Happy Reading!!
Biru melanjutkan belajarnya di rumah, setelah pulang dari rumah sakit, Biru terus saja belajar tanpa perduli dengan keadaannya. Bahkan makan sampai minum obat saja harus Dipta yang mengingatkan.
Sebenarnya Biru belum bisa pulang setelah tiga hari di rumah sakit, Biru harus mendapatkan perawatan ekstra, tapi Biru yang ingin lebih cepat pulang dengan alasan, sebentar lagi akan ujian dan dia harus fokus belajar tanpa kebisingan dari alat-alat rumah sakit.
“Udah belajarnya, Ru. Sekarang kamu istirahat dulu.” ucap Dipta yang sedang membawa sepiring makanan ke kamar Biru.
“Kalau Biru istirahat dan nggak belajar, nilai Biru bisa turun mas.” saut Biru dengan wajah lemas. “Kalau kamu nggak istirahat, nanti malah nggak fokus, kalau sakit? malah nggak bisa ikut ujian, kan?.” panjang lebar Dipta.
Lantas Dipta tuntun Biru untuk ia dudukkan di kasur, setelah itu ia rapikan meja belajar Biru yang sedikit berantakan dengan buku-buku yang begitu tebal. Lanjut ia suapi adiknya itu, dan memberinya obat agar cepat istirahat. Sungguh Dipta tak tega melihat adiknya yang terus dipaksa untuk belajar seperti ini.
“Ujiannya masih tiga hari lagi, istirahat yang cukup, ya.” ucap Dipta lantas beranjak keluar kamar. Tapi sebelum ia benar-benar keluar, terlihat sosok bertubuh tinggi besar di ambang pintu entah sejak kapan. Dengan wajah penuh kemarahan dan sorot mata yang begitu tajam.
“Ayah?.” panggil Dipta penuh tanda tanya, entah sejak kapan ayahnya itu berdiri di sana. Perlahan Surya mulai melangkah mendekati dua anak tersebut, lantas langkahnya terhenti tepat di depan Dipta, namun lain dengan matanya, pandangannya terus saja mengarah pada Biru.
“Kenapa dia istirahat, bukan belajar?.” ujar Surya membuat Dipta mengerutkan kening heran. Sedangkan Biru hanya menunduk, tak berani menatap mata sang ayah. “Ini jam istirahat, bukan belajar.” saut Dipta tanpa rasa takut sambil terus menatap wajah sang ayah.
“Siapa yang ngizinin dia istirahat? belajar, ujian tiga hari lagi.” dengan nada penuh tekanan, membuat Biru mengangguk pasrah.
“Ayah apa-apaan sih, Biru tuh masih sakit. Dia butuh banyak waktu untuk istirahat bukan belajar, emang kenapa kalau nilai Biru turun?, emang kenapa kalau kalau bukan yang pertama? setidaknya Biru sudah berusaha buat ayah bangga.” panjang lebar Dipta yang hanya di saut sepatah kalimat begitu menyakitkan untuk di dengar.
“Anak itu cuma beban, dan ayah nggak pernah sedikitpun merasa bangga.” jawab Surya dengan telunjuknya mengarah pada Biru. Geram Dipta melihat perlakuan ayahnya yang makin kesini seperti orang tidak waras, hati Dipta sesak melihat adiknya semakin menunduk dengan bahu terlihat bergetar hebat.
Tapi Biru tak kalah sakitnya, dadanya sesak menahan tangis mendengar apa yang barusan ayahnya katakan. “Yah, Biru sakit dengernya...” kali ini Biru mengeluh.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU TIDAK KUAT, AYAH - NA JAEMIN [On Hold]
Random"Sudah Temaram. Kini di tulis sebuah Narasi tak beraturan oleh Biru. Kepada Ayah, Bunda dan mas Dipta." Bunda yang sudah lebih dulu mendahului kita, Ayah yang menjelaskan rasa kasih sayangnya lewat pukulan, dan mas Dipta yang selalu di sini menemani...