3. Ijin

13 2 0
                                    

Kala itu tepat jam setengah tujuh malam pintu rumahku diketuk. Kuangkat Sinar dari ranjang dan aku berjalan menuju pintu utama sambil menggendong Sinar. Menuruti kepercayaan orang tua jaman dulu kalau anak bayi nggak boleh di taruh sendirian kalau masih waktu magrib.

"Loh, baru pulang?" Kata ku pada remaja jangkung menggunakan seragam SMA yang sama sekali tidak rapi itu. Matahari namanya. Kenalin dia Matahari atau yang biasa aku panggil 'Mat' adik kandung dari mendiang suamiku.

Sejak sebelum Mas Rian meninggal, Matahari memang sudah tinggal bersama dengan kami. Bukan karena orang tua Mas Rian yang sudah tiada namun karena Matahari yang kelewat bandel dan cuma bisa nurut sama Mas Rian. Alhasil ibu Mas Rian menyerahkan tanggung jawab mendidik Matahari kepada kami, beliau sudah tidak sanggup katanya.

Pintu Rumah masih terbuka saat aku dan Matahari berjalan duduk di ruang tamu. Sengaja supaya udara bisa masuk ke dalam rumah.

"Capek banget gue, Mbak"

"Ngapain lagi sih. Berantem lagi ya  kamu?"

Cowok itu langsung melihatku cemberut, dia melepaskan sepatu dan melempar asal kemeja seragam yang tadi dia kenakan dan sekarang hanya menyisakan kaos putih yang tadi di jadikan rangkapan.

Plak! Kupukul kasar tangan nya yang hendak menyentuh Sinar, "cuci tangan dulu sana. Kamu dari luar."

"Ribet lu mbak ah" meski begitu Matahari tetap melakukan apa yang aku suruh, berlari terburu menuju kamar mandi di dalam.

"Kalau gede jangan kaya om kamu ya, Sin ya"

"MBAKK GUE DENGER YA LU NGOMONG APA!"

"Denger apa?"

"LU JELEKIN GUE DEPAN SINAR KAN? NGGAK USAH BOONG!"

Cowok itu sudah kembali ke ruang tamu dan merebut Sinar dari gendonganku.

"Yuk yuk yuk sama om ganteng"

"Dih"

"Dah dih dah dih, sirik aja lu. Udah sana lu pergi aja, sinar biar sama gue."

"Loh kok ngusir"

"Ya katanya lu mau pergi."

Matahari menciumi perut sinar hingga bayi 2 bulan itu kegelian dan tertawa terbahak diselingi dengan tawa ringan Matahari.

Seandainya Mas Rian di sini mungkin Matahari tidak akan selamat dari tatapan sengit nya karena membuat Sinar tertawa berlebihan.

Lihat Mas, Adik yang dulunya kamu jagain karena bandel sama nakal, siapa sangka dia berhasil jagain aku sama Sinar. Berkat dia, aku tidak perlu takut jika sinar kehilangan sosok ayah. Aku yakin Matahari akan mengusahakan itu untuk Sinar.

Mas, andai saja waktu bisa diulang, dan andai aku mampu membawamu kembali aku rela menukar apapun supaya kamu bisa kembali. Bersama aku dan anak kita. Sungguh betapa bahagianya keluarga kita. Hal sepele tapi nyatanya hal itu tidak bisa kita lakukan.

Aku kembali tersadar ketika ketukan di pintu rumah terdengar, sosok lelaki jangkung dengan kacamata bertengger di pangkal hidungnya itu tersenyum dari balik pintu.

"Ngapain kesini?"

Kataku spontan ketika melihat Bayu sudah berjalan masuk dengan sendirinya. Padahal diantara aku dan Matahari belum ada yang mempersilahkan untuk masuk.

"Mau ngajak nikah" balas nya spontan sambil duduk di single soffa di hadapanku. Aku membulatkan mata.

Matahari melirikku, "ape nih? Ape yang gua nggak tau"

"Lu udah tau belum si dia mantan gue?" Kataku meng ingat ingat apakah aku sudah menceritakan perihal Bayu kepada Matahari. Seingat ku sih sudah waktu sepulang dari pemakaman mas rian tempo hari.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Another of FarianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang