"Untuk apa kau membawaku ke pantai Blair?" matanya berulang kali mengerjap tak percaya sambil menatapku. "Ada tiga alasan mengapa aku membawamu ke pantai, yang pertama karena di sinilah pikiranmu akan terhindar dari segala gangguan jadi kamu dapat membantuku dalam memecahkan misteri surat botol itu, yang kedua karena sebentar lagi sunset, dan yang ketiga karena aku suka laut jadi kuharap kau sebagai sahabatku harus menyukainya juga," kataku sambil segera menariknya untuk duduk bersamaku diantara butiran-butiran pasir.
"Cih, alasanmu yang ketiga tak masuk akal," katanya sambil memukul pelan lenganku dan tertawa. "Diamlah, matahari sebentar lagi akan pulang ke rumahnya, kita akan melihatnya masuk rumah dalam hitungan ...... 5......, 4........., 3..........., 2.........., 1...........
"Selesai, Sang Raja Siangku sudah masuk rumah dan akan digantikan Dewi Malam, ayo keluarlah," aku tersenyum dan memainkan jariku di atas pasir. "Indah sekali, indah sekali! Dewi Malam keluarlah!" Chloe berteriak sambil berlari menuju tengah-tengah pantai. Aku pun tersenyum melihatnya, rupanya ia baru mengetahui keindahan ciptaan Tuhan yang satu ini. "Diamlah! Tingkahmu itu seperti orang gila! Suaramu itu pasti akan terdengar sampa Hawai atau mungkin Kuta," kataku sambil mengejarnya ke tengah pantai.
Tunggu, aku melihat cahaya itu lagi. Ya, aku melihatnya. Aku tak akan kehilangan cahaya itu lagi. Aku segera mengejar cahaya itu. Tanganku bergerak ke sana kemari untuk menggapainya. Namun selalu meleset. Kuayunkan jemariku sekuat tenaga. Namun, cahaya itu semakin jauh saat aku mendekat. "Coba kau pikir kembali, yang mana yang lebih gila, berteriak karena bahagia atau menari-nari di tengah lautan?" Chloe tertawa sepuasnya. Namun aku tak memperdulikanna lagi. Saat ini mataku tertuju pada cahaya kelap-kelip lembut bak bunga edelweiss itu. "Tunggu, Blair, cukup! Hentikan kakimu! Kau akan tenggelam!"
Aku mendengar Chloe berteriak memanggil namaku, tapi kakiku seakan terhipnotis untuk berjalan mengikuti cahaya itu. Aku terus berjalan dan berjalan. Tanpa terasa tubuhku terasa enteng sekarang. Seperti tak menapak. Seharusnya aku melanjutkan jalanku dan aku tak akan berhenti jika Chloe sekarang tak memeluk perutku dan menyeretku hingga pesisir pantai. "Kau gila! Kau ini sudah tenggelam tadi, bahkan rambutmu saja sudah tak kelihatan, kau masih saja melanjutkan tarianmu itu" Chloe marah. Aku tahu ia sedang marah saat ini. Matanya memerah. Tubuhnya pun basah kuyup. "apa yang terjadi," kataku lunglai. Aku benar-benar tak mengerti. Mengapa keadaan menjadi seperti ini. Apalagi hari semakin malam.
"Apa yang kau sembunyikan, Blair?"
"Aku tak menyembunyikan apapun Chloe, sungguh!"
"Jangan bohong! Aku ini sahabatmu,"
"Aku tak bohong sungguh, aku........."
"Apa ini!"
Sungguh, aku semakin tak mengerti apa yang terjadi. Aku-memegang-botol.Yeah, rupanya itu maksud perkataan Chloe 'Apa yang kau sembunyikan, Blair?'. Namun sungguh, aku tak pernah memegang botol ini sebelumnya, ataupun menemukannya di dasar laut seperti yang terjadi tadi siang.
"Chloe sungguh, aku tak mengerti apapun tentang ini, aku benar-benar tidak tahu jika aku sedang memegang botol, ataupun menemukan botol ini, lagipula....."
"Lihat! ada kertas di dalam botol ini," Chloe memotong pembicaraanku.
"Apa isinya?" kataku penasaran.
"Tak ada, tak ada tulisan apapun di sini," kata Chloe sambil meraba dan menerawang tulisan itu dalam kegelapan.
Seketika, aku teringat sesuatu. Segera kucelupkan kertas itu ke dalam air laut, lalu kuangkat lagi. Kutiup sebentar, agar kadar air berkurang, lalu kubalik. Benar, ada tulisan di sana. Tulisan yang indah, berwarna biru terang. Menjadikan suasana Glow in The Dark
'Aku Mengagumimu, Blair' itulah tulisan di sana. Aku mengerutkan keningku bersamaan dengan tawa halilintar yang berasal dari sebelahku, Chloe.
"Akhirnya Blair, kau menemukan cinta sejatimu, Aih romantis sekali dia, sampai-sampai menyembunyikan tulisannya dan membuatnya Glow in The Dark," Godanya sambil terus menyenggol bahuku dengan bahunya. Tanpa kusadari, panas menjalari seluruh tubuhku, dan mungkin pipiku sudah semerah tomat sekarang. "Sudah terpecahkan misterinya Ratu Laut, sekarang izinkan saya pulang ke asrama dan menikmati kasur yang empuk," katanya sambil terus menyunggingkan senyum jailnya kepadaku. Cara bicaranya pun dibuat-buat laksana pengawal kerajaan yang sudah berhasil menyelesaikan perintah tuannya. Cih, aku tak pernah bermimpi memiliki teman sepertinya.
"Tidak semudah itu Panglima, bagaimana dengan misteri kata 'Biru' dari kertas yang sebelumnya?" Tanyaku menantangnya. Sejujurnya aku memang masih belum yakin sepenuhnya masalah terpecahkannya misteri itu.
"Heh, Ratu laut, tak pernahkah kau berkaca di depan cermin bahwa matamu itu sebiru laut? Mungkin saja itu pujian darinya yang menyatakan bahwa ia mengagumi matamu yang sebiru laut," Katanya mengerjap centil. "Berarti, Ia hanya mengagumi mataku, bukan diriku," bantahku tak mau kalah. Kami memang sering seperti ini sejak dulu. Beradu argumen, sampai tidak ada satupun yang menang.
"Mengagumi matamu, berarti juga mencintai dirimu sepenuhnya Ratu Laut," katanya tersenyum sambil menepuk bokong belakang poneyku. Tanpa kusadari, Chloe sudah siap pulang sedari tadi. "Sekarang, biar aku yang menunggang. Kau sedang berbahagia kali ini, dan kau pantas mendapat duduk manis di belakang sambil mengucapkan sampai jumpa kepada kekasihmu yang entah di mana asalnya, ataupun di mana ia berada," Chloe menyunggingkan senyum termanisnya, kubalas dengan balasan yang setimpal. Chloeart memang sahabat terbaikku di dunia.
Blair POV End
Author Note :
Ini belum bagian klimaksnya ya, sabar nunggunya... sebetulnya part ini penting juga buat kelanjutan cerita di bab selanjutnya. Maaf kalo banyak typo ya, semoga memuaskan, jangan lupa like, vote, and comment!
KAMU SEDANG MEMBACA
A.T.L.A.N.T.I.C
FantasyApakah kau suka laut? -aku suka Kau percaya mitos segitiga bermuda? -mungkin Percayalah kau akan menyesalinya. Karena kenyataannya, tak sesederhana itu. -RaRa-