03. Menjadi Harapan Ayah?

163 63 26
                                    

Happy Reading!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!!


Jum'at, 10 April 1998.
Pagi itu "BIRU!!!" panggil dengan suara keras terdengar begitu menyeramkan. Suara yang terdengar dari arah ruang tamu, itu ayah. Entah apa yang akan terjadi, pagi-pagi begini sudah ada keributan.

"Ayah, kenapa?." itu Dipta yang menjawab.

"Yah..., apa lagi ini?." kali ini bunda turut bertanya.
Siapa juga yang tidak terkejut, pagi-pagi sudah di suguhkan oleh menggelegarnya suara dari sang kepala keluarga.

"MANA BIRU, MANA ADIKMU ITU!?? HAH?!!." kali ini pertanyaan itu di tujukan kepada Dipta yang masih setia berdiri di samping ayah. Dengan jari telunjuk yang tak pernah lupa untuk menunding wajah Dipta.

"Biru istirahat, ayah. Dia di kamar." jawab Dipta sambil terus merasa jantungnya berdetak lebih cepat, karena merasa sesuatu yang tak baik akan terjadi pada adiknya.

"Jam segini masih tidur, nggak sekolah dia-"

"Ayah..?" sayup suara Biru terdengar, terlihat Biru dengan tertatih menuruni tangga, di susul Dipta yang dengan sigap memegang tangan Biru untuk membantu.

"Sini kamu Biru!" langkah kaki berdentum ngeri, menyeret tangan Biru yang sedari tadi masih Dipta genggam. "Ayah, yah!!" Dipta berlari di belakang ayah, mencoba menarik Biru untuk kembali ia peluk. Dipta tidak apa-apa jika ia yang di marahi, jangan Biru.

Bunda? bunda hanya menonton tanpa berani membantah atau melakukan sesuatu untuk kedua putranya. Bunda terlalu takut jika ayah sudah begini. Tidak ada yang bisa menghentikan ayah.

"Udah merasa pinter kamu?!, JAWAB AYAH!!"

"Berapa nilai kamu!!?, berapa peringkat kamu?!!."

Pertanyaan beruntun dari ayah, membuat Biru paham apa yang ayah maksud.

"Yah-" "NANG ENDI KOE SUWENGI, LAPO RA LUNGO LES!!"

Sudah Biru duga, ayah pasti akan membahas hal ini. Tentang dirinya yang tidak pergi les semalam. Bukannya apa, Biru benar-benar sudah tidak kuat hanya untuk melangkahkan kaki saja. Andai saja ayah paham dan tahu kondisinya saat ini, mungkin ayah akan sedikit bersimpati, atau- ah sudahlah. Ini ayah bukan orang lain. Tapi Biru yakin sebenarnya ayah sayang sama Biru walau sedikit saja, ayah itu... gengsi.

"WES PINTER KOE?! SAIKI MALAH RA LUNGO SEKOLAH!!."

"ATE DADI OPO KOE, RUU!!"

Terdengar ayah yang terus berbicara dengan nada tinggi, membuat seisi rumah menjadi tegang. Iya ini memang salah Biru, harusnya bagaimana pun kondisinya Biru harus tetap les. Sudah tahu ayah orangnya begini.

"Yah, udah." kali ini bunda. Dengan keberanian penuh bunda menarik tangan ayah, mencoba untuk menenangkan, tapi itu sama sekali tidak berpengaruh.

"Menengo, gak sah nyangkem!!."

BIRU TIDAK KUAT, AYAH - NA JAEMIN [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang