14 Tahun Kemudian...
Suara derap kaki menggema di setiap lorong gedung itu. Anak lucu itu, yang dahulu pipinya sering memerah jika menahan tangis, pipinya yang gembul itu, serta mata biru bulat dihiasi bulu mata lentiknya itu, yang sering hanyut dalam khayalan-khayalan tak masuk akalnya, dan dikenal dengan julukan Ratu Laut karena kecintaannya terhadap pantai, dan obsesinya untuk memecahkan misteri-misteri alam, sekarang telah menjelma menjadi gadis cantik dengan wajah istimewa keturunan Rusia-Prancis yang sukses dan bekerja di Badan Penyelidikan Geologi Amerika Serikat dan sudah mendapat gelar S2 Master Of Science (MSC).
"Blair, bagaimana perkembangan masalah Segitiga Bermuda di Samudra Atlantik?" Tanya seorang atasan, sekaligus kekasih Blair yang bernama Edwards Sollegarf. "Yeah, masalah itu sudah kusuruh salah satu rekanku untuk menyelidikinya," kata Blair sambil sibuk mengatur berkas-berkas. "Blair, apa yang kamu lakukan? Itu tugasmu. Mengapa malah kau berikan pada orang lain? Di mana letak tanggung jawabmu!" teriak Edwards sambil menggebrak meja. Blair memegang kepala dengan kedua tangannya seakan menjabak rambut lurus blondenya itu. "Blair maafkan aku," kata Edwards seakan mengatur emosinya. "Ada apa denganmu? Ada masalah? Ceritakan semuanya padaku," suaranya yang tadi penuh emosi sekarang kembali melembut. Sambil memegang tangan Blair, mata teduhnya seakan menandakan bahwa ia akan selalu menunggu hingga Blair meceritakan masalahnya.
"A..a..aku," kata Blair sambil membenarkan posisinya. Tanpa sadar, butir air mata bening itu telah jatuh dari pelupuk matanya. "Aku merindukan keluargku Wards, Aku ingin pulang. seberapa lama pun itu, sehari juga tak apa," katanya sambil terisak. Edwards melepas genggaman tangannya sambil tersenyum, lalu mengapus air mata Blair dan berkata, "Pulanglah Blair, pulanglah. Lepaskanlah rindumu itu pada keluargamu. Aku memberi waktu 1 minggu untukmu, lupakan pekerjaan, bersihkan otakmu dari segala penelitian," kata Edwards sambil menganggukan kepalanya dan tersenyum. "Terimakasih, aku menyayangimu," kata Blair sambil segera berlari ke dalam pelukannya. "Aku lebih menyayangimu," bisik Edwards.
***
Berangkat dari bandara Hartsfield-Jackson Atlanta International, yang merupakan bandara tersibuk di Amerika Serikat. Blair dengan langkah lebar dan tersenyum sambil membawa kopernya. Jantungnya dari tadi berdegup cepat karena tak sabar ingin bertemu orang tuanya. Ia sengaja belum memberikan kabar bahwa ia akan pulang ke tanah kelahirannya, karena ingin memberikan surprise.
American Airlines Boeing 777 yang dinaiki Blair lepas landas pukul 07.15. Perasaan senang Blair tak terbendung lagi. Seakan baru melepaskan semua dosanya senyum Blair tak pernah berhenti merekah. "Mom, Dad, I'm back... I'm back...,"
Perjalanan yang ditempuh sekitar 7 jam perjalanan itu tidak membuat Blair bosan. Blair sudah membawa berbagai alat pengganti gadgetnya saat di perjalanan dan tentunya membawa dampak positif bagi Blair. Sambil membaca koran yang kemarin ia temukan di kantornya.
Blair POV
Samudra Atlantik, segitiga Bermuda. Entah mengapa akhir-akhir ini aku selalu disibukkan oleh hal itu. Dulu aku memang senang mencari tahu akan hal itu, namun sekarang, aku lelah. Mungkin aku memang butuh meng-istirahatkan otakku.
Aku kembali teringat peristiwa 14 tahun lalu, tentang bagaimana aku mendapat pesan botol rahasia dari pengagumku. Aku percaya saat itu. Namun saat ini, aku kembali ragu. Yang benar saja, jika dia penggemar rahasiaku, bagaimana dia bisa melihatku, dan segala aktivitasku di pantai, hingga ia dapat mengirim surat botol itu tanpa salah kirim. Bisa saja ia mempertimbangkan bahwa apa yang harus ia lakukan jika ternyata bukan aku penerima surat botol itu.
Kecuali, jika ia memang bukan orang biasa.
Yah, maksudku, ia memang benar-benar memiliki penglihatan seorang Dewa, atau seorang Pangeran Duyung yang setiap saat mengamati aktivitas seorang manusia yang dicintainya di daratan. Yeah, lebih mirip cerita Ariel. Entahlah, tapi aku tak percaya dongeng. Bahkan hantu pun aku tidak percaya. Maksudku, lebih baik memikirkan hal lain daripada hal-hal semacam itu.
Ya, lebih baik aku menikmati pemandangan dari jendela ini. Birunya laut bisa membuat hatiku tenang. Beberapa menit kemudian, terdengar seorang pramugari yang berkata, "Our plane plow!"
"What? You kidding? You think we 'll be fine ? can you make sure the hijackers brought us to a safer place ?" aku benar-benar tak percaya. Pesawat ini dibajak.
"Sorry, I can't,"
"What? you are a flight attendant. should know what to do! So stupid you're! where we are now?
"Atlantic Ocean,"
Aku membeku di tempat. Tak dapat bicara apapun. Pramugari itu pun begitu. Aku tak peduli, walaupun aku tahu ini Amerika, yang segalanya terjamin aman, Negara dengan segala kekuasaan yang paling berpengaruh, hanya satu-satunya Negara yang berani melawan Korea Utara, Negara yang berani menjatuhkan bom atom pertama kali dan ter-dahsyat di Jepang. Semua itu tak berarti, karena saat ini, aku akan melewati segitiga Bermuda.
"Everyone, please use seat belts," pramugari itu berteriak di seluruh ruangan pesawat. Saat ada penumpang yang bertanya apa keadaan akan baik-baik saja, wajahnya tampak tenang dan mengisyaratkan bahwa tidak terjadi apapun. Aku benci ini. Mengapa ia tidak jelaskan saja bahwa bencana besar akan terjadi.
Saat dia ada di sampingku, kulepas sabuk pengamanku, segera kutarik lengannya dan berteriak, "Anda seorang pramugari, bukan?"
Ia mengangguk ketakutan.
"Anda punya ijazah kelulusannya, bukan?"
Ia mengangguk lagi pelan.
"Anda tidak hanya modal tampang saja dalam berkarier, bukan?
Tubuhnya semakin bergetar, dan dengan mimik ketakutan ia mengangguk.
"Kalau begitu bicaralah dengan jujur!"
Aku berteriak sambil menamparnya.
Seketika itu juga, pesawat berguncang kencang. Pramugari itu sudah tak sanggup menjawabnya karena Ia sudah terlempar ke belakang akibat gravitasi tak menentu. Begitu pula denganku. Dengan sekuat tenaga, kupegang erat ujung kursiku. Tapi aku tak sanggup, telingaku sakit. Sangat sakit. Aku tak bisa mendengar apapun lagi, namun masih bisa melihat. Orang orang berteriak menyebut Tuhan mereka masing-masing. Semua diantara mereka memegang kuping mereka yang berdarah. Orang tua memeluk anaknya. Sang anak memeluk orang tua. Entahlah, apa aku masih diberikan kesempatan untuk memeluk orang tuaku.
27.000 Ft
Telingaku semakin sakit. Aku sudah mengeluarkan banyak darah dari telingaku.
23.000 Ft
Aku berdoa untuk keluargaku, teman-temanku, dan kekasihku.
16.000 Ft
Aku terlempar entah kemana. Masih di dalam pesawat, tapi posisiku sudah tak karuan. Kepalaku terbentur dinding pesawat dan saat ini rambutku berkibar seakan mau copot dari wajahku. Anginnya kencang sekali.
0 Ft
Seketika, semuanya menjadi gelap.
Blair POV End

KAMU SEDANG MEMBACA
A.T.L.A.N.T.I.C
ФэнтезиApakah kau suka laut? -aku suka Kau percaya mitos segitiga bermuda? -mungkin Percayalah kau akan menyesalinya. Karena kenyataannya, tak sesederhana itu. -RaRa-