Happy Reading!!
Hari mulai pagi, matahari kembali memperlihatkan sinarnya. Tapi sampai kini belum ada tanda-tanda ayah pulang ke rumah, entah sampai kapan ayah akan terus begini. Dua bulan semenjak kepergian bunda, ayah tidak pernah lagi pulang, walau hanya sekedar menjenguk putra-putranya. Entah di mana sekarang ia tinggal dan bagaimana kondisinya, tidak ada yang tahu.
Yang ada dipikiran Dipta saat ini hanyalah fokus untuk menjaga Biru. Beberapa hari yang lalu Dipta di keluarkan dari kampus, sebab sering tidak masuk dan tidak pernah memberikan alasan atas ketidak hadirannya. Tidak ada rasa menyesal sedikitpun, setidaknya dia bisa fokus untuk mengurus Biru saat ini.
“Mas, kira-kira ayah kemana ya?” tanya Biru tiba-tiba, membuat tangan Dipta yang tadinya tengah mencuci piring itu berhenti.
“Nggak tau Ru, kamu masih mau cari ayah toh ?” pertanyaan Dipta yang hanya dibalas anggukan singkat dari Biru. Dipta terkadang tak habis pikir, kenapa adiknya itu masih terus memikirkan sang ayah. Ayah yang bahkan sudah kehilangan perannya, ayah yang selalu menyakitinya, baik mental maupun fisik. Ayah yang bahkan hampir membuatnya mati.
“Nggak usah dicari, mending kamu fokus sekolah aja Ru.”
“Maafin Biru ya mas, gara-gara Biru mas jadi di keluarin dari kampus.”
“Wes ndak usah dipikir, santai wae Ru.”
Setelahnya Biru pergi ke sekolah, awalnya Dipta ingin mengantar sekalian dia keliling untuk mencari kerja, tapi Biru menolak. Dia lebih memilik jalan kaki, olahraga katanya. Tepat pukul 07.00 Biru sampai di sekolah, untung saja gerbang belum di tutup.
“Pagi pak” sapa Biru pada kepala sekolah yang saat itu berpapasan dengannya. Biru pun langsung menuju kelasnya yang saat itu sudah ramai, berisik sekali.
“Lo nggak pa-pa Ru?” tanya Wijaya dari arah depan.
“Emang gue kenapa?” Biru bertanya balik, pasalnya tiba-tiba saja Wijaya melontarkan pertanyaan yang sama sekali tidak terpikirkan oleh Biru.
“Ya, lo kan udah lama nggak masuk, gue kira lo pindah atau lainnya” dan biru hanya ber “oh” kecil, malas menjawab.
Hari itu cuaca begitu panas, dengan keringat yang mulai membasahi tubuh, Biru langkahkan kaki itu dengan kepala yang terus menoleh ke kanan kiri mencari keberadaan ayahnya saat ini. Tiap sudut kota Biru mencari namun tidak ada satu petunjuk apapun, Biru mulai kelelahan dan akhirnya memilih untuk pulang.
“Assalamualaikum”
“Waalaikum salam” Jawab Dipta dari arah dapur.
“Biru tadi mencoba buat cari ayah lagi mas, tapi masih ndak ketemu.” Biru membuka percakapan dengan nada begitu lesu.
“Yowes nanti kita cari bareng-bareng, sekarang makan dulu.”
Sebenarnya kalau bukan karena Biru, Dipta tidak ingin mencari bajingan seperti ayahnya itu. Dua bulan hilang tanpa kabar, sama sekali tidak mengirim uang atau apapun untuk kehidupan anak-anaknya. Apakah orang seperti itu masih pantas untuk di panggil ‘Ayah’?.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU TIDAK KUAT, AYAH - NA JAEMIN [On Hold]
Random"Sudah Temaram. Kini di tulis sebuah Narasi tak beraturan oleh Biru. Kepada Ayah, Bunda dan mas Dipta." Bunda yang sudah lebih dulu mendahului kita, Ayah yang menjelaskan rasa kasih sayangnya lewat pukulan, dan mas Dipta yang selalu di sini menemani...