BAB 7

575 38 0
                                    

"D...di.mana aku?" Tiba-tiba mataku terbuka. Entah apa yang terjadi namun sepertinya aku baru saja bangun dari tidurku. Dan kulihat pemandangan yang sangat asing. Aku berada di sebuah tempat yang atasnya tertutup dengan batuan melengkung. Dinding sampingnya juga terstruktur dari batu. Ah, aku tahu. Aku ada di gua. Lebih tepatnya gua di bawah laut.

"Akhirnya kau bangun juga, aku sudah khawatir denganmu," kata Emma.

"Ya, kau pingsan cukup lama. Sudah 3 hari. Tapi aku bisa memakluminya. Aku tahu kau pasti kaget sekali mengetahui semua hal yang tidak masuk akal ini. Tentang spelhun, atlantik, bernapas di air, dan sebagainya," Syhara tersenyum dan membantuku duduk. Setelah itu Ia memberikanku sehelai daun yang berwarna kuning.

"Apa ini?" Aku mengambilnya dengan penasaran. "Itu yang membuatmu tetap bernapas di dalam air," Elle tiba-tiba datang dan duduk di sampingku. Ia mengangguk seakan meyakiniku untuk memakan daun itu segera. Awalnya aku ragu, namun aku percaya, bahwa mereka baik. Mereka tidak akan membunuhku dengan daun ini.

Aku lalu memakannya. Kupikir akan sulit karena daun itu nampaknya lumayan elastis. Bahkan di sobek saja sulit. Namun, perkiraanku salah. Daun itu meleleh begitu saja begitu sampai ke mulutku. Tumpah ruahlah rasa manis-asam di mulutku. Aku mengerjap sejenak, menghisap rasa asam yang lebih dominan.

"Efeknya 3 hari, makannya aku takut sekali waktu kau belum bangun-bangun dari pingsanmu. Kan tak mungkin jika aku memaksa memasukkan daun ini ke mulutmu karena kau masih pingsan, tapi untungnya sekarang kau sudah bangun," Syhara tersenyum.

"Terimakasih," kataku membalas senyumnya.
"Blair!" Panggil paul tiba-tiba dari ujung lubang gua. "Kalungmu!," teriak Paul lagi. Aku bingung apa maksudnya. Lalu Paul berenang mendekat. "Ini gawat! Mereka mencarimu,"

"Mereka siapa?" Tanyaku bingung.
"Spelhun asli Blair,"
"Untuk apa mereka mencariku?"
"Mengambil kalungmu. Mereka sudah mengincarnya sejak lama. Tidak tahukah kau?"
"Astaga, apa yang akan kulakukan?"

"Kita harus membawa Blair pergi dari tempat ini Paul," kata Jack yang tiba-tiba datang dari belakang. "Ya, benar mereka sudah tahu tempat persembunyian kita," Elle panik. Aku hanya bisa mengerutkan dahi tanda aku tak mengerti apa yang mereka katakan. "Tak perlu banyak tanya Blair, nanti saja kujelaskan,"

"Jack, bantu aku membereskan semua barang-barang yang di perlukan. Ambil bahan-bahan racikan obat, dan juga alat-alat lainnya. Termasuk senjata untuk berjaga-jaga. Untuk bahan obat seperti daun dan yang lain-lain tidak perlu dibawa. Kita akan banyak menemukannya di perjalanan nanti,"

Aku tersenyum mendengar Paul berkata 'perjalanan'. Aku berasa seperti di daratan. Tanpa sadar aku melihat Paul melakukan semuanya dengan baik. Mulai dari mengatur barang-barang yang harus dibawa, sampai mimiknya yang panik tak karuan. Mengapa ia begitu khawatir denganku? Bahkan dari awal aku bertemu dengannya, ia sudah menyelamatkanku. Padahal aku baru mengenalnya. Aku tersenyum sendiri melihat wajahnya. Ia tampan. Pipiku memerah seketika. Tanpa sadar aku melupakan Edwards.

"Paul, aku mau ikut," kata Syhara.
"Aku juga,"
"Ya... aku juga,"
"Oke, cepatlah bersiap! Kita akan pergi sebentar lagi," kata Jack menyetujui.
"Jack, jangan bicara melulu! Mana tombakmu, jangan bawa mata panah, itu sudah bagianku yang membawa, cukup satu saja setiap macam," Paul mengeluarkan mata panah itu.
"Apa yang kau lakukan Paul? Membawa 2 kan tak apa, aku akan membawa mata panah, dan juga membawa tombak," Jack mengelak.
"Berat bodoh! Perjalanan kita akan memakan waktu yang semakin lama jika kau keberatan,"
"Sudah.. sudaah... sampai kapan kalian bertengkar terus seperti ini!" Elle bergabug melerai mereka.
"Kalian ini bagaimana sih.... aku sudah menunggu~"

"CUKUP!"
Aku berteriak. Ya, aku teriak teman. Hebat kan aku, hanya dengan satu kata teriakan itu, mereka berhenti bertengkar. Dan mereka semua menatapku satu persatu. Saling pandang dan bingung. Aku tersenyum melihatnya. Dengan segera, aku berlari dan memeluk mereka, sambil berbisik, "Kalian sudah melakukan yang terbaik untukku, terimakasih. Jangan bertengkar lagi, semuanya akan lebih lancar jika kita merapikan semuanya bersama-sama. Terimakasih sahabatku,"

***

Kami berangkat. Walaupun aku tak tahu aku akan kemana. Tapi aku percaya mereka akan mengantarku ke tempat yang aman. Setelah berdadah ria dan mengucapkan terimakasih dengan teman-temanku lainnya dari Spelhun palsu di gua, aku pergi bersama kelima temanku, Paul, Syhara, Jack, Emma, dan Elle.

"Kemana kita akan pergi Paul?" Tanya Emma.
"Sebelumnya aku akan mengajak Blair ke Shora, aku ingin membuatkan ekor duyung untuknya,"
"Apa?" Cegatku tak percaya. "Mengapa harus pakai ekor duyung? Bahkan kalianpun berenang menggunakan kaki biasa. Kan hanya spelhun asli yang bersisik dan menggunakan ekor,"

Syhara tersenyum, setelah itu ia mengucapkan kata 'Tailshushu, Swimshushu," dan sekerika itu juga kakinya berubah menjadi ekor indah bersisik lembut berwarna pink soft.

'Tailshushu, Swimshushu,"
'Tailshushu, Swimshushu,"
'Tailshushu, Swimshushu,"
'Tailshushu, Swimshushu,"
mereka bersahut-sahutan mengucapkan kata-kata itu. Tiba-tiba, merek semua berubah menjadi duyung-duyung dengan ekor indah di setiap ujung tubuhnya. Aku hanya bisa mangap-mangap tak jelas saking kagetnya.

Blair POV End

***

Edwards POV

"Apa kau bilang? Ini sudah hampir seminggu pesawat American Airlines Boeing 777 hilang kontak! Kekasih saya ada di sana! Kapan akan ditemukan? Ha? KAPANN?? Nyawa 170 penumpang ada di tangan anda! Ini pesawat jenis Boeing, menggunakan mesin jet, tapi kenapa bisa-bisanya kecelakaan? Sudah kubilang berkali-kali pilot anda bodoh~"

"Maaf pak pihak kami akan segera melakukan pencarian yang lebih ketat lagi di seluruh perairan Atlantik. Kami minta maaf atas kelalaian lembaga penerbangan kami. Kami akan berusaha~"

"Bullshit!"

PRAKK!! Aku menutup teleponnya dengan kasar. Bagaimana aku tidak marah.. kekasihku, bahkan aku sudah membelikannya cincin untuk pertunangan kita tanggal 23 Agustus nanti. Tapi aku tak menyangka, akan terjadi musibah seperti ini. Orang tua Blair sudah bertemu denganku tadi. Perih sekali melihat mereka menangis seperti itu. Bisa kau bayangkan perasaan mereka yang digantungkan hampir seminggu ini, akan berita-berita tidak pasti mengenai tragedi pesawat yang ditumpangi putri semata wayangnya.

"Arrgghh!" Aku menjambak rambutku kasar. Sudah 6 hari... 6 hari... walaupun masih hidup pun aku tidak yakin Blair bertahan bernapas di dalam air selama itu. 1 jam saja tidak mungkin. 'Tidak ada harapan lagi...' pikirku.

A.T.L.A.N.T.I.CTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang