—SEBAGIAN CERITA AKAN DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN—
Marva duduk berhadapan bersama ayah di meja makan, di depannya sudah tersedia banyak hidangan yang tersaji, sepertinya ayah menyuruh bibi membuat banyak makanan untuk sarapan mereka kali ini.
Karena biasanya bibi hanya menyiapkan beberapa lauk untuk Marva dan Yugi, itupun atas permintaan Marva sendiri. Dan kali ini, Yugi tidak ikut makan bersama, hanya berdiri di sampingnya untuk menemani.
Mata Marva fokus memperhatikan bibi yang masih menyiapkan beberapa makanan di atas meja.
Pikirnya, mau berapa banyak lagi lauk yang akan di taruh di atas meja, Marva bukan tipe orang yang bisa makan dengan banyak.
Sedangkan ayah, pandangan ayah tidak lepas dari Marva yang berada di seberangnya.
Ayah tersenyum lembut saat Marva tidak sengaja menatapnya.
"Marva bagaimana, kamu suka? Semua makanan di depan mu ini kesukaan mu, bukan?" Tanya ayah, Marva mengangguk sebagai jawaban.
"Tapi ayah, ini banyak sekali. Marva boleh kasih ke kak Asa?" Izin Marva, bicaranya masih takut-takut kepada ayah.
Dan jelas ia tidak bisa menghabiskan semua makanan ini, dan dari pada terbuang, mungkin Marva bisa memberikan sebagiannya pada tetangga cantik yang berada di sebelah rumahnya.
Alis ayah terangkat satu, melirik pada Yugi sekilas, sebelum kembali bertanya pada Marva.
"Kak Asa? Khasa maksud mu?" Dan sekali lagi Marva mengangguk untuk menjawab.
"Boleh, biar bibi nanti antar ke sana." Kata ayah, Marva tersenyum kecil mendengarnya.
"Bang Yugi juga duduk samping Marva, jangan berdiri terus." Kata Marva pada Yugi yang ada berdiri di sampingnya, sembari tangannya menepuk kursi kosong yang di sebelahnya.
Yugi menatap bosnya, untuk meminta persetujuan.
Ayah tampak enggan, tatapan matanya yang tajam menatap Yugi. Namun kepalanya tetap mengangguk menuruti putranya.
"Duduk Yugi, dan makan." Titah Ayah dingin.
Marva tersenyum pada Yugi yang mendudukkan diri di sampingnya, yang tentu di balas senyum tipis oleh Yugi.
Ketiganya memulai sarapan dengan tenang, tanpa ada kata yang keluar dari mulut mereka.
Karena Marva tau, ayah tidak suka obrolan di tengah makan. Berbeda dengan bunda yang selalu membuka obrolan di saat ia dan adik-adik berada di meja makan, entah untuk menanyakan tentang keseharian yang mereka jalani, atau aktivitas apa yang akan mereka lakukan nanti, selalu ada obrolan ringan yang membuat suasana hidup.
Marva tersenyum sangat tipis, melihat perbedaan ayah dan bunda saat di meja makan. membuat Marva merindukan suasana bersama adik-adik. Dulu, entah saat sarapan ataupun makan malam, selalu ramai karena gurauan dari mereka, tapi kini hanya sepi yang ia rasa bersama ayah.
Dan Marva tidak suka itu, Marva lebih suka mendengar obrolan di tengah makan. Bersama adik-adik yang menanggapi pertanyaan bunda dengan di selingi tawa dari mereka.
.
Jam setengah sepuluh, ayah pamit untuk kembali ke kota, karena urusannya di kantor pusat tidak bisa di tinggal terlalu lama.
Marva terpaksa mengantar ayah sampai depan rumah, dan setelah mobil ayah menjauh hingga tak terlihat di pandangannya, Marva membuang napas panjang.
Rasanya lega sekali, melihat ayah pergi dari rumah. Berpura-pura bersikap baik dan baik-baik saja di depan ayah ternyata cukup melelahkan baginya, karena aslinya Marva cukup tertekan akan hadirnya ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
(SUDAH TERBIT) Marva Dan Lukanya • NCT Dream
Fanfic(Sudah terbit di Firaz media publisher.) Kata Bunda, "kamu itu Abang, kamu harus bisa menjadi tameng untuk adik-adik mu, dan harus jadi yang lebih kuat." Tapi Bunda Abang nggak sekuat itu untuk bisa melindungi adik-adik. (26-10-2021 - 16-08-2023)