7

9.4K 1.2K 124
                                    

Vote dulu sebelum baca, yuk 💆🏽‍♀️

Balik lagi ke Wirga sama Nanjan mereka berdua udah nyampe di kamar kost Nanjan. Keduanya lagi saling ngeringin rambut satu sama lain pake anduk. Padahal bisa keringin sendiri-sendiri, tapi Wirga bilang lebih enak kalo saling bantuin. Posisi keduanya kini berhadapan, dengan tatapan yang saling terkunci.

"Wirga, kamu di Jakarta, sering minum-minum?"

"Lumayan."

"Terus kalo udah mabuk emang bakalan brutal sampai merkosa orang?"

Tangan Wirga yang tadinya sibuk bergerak ngeringin rambut Nanjan, langsung berenti gitu aja pas denger pertanyaan Nanjan. Pemuda itu ngehela nafas. "Merkosa, sih, gak, tapi emang biasanya gua kalo minum-minum bakal sekalian nyewa lonte. Jadi kalo pengen, langsung aja gitu. Gua minta maaf lagi, Jan, buat kejadian malam itu."

Nanjan kaget, tatapannya berubah sendu. "Jadi malam itu posisiku gak beda jauh dari lonte."

"Gak, gak!" Wirga menggeleng panik dan gak terima. "Gua gak bermaksud nyamain lu sama lonte, malam itu gua aja yang emang goblok. Gua mabuk dan malah gak tahan ngeliat lu."

"Kamu gay atau gimana, sih, Wir?"

Wirga terdiam. Dia jelas-jelas gak tau juga jawaban dari pertanyaan Nanjan barusan. Bahkan baru kepikiran, selama ini dia selalu main cewe, tapi kok tiba-tiba suka cowo? Sebenernya Wirga ini kenapa? Wirga terus-terusan terdiam. Keadaan terasa canggung, mereka sibuk sama pikiran masing-masing.
.

.

.

.

.

Gara-gara pertanyaan Nanjan, malam ini Wirga bertekad buat nyari tau tentang lgbt. Dia baca-baca dari google, sosial media, sampai nanya beberapa temennya yang emang mengakui diri bagian dari lgbt. Berjam-jam Wirga nyari tau, tapi rasanya dia masih belum bisa nerima kalo dia bagian dari lgbt juga. Akhirnya Wirga nelepon temen, Si Lando.

"Kemana aja lu baru nelepon gua sekarang?" Wirga belum sempet ngomong apa-apa, Lando udah nyerocos duluan di seberang sana.

"Sorry, gua gak terlalu main handphone di sini."

Lando terkekeh. "Kenapa? Gak ada jaringan, ya, di hutan?"

"Tolol, di sini ternyata gak sehutan yang gua pikirin." Wirga yang tadinya duduk, kini merebahkan diri ke kasur. Matanya sibuk menatap plafon kamar. "Gua lagi bingung, Lan."

"Kalo bingung, ya, pegangan."

"Serius, ini aneh banget. Gua suka sama salah satu cowo lokal sini."

Hening. Diam-diam Lando sebenernya kaget juga. "Yakin lu? Selama ini lu kan gak pernah menjurus ke sana."

"Makanya itu, gua bingung. Mana sama yang ini rasanya gua bener-bener jatuh cinta, dah, Lan. Gak main-main kaya sebelumnya."

"Ih, anjrit. Jangan-jangan tu cowo pake guna-guna buat mikat orang."

Wirga merinding. Dipikir-pikir bisa jadi, mengingat apa yang diomongin istri Om Tian pas awal-awal Wirga dateng, kayanya warga lokal emang masih kental sama gituan. "Masa iya, sih? Yang dipikat sesama jenis? Gua yakin tu cowo juga masih straight kali."

"Mungkin ilmu hitamnya nyasar."

Wirga ngehela nafas. Dia terus bercerita tentang Nanjan ke Lando. Hampir semua yang udah dia lakuin sama Nanjan diceritain ampe Wirga ketiduran sendiri. Sialnya, pas bangun pagi, jantung Wirga rasanya pen pindah ke lutut gara-gara Lando ada di depan matanya. Perasaan tadi malem masih teleponan, pagi ini udah muncul di hadapan Wirga.

Jejaka Lokal {BxB}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang