26 Maret 2022

207 18 1
                                    

Aku pikir kemenangan yang ku dapat kemarin bisa menjadi awal yang baik untuk kedepannya. Tetapi ternyata tidak.

Aku memang selalu mendapat awal yang baik, tapi untuk masa selanjutnya? Aku bahkan tidak berani untuk bergerak sekalipun hanya untuk bertegur sapa.

Hari itu, mungkin awal dan akhir aku saling melempar dialog dengan Karina.

"Eh, kalian ngapain kesini???"

Aku meletakkan keranjang berisi buah-buahan yang ku dapat dari Bunda ku. Minju tersenyum sumringah melihatnya, matanya berbinar menatap buah-buahan itu.

Yujin datang dari arah belakang membawa nampan berisi makanan dari rumah sakit. Ia datang masih dengan seragam restoran tempat ia bekerja paruh waktu.

Aku duduk di kursi yang sudah disediakan. Aku tersenyum pada Minju dan Yujin yang nampak bahagia dijengukku.

"Gimana sekarang keadaannya Min? Keliatannya udah sehatan sekarang, keliatan seger banget soalnya."

Minju menoleh ke arahku, masih dengan matanya yang berbinar. Wajah polos itu membuatku ikut tersenyum bahagia juga.

"Kata dokter udah lumayan kok, cuman ya... Masih harus tetep di rumah sakit. Padahal udah kangen banget hunting penyetan di sekitar kampus tiap sore."

"Gitu tah.. Moga cepet sembuh deh, biar bisa jalan-jalan kita."

"Siap... Oh iya, rencananya juga gue sama Yujin mau muncak nanti ke Pangrango. Kamu ajak Winter sama yang lain juga Yang, biar seru kita jadi banyakan."

Yujin terkekeh seraya mencium jemari Minju yang masih terpasang infusan. "Aku janji kalau kamu udah sehat, kita lanjut muncak ke Pangrango bareng yang lain juga. Bareng pacarnya Winter juga sih kalo bisanya."

Mataku membelalak menatap Yujin yang tersenyum tengil. "Wih.. Winter punya pacar? Cewe apa cowo?"

Pertanyaan Minju membuatku agak tersinggung sedikit. Cewe atau cowo... Terlalu jelas gadis ini mempertanyakan seksualitasku yang setengah lurus setengah menyimpang.

Aku menggaruk pipi yang tak gatal, terkekeh basi untuk sedikit memecah keheningan yang terasa awkward. "Belum sih. Gabakal juga keknya jadi bawa diri ama si Ryujin ae."

"Yah... Padahal gue udah kepo sama cemceman lo. Pasti cantik, iya kan?"

Aduh. Bukan cantik lagi. Jelas aku tak dapat mendeskripsikan ciri Karina dengan detail, takut-takut Minju bisa menebaknya meski aku sudah memberitahu pacarnya.

Yujin pada akhirnya menengahi. Mengakhiri pertanyaan Minju yang mungkin setelah aku pergi akan dijawab olehnya.

"Makasih ya udah jengukin Minju."

Setelah berlama mengobrol, aku akhirnya pamit pulang karena hari yang sudah mulai sore.

Yujin mengantarku keluar rumah sakit. Kami berhenti di sekitar taman untuk sekedar mengucap kata perpisahan.

"Santai aja. Kalo ada kendala jangan ragu bilang kita-kita. Gausah sungkan."

"Iya siap.."

Yujin tersenyum padaku cukup lama sampai aku menepuk sikunya, menyadarkan lamunannya yang membuat ia tersenyum lama seperti orang gila.

"Dikira gila lo nanti."

"Ga.. Anu, gue beneran berterima kasih sama kalian. Lo tau sendiri kan, gue sama Minju udah gapunya siapa-siapa sekarang. Gue juga sejujurnya takut kehilangan yang ke sekian kalinya. Agak kepikiran tapi kalian selalu bikin gue optimis buat semangat kerja biar bisa sembuhin Minju."

Mendengar apa kata Yujin aku tentu paham akan situasinya. Tentu berat bagi Yujin ditinggal sang Simbah yang berpulang sejak Yujin awal lulus SMA. Berlanjut merantau ke Jawa Barat, Yujin berkuliah untuk melanjutkan amanah Simbah nya sekaligus hidup bersama dengan Minju yang mengalami nasib serupa dengannya. Keduanya saling mengisi kekosongan sebagai pasangan.

Dari Widya Untuk KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang