Cukup sakit ternyata melihat orang yang kau sukai dekat dengan yang lain. Maksudnya dalam arti dekat bukan sebagai teman.
Sedari awal, memang aku hanya ditakdirkan untuk memperhatikan dan menatapnya dari jauh saja tanpa menumbuhkan rasa ingin memiliki. Seharusnya aku juga tidak merasa cemburu saat ia melempar senyum cantiknya itu kepada orang lain.
"Sialan." Sungguh, aku tak nyaman berada di ruangan ini. Rasa sumpek di dadaku membuat kakiku melangkah keluar dari aula villa begitu saja tanpa pikir panjang. Rasanya benar-benar sumpek, tidak enak.
Aku duduk di pelataran villa, tepat menghadap pemandangan kota dari atas perbukitan ini.
Cuaca yang semakin dingin karena langit yang mulai gelap kelak tak hilangkan rasa pengap di benakku. Entah apalagi yang harus ku lakukan untuk menghilangkannya.
Aku hanya bermain-main dengan ilalang yang ada disana. Membayangkan bagaimana jika aku kembali kesana dan menghentikan aksi romantis itu. Mungkin itu adalah aksi yang memalukan tapi sebanding dengan rada lega yang didapat nantinya.
Meski begitu aku tetap diam di tempatku. Menunggu seseorang di dalam sana sadar bahwa ada salah satu anggota yang tidak mengikuti perkumpulan.
Suara jentikan pemantik disusul dengan suara kretekan tembakau mulai menghiasi sunyi di sore ini. Walau setelah ini aku akan merasakan perasaan sumpek yang tak jelas seperti tadi lagi tetapi untuk sejenak, asap-asap dari kertas dan dedaunan yang ku bakar dan kuhisap dengan nikmat ini setidaknya membawa jauh perasaan itu menghilang ke langit yang mulai berubah malam.
Nikmat hangat yang memenuhi dadaku sejenak membuatku tenang meski pikiranku tetap berpijak pada perempuan itu.
"I wish I wasn't girl like you." Harapku pada bintang yang hanya setitik diantara gelapnya malam seperti tongok yang menempel pada kulit manusia.
Derap langkah kaki ku dengar dari arah belakang. Aku melirik sekilas dan ternyata hanya Asahi yang sedang bersiul ria sembari melihat-lihat keadaan sekitar.
"Ngapain Win?" Tanyanya setelah melihat seonggok manusia tengah duduk melamun di pinggir jurang.
"Ngangin."
"Ngangin kok berasep."
"Ya lo pikir aja gue ngapain."
"Buset, sensi amat neng. Bagi satu dong."
Aku berdecak malas sembari mengambil sebatang rokok dan pemantik untuk Asahi. Pemuda itu menghisapnya perlahan dan sekian detik kemudian mengebulkan asap ke udara.
"Ngapa ga di dalem? Bentar lagi si Daehwi bagi-bagi geprek noh."
"Nanti ke dalem, lagi pengen di luar dulu. Lagian ga enak juga kalo ngerokok di dalem ruangan."
"Tapi si Ryujin ngevape tuh di dalem."
"Ya beda lah asap rokok sama asap vape."
"Ohh gitu."
Deheman dariku mengakhiri perbincangan diantara kami berdua. Dari arah pintu utama, Daehwi menyuruh kami masuk ke dalam mengambil konsumsi bagian kami.
Aku mengambil sekotak ayam geprek ber-merk lalu mencari tempat duduk yang sekiranya nyaman dan Ryujin mengangkat tangan menyuruhku duduk di dekatnya.
"Yeu si bocil ngilang-ngilang bae lu." Katanya, sambil menyuap sejumput nasi dengan suwiran ayam dan cocolan sambal bawang.
Aku mulai makan tanpa menjawab pernyataan Ryujin. Tanpa ragu aku melahap makanan ini dengan lahap.
"Eh kamu ga baca doa dulu Win?"
Aku terbatuk seketika mendengar Karina tiba-tiba menegurku. Dengan sedikit terbatuk-batuk, aku menjawab, "Udah dalem hati." Sambil masih menahan batuk yang kini malah menggerogoti tenggorokanku dengan rasa gatal yang tak tertahankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Widya Untuk Karin
FanfictionAku tidak pernah menyalahkan semesta atas salahnya pertemuan kami. Semua yang ada disini hanya tentang aku dan dirinya yang ditakdirkan bertemu namun bukan untuk bersatu. Buku ini ditujukan untuk seseorang yang sudah menemani hingga hembus nafas ter...