu, Tamara. Putri satu-satunya, kita ga akan mungkin nyasarin kamu dengan jodohin kamu dengan sembarangan orang."
"Kita ingin satu hal. Kamu bahagia dengan pilihan bunda sama papah, itu aja udah bikin kita seneng, apa lagi nantinya kamu mencintainya."
Gadis itu memilih diam. Ia tak bisa berkata apapun ketika berkaitan dengan mencintai Sagara, hatinya tetap tidak berpaling. Bima melirik kearah gadis yang berada disampingnya, ia tau gadis itu bertemu dengan Areksa. Apa lagi menjadi sorotan matanya adalah cincin yang dipakai oleh adeknya itu.
A? Areksa. Pastinya. Batin Bima.
🍂
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARA DUA SURGA { NASKAHAN }
Novela Juvenil{DILARANG MEMBACA MENUNGGU END. BACA SEADANYA! FOLLOW AKUN INI DILARANG PLAGIAT KARYA PENULIS} Bagaimana jatuh cinta kepada seorang penulis? Ini menceritakan seorang penulis menceritakan kisah nyatanya, kisah ANTARA DUA SURGA. Kisah ANTARA DUA SURG...