Terkait beberapa desain baru yang sedang diproduksi, Miyu dan Aaraz mengunjungi tempat produksi. Ingin melihat prosesnya hingga masuk ke quality control. Keduanya berkeliling pabrik pengolahan kayu, hingga perakitan bahan baku.
Miyu yang memang sudah terjun lama, menjelaskan satu per satu prosesnya ditemani pimpinan pabrik dan QA. Tidak peduli betapa panasnya tempat ini.
"Nah, setelah lolos quality control, barang-barang ini akan dikirim ke offline store atau beberapa pelanggan yang sudah melakukan pre order," pungkas Miyu ketika langkah mereka sudah memasuki bagian quality.
"Jika ditemukan reject atau bukan standar QC apa barang itu akan dikembalikan ke produksi?" tanya Aaraz sembari melihat kinerja para operator QC mengecek barang produksi.
"Ya, tentu saja, Pak. Biasanya mereka akan memperbaiki bagian yang ditandai reject. Tapi itu jarang, sih, nyaris nggak pernah."
Selama kurang lebih dua jam mereka baru keluar, dan terik matahari siang langsung menyambut keduanya. Ternyata di luar jauh lebih ekstrim udaranya dibandingkan di dalam.
Aaraz duduk di sebuah kursi menunggu Miyu yang tadi pamit pergi. Pamitnya sih sebentar, tapi realitanya lama. Aaraz sampai harus menghubunginya lantaran tak sabar ingin cepat pulang. Panggilannya dengan cepat terhubung, tapi bersamaan itu dia melihat Miyu berjalan tak jauh dari tempatnya duduk.
"Kenapa, Pak? Kangen ya, sama saya?" tanya Miyu iseng di ujung telepon.
Aaraz membuang napas mendengar ocehan asistennya itu. "Cepetan balik," ujarnya sebelum menutup panggilan. Matanya menyorot kesal Miyu yang tengah berlari-lari kecil menghampirinya.
"Kamu habis dari mana aja, sih?" tanya lelaki itu dengan wajah bete ketika Miyu sampai di depannya.
"Ini loh, Pak. Saya habis beli yang seger-seger," sahut wanita berambut pendek itu sambil membongkar isi kantong kecil yang dia bawa.
"Es krim stroberi lagi?" tanya Aaraz dengan dahi mengernyit. Ini untuk kesekian kalinya dia melihat Miyu membeli es krim dengan rasa yang tidak pernah berubah. Stroberi.
Kepala Miyu mengangguk-angguk lalu mengeluarkan belanjaan lainnya. "Kalau ini es krim pisang spesial buat Pak Aaraz," katanya seraya mendorong satu cup es krim ke dekat Aaraz.
Lelaki itu tidak langsung menerima dan malah menatap es krim itu selama beberapa saat.
"Kenapa kamu beli es krim rasa pisang buat saya?"
Miyu yang sudah mulai menikmati es krimnya tersenyum. "Karena Pak Aaraz sukanya es krim pisang, kan kalau saya kasih es krim stroberi nggak pernah mau."
Kening Aaraz makin berkerut dalam. "Kapan kamu kasih es krim stroberi ke saya?"
Pertanyaan itu membuat Miyu tertegun. Dia keceplosan. Selama Aaraz menjadi manajernya dia memang tidak pernah memberinya es krim. Yang dia maksud barusan itu ketika mereka bermain bersama jaman masih kecil.
Wanita berwajah oval itu nyengir. "Lupakan, Pak. Anggap aja saya ngigau. Udah makan aja es krimnya, atau mau saya suapin."
Aaraz langsung pasang wajah skeptis. "Nggak perlu."
Miyu hanya bisa mengulum senyum ketika Aaraz mulai menyantap es krim tersebut. Dia merasa dejavu dengan situasi ini. Cara Aaraz menikmati es krim sama seperti dulu. Dia akan mengemut sendok lama-lama lalu ....
"Dari mana kamu tahu kalau saya suka es krim rasa pisang?"
Miyu tergeragap, tiba-tiba Aaraz bertanya dan menoleh tepat ketika dia sedang memperhatikan lelaki itu. Buru-buru wanita itu menundukkan pandang.
"Nggak tau. Asal nebak aja tadi," sahut Miyu salah tingkah. Rasanya dia ingin menabok mulutnya sendiri yang tidak jujur.
"Saya suka es krim pisang sejak ayah dulu pertama kali memberi saya es krim," beritahu Aaraz tanpa diminta.
"Kalau saya suka es krim karena dulu seorang teman berbagi es krimnya sama saya. Dia tidak suka rasa stroberi. Dia bilang ibunya salah beli es krim," timpal Miyu, sambil mengingat pertama kalinya dia makan es krim pemberian Aaraz. Jika lelaki itu peka, dia pasti akan ingat momen itu.
"Wah, kamu dijadiin tempat pembuangan tuh."
"Enggak juga." Miyu menggeleng. "Saya menganggapnya sebagai wujud sayang dia ke saya karena pada waktu itu saya sama sekali belum pernah jajan es krim."
Netra cokelat Aaraz mengerjap pelan. Kepalanya meneleng menghadap Miyu yang kini begitu menikmati es krim stroberi itu sampai bibirnya belepotan. Aaraz merasa pernah berada di situasi seperti ini. Dia merasa wanita di sebelahnya itu mirip dengan Rara. Gadis cilik pemberani yang selalu menolongnya di masa sulit.
Tanpa sadar tangannya menarik sapu tangan dari kantong blazer, lalu menyeka sudut bibir Miyu yang belepotan es krim.
Terang saja tindakan Aaraz yang tiba-tiba itu membuat Miyu mematung. Tubuhnya menegang seketika, dan dadanya mendadak berdebar kencang.
***
"Double date?"
Aaraz heran dengan ide Salman yang tiba-tiba. Sejak siang, pria keturunan Turki itu menyambangi kantornya.
Aaraz tahu kedatangan pria itu cuma ingin merecoki Miyu. Sejak berkenalan waktu itu Salman tak pernah berhenti menanyakan tentang Miyu padanya.
"Lo mau ngedate sama siapa?" tanya Aaraz.
Sudah dua tahun temannya itu menjomlo. Dan selama itu pula Aaraz tidak pernah melihatnya menggandeng cewek. Salman itu pemilih. Susah membuatnya tertarik pada perempuan. Namun, anehnya ketika berkenalan dengan Miyu, dia agak beda.
"Gue mau ajak Miyu. Lo sama Carol, gue sama Miyu."
Sudah Aaraz duga. Tentu saja dia tidak akan setuju begitu saja.
"Kita nonton, makan malam, dan—"
"No, gue nggak mau," tolak Aaraz cepat. "Gue nggak pernah suka rela mengajak Carol ngedate. You know dia wanita pilihan nenek. Dan gue nggak mau dia salah paham."
"Oke, kalau begitu gue bakal ajak Miyu jalan, tanpa kalian," putus Salman, lalu berdiri membenarkan jasnya.
Seharusnya itu tidak masalah. Setahu Aaraz Miyu masih single dan Salman pria yang baik. Tapi kenapa mendengar Salman akan mengajak kencan Miyu perasaan Aaraz tak nyaman?
Pria bermata cokelat itu membiarkan Salman keluar dari ruangannya. Sementara dia kembali ke balik meja kerja. Namun, baru saja bokongnya menempel ke permukaan kursi, pintu ruangannya terbuka kembali.
Aaraz mendongak dan melihat Salman menyeringai. "Dia setuju. Sabtu malam gue bakal jalan sama dia," lapor Salman, lalu menutup pintu kembali dengan kencang.
"Sial," umpat Aaraz tanpa sadar. Dia mengempaskan punggung dan membuang napas kasar. "Kok Miyu mau sih diajak jalan sama cowok yang baru ditemuinya beberapa kali?" gumamnya tak habis mengerti.
Aaraz berdecak kencang. "Bukan urusan gue." Dia kembali fokus ke pekerjaan. Namun, baru beberapa menit mengetik sesuatu, pikirannya kembali tidak fokus.
Alih-alih mengerjakan apa yang tertunda, dia malah membayangkan bibir Miyu yang belepotan es krim stroberi. Lalu senyum kecilnya terbit tanpa diundang.
"Rasanya pasti manis," ucapnya seraya melengkungkan bibir ke atas. Namun sejurus kemudian senyum itu raib, dia mengacak rambut kesal. "Apa yang gue pikirin, sih?"
B E R S A M B U N G
KAMU SEDANG MEMBACA
Twenty Years (TERBIT E-book)
General FictionSetelah 20 tahun berpisah Miyura Nanda dipertemukan lagi dengan Aaraz Radhitya, teman masa kecil sekaligus cinta monyetnya yang tiba-tiba saja menghilang. Pertemuan itu mengejutkan Miyu lantaran Aaraz adalah manajer baru di tempatnya bekerja sekara...