Happy Reading!!
Seperti yang sudah ayah katakan sebelumnya bahwa hari ini Biru mendapatkan les tambahan, Biru sudah mengatur jadwalnya agar tidak pulang terlalu larut malam ini. Dan agar dia masih ada sedikit waktu untuk belajar di rumah setelahnya.
Sekarang Biru tengah duduk di bangku kelasnya, tepat di sudut ruangan. Biru termasuk murid pendiam di sekolah, tidak punya banyak teman. Bukan karena tidak ada yang ingin berteman dengannya, Tapi Biru yang menghindar.
Walau hidup dengan lebih dari kata cukup, atau bahkan benar-benar cukup. Nyatanya kehidupan Biru tak seindah yang orang bayangkan, hidup Biru terlalu flat. Di sekolah ataupun di lingkungannya, Biru sama sekali tidak punya teman. Bukannya tidak ada yang ingin berteman dengannya, melainkan dialah yang memilih untuk menjauh.
Biru merasa tidak nyaman berada di keramaian ataupun berdekatan dengan orang-orang yang kebanyakan terlihat toxic. Memang tidak semua seperti itu, tapi Biru lah yang tidak pandai berkomunikasi ataupun bergaul. Biru hidup hanya untuk belajar, keluar hanya saat sekolah dan les.
Biru terlalu pendiam dengan raut tanpa ekspresi. Kecuali pada Dipta, hanya pada Dipta dia bisa menjadi pribadi yang terlihat begitu ceria, bahkan seperti tak memiliki beban sedikit pun. Biru bersyukur masih ada Dipta yang setidaknya masih memperhatikan setiap progres hidupnya.
Terdengar bel pertama bunyi, menandakan kelas pertama akan segera dimulai. Dari jauh terdengar sayup suara sepatu pak Tama yang segera mungkin sampai di ambang pintu.
"Assalamualaikum" Suara lembut namun terdengar tegas keluar dari mulut pak Tama setelahnya sampai di kelas.
"Bapak akan ada rapat dengan kepala sekolah, jadi di sini bapak hanya akan menyampaikan bahwa ujian di laksanakan minggu depan."
Semua murid tertegun, bagaimana tidak. Ujian yang sebelumnya direncanakan bulan depan, kenapa malah diajukan secepat ini.
"Baik, itu saja yang ingin bapak sampaikan. Bapak harap kalian bisa belajar lagi yang rajin, dan untuk Wijaya, pertahankan peringkat kamu." Sebelum melanjutkan kalimatnya pak Tama lebih dulu melihat ke arah Biru yang terlihat begitu tegang saat setelah mendengar kata ujian.
"Biru, kamu juga. Nilai kamu jangan sampai turun." Kemudian pak Tama meninggalkan kelas, tersisa gumaman beberapa murid yang masih tidak percaya akan ujian minggu depan.
Ngomong-ngomong soal Wijaya, dia adalah murid peraih peringkat pertama di sekolah. Murid yang selalu ayah banding-bandingkan dengan Biru, rasanya begitu muak jika ayah terus membicarakan tentang Wijaya dengan nilai-nilainya yang sempurna. Sedangkan Biru yang hanya tertinggal satu-dua angka saja.
Jam kosong sedari pak Tama meninggalkan kelas tadi, dan juga sudah sekitar tiga jam kota Yogyakarta diguyur hujan lebat dan angin yang cukup kencang. Biru yang tengah duduk dengan cukup malas melipat kedua tangannya di atas meja untuk dijadikan bantalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU TIDAK KUAT, AYAH - NA JAEMIN [On Hold]
Random"Sudah Temaram. Kini di tulis sebuah Narasi tak beraturan oleh Biru. Kepada Ayah, Bunda dan mas Dipta." Bunda yang sudah lebih dulu mendahului kita, Ayah yang menjelaskan rasa kasih sayangnya lewat pukulan, dan mas Dipta yang selalu di sini menemani...