9. Over Time (2)

978 108 13
                                    

Ela sudah lebih dulu pamit beberapa menit yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ela sudah lebih dulu pamit beberapa menit yang lalu. Staf-staf lain juga melakukan hal sama. Jam pulang sudah lewat lebih dari 30 menit, tapi Miyu masih berjibaku dengan setumpuk pekerjaan. Aaraz yang memintanya lembur malam ini karena besok ada evaluasi bersama direktur.

Miyu akan sangat senang jika lelaki itu mau menemani, tapi pada kenyataannya Aaraz sudah pulang lebih dulu.

"Loh? Kok belum pulang, Miy?"

Miyu mendongak dan menemukan Bowo yang sepertinya bersiap pulang.

"Oh, iya, nih. Lagi kejar deadline," sahut Miyu kembali menunduk, fokus dengan pekerjaan.

"Mau aku bantu nggak?" tanya Bowo menawarkan. Siapa tahu saja Miyu terenyuh lalu membuka hati untuknya.

Sebenarnya Bowo sendiri sudah mau balik, tapi ketika melewati workstation marketing dengan kondisi lampu yang masih terang benderang, langkahnya berbelok.

Tidak seperti orang lain. Biasanya orang hanya akan menyalakan lampu mejanya sendiri saat sedang over time, tapi Miyu tidak. Dia menyalakan semua lampu di kantornya.

"Nggak usah, Wo. Makasih. Ini bukan bidang lo. Mending lo pulang duluan aja. Ini sebentar lagi selesai, kok."

Bibir Bowo mencebik. Bukan hanya cintanya yang ditolak, kebaikannya pun sama. Dan lantaran tidak ingin mengganggu wanita itu, dia akhirnya pamitan.

Suasana kantor lengang. Lampu-lampu  workstation divisi lain sudah padam, hanya divisi marketing saja yang masih terang. Suara tuts yang ditekan terdengar nyaring karena suasana kantor sangat sepi. Tidak ada bunyi-bunyian mesin fotokopi yang bekerja mencetak lembaran kertas. Hanya ada hawa dingin air conditioner yang makin menusuk. Mungkin karena hari sudah beranjak gelap.

Miyu menengok jam digital di atas meja. Jarum pendek nyaris menunjuk angka delapan. Masih ada sisa sedikit pekerjaan yang harus dia selesaikan.

Dia merentangkan tangan, memijat tengkuk sebentar, lalu beranjak berdiri seraya meraih mug, dan berjalan keluar menuju pantri.

Di sana ada berbagai macam jenis kopi-kopian dan teh. Miyu memilih kopi setelah dua kali merefill mugnya dengan teh.

Ketika sedang mengaduk kopi, tiba-tiba lampu pantri mati. Detak jantung Miyu mendadak terhenti sesaat.

"Kok mati, sih?" Kepalanya celingukan memindai ruangan yang semuanya gelap. Dia tidak bisa melihat apa pun.

Dalam kondisi seperti ini biasanya Miyu akan mudah terserang panik. Namun, kali ini dia berusaha tenang. Tangannya bergerak merogoh saku celana mengambil ponsel. Beruntung dia tidak lupa membawa benda pipih itu ikut bersama.

Lampu senter ponsel menyala. Miyu bisa bernapas lega meskipun dadanya masih berdegup kencang. Dia berjalan pelan keluar pantri meninggalkan mug berisi seduhan kopi. Minatnya minum kopi untuk menghilangkan kantuk lenyap gara-gara mati lampu.

Twenty Years (TERBIT E-book) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang