09. Sedikit Bahagia

138 44 32
                                    

Happy Reading!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!!

.
.
.

Kuambil gitar dan mulai memainkan
Lagu yang biasa kita nyanyikan
Tapi tak sepatah kata yang terucap
Hanya ingatan yang ada di kepala

Hari berganti angin tetap berhembus
Cuaca berubah daun-daun tetap tumbuh
Kata hatiku pun tak pernah berubah
Berjalan dengan apa adanya

Lagu yang begitu samar terdengar begitu jauh di telinga Biru, lagu dari grup band kesukaannya ‘Slank’ lagu yang rilis pada tahun 90-an awal itu membuat Biru rela membeli kaset dan Ipod dengan uang tabungannya, agar ia bisa terus mendengarkan lagu-lagunya. Lagu-lagu ‘Slank’ terus di putar di kedai jual kaset-kaset bekas, jam tangan bekas, Gramofon, dan barang-barang bekas yang lainnya.

Tapi sayang, telinganya kini tidak bisa mendengar apapun dengan begitu jelas. Biru lantas tersenyum dan melanjutkan langkah kakinya, meski dalam lubuk hati yang paling dalam, Biru menyesal. Entah penyesalan seperti apa itu, Biru juga tidak tahu. Kali ini Biru ingin pergi ke tempat les, sudah lama sekali Biru tidak pergi ke sana. Mengingat dia harus mendapatkan nilai yang sempurna seperti kata ayahnya, Biru kembali langkahkan kaki itu ke tepi jalan yang cukup berdebu.

Biru akan mulai les pertama nya pada jam enam sampai pada jam delapan malam, kemudian di tempat ke dua sampai jam sembilan, lalu yang terakhir sampai jam sepuluh. Baru setelah itu Biru pulang dan mengistirahatkan tubuh serta otaknya. Sebenarnya kepergian ayah yang entah kemana, membuat sedikit keuntungan bagi Biru dan Dipta. Tidak ada lagi yang teriak-teriak di pagi hari dan mengacak-acak rumah jika amarahnya tak lagi tertahan.

Keuntungan terbesar ialah bagi Biru, fisik dan batinnya jarang terluka, setelah les juga Biru langsung istirahat. Jika dulu Biru masih harus belajar lagi hingga larut atau bahkan dini hari. Tapi mengingat kejadian beberapa hari lalu, ketika Biru sendirian menghadapi amarah sang ayah yang sudah lama tak ia rasakan. Rasanya begitu sakit, sangat sakit.

Biru kini les Matematika di rumah Bu Rahayu, bukan di rumahnya langsung tapi di pendopo yang tertutup. Bu Rahayu memiliki pendopo yang ia bangun tepat di samping rumahnya, awalnya pendopo itu untuk jamuan makan malam jika ada keluarga yang datang, tapi seiring berjalannya waktu, keluarga Bu Rahayu jadi jarang sekali berkumpul. Jadi Bu Rahayu bilang, daripada nganggur, lebih baik di buat tempat les saja. Kan lumayan.

Biru sampai di sana sedikit telat 15 menit, lantaran ia berjalan kaki di mana itu membuat dada Biru sesak. Sebenarnya Biru mau minta Dipta untuk mengantarkan dirinya, tapi di lihat tadi toko cukup ramai, jadi Biru mengurungkan niatnya untuk meminta tolong pada Dipta, takut mengganggu.

Biru kini mengambil tempat duduknya di barisan ke dua, hanya dengan beralaskan tikar sederhana dan juga meja kayu yang memang di sediakan oleh Bu Rahayu. Posisi yang tak jauh berbeda dengan tempat makan lesehan. Udara sejuk menyelimuti, samar-samar angin lewat menembus tubuh Biru, membuat sedikit getaran pada tubuh itu. Biru tak memperdulikan hal lain selain pembelajaran malam ini.

BIRU TIDAK KUAT, AYAH - NA JAEMIN [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang