SATU

1.8K 149 14
                                    

Panas terik matahari menjadi teman setia warga sekolah Wiramandala yang tengah melakukan upacara rutin setiap hari Senin. Tidak seperti upacara pada hari biasanya, upacara kali ini terasa sangat lama karena amanat yang di sampaikan begitu panjang hingga sebagian orang pun tak fokus mendengarkannya.

Tak terkecuali seorang gadis yang berada di barisan paling belakang dengan jas OSIS kebanggannya. Meskipun berada di tempat yang sedikit teduh, tak bisa di pungkiri jika pegal di kakinya benar benar menyiksa. Terhitung sudah 30 menit sang inspektur upacara menyampaikan amanatnya dan selama itu pun belum ada tanda tanda ingin menyudahi.

Gadis itu menghelakan nafasnya. Sejenak ia pejamkan matanya menikmati semilir angin  menerpa wajahnya. Ia hanyut dalam kenyamanan yang ia ciptakan hingga sebuah tepukan di bahunya merampas semuanya.

Gadis itu menatap lawan bicaranya seolah menyuruhnya untuk cepat mengatakan sesuatu yang terjadi.

"A-anu Qil, Xavier sama gengnya bol___" belum sempat orang itu melanjutkan ucapannya, gadis yang di panggil 'Qil' itu sudah lebih dulu pergi menjauh dari lapangan.

Aqilla Natasya. Gadis cantik keturunan
Jepang yang saat ini duduk di bangku kelas XI Sekolah Menengah Atas. Wataknya yang dingin serta sikapnya yang tegas, menjadikan ia sosok yang begitu di kagumi se-seantero sekolah, apalagi dirinya juga menjabat sebagai Ketua OSIS, membuat namanya begitu terkenal bahkan sampai di luar sekolah.

Qilla berjalan santai dengan kedua tangan yang berada dalam saku jas OSIS yang di kenakannya. Matanya menatap tajam lorong kosong yang membawanya menuju gudang belakang sekolah, tempat Xavier and friend berada.

Qilla memejamkan matanya mendengar gelak tawa yang terdengar dari balik pintu. Berusaha ia meredam emosinya agar tak meledak yang di khawatirkan mempengaruhi kesehatan jantungnya.

Tok tok tok

Qilla mengetuk singkat pintu di depannya, berdampak pada suara tawa yang tadi di dengarnya lenyap begitu saja, seolah tak ada kehidupan di dalam sana.

"Buka pintunya, gue tau kalian di dalam." Dengan suara rendahnya Qilla berucap.

Sementara di dalam gudang tersebut, nampak sekitar lima orang pemuda yang langsung menghentikan tawanya begitu ketukan pintu terdengar yang kemudian di lanjut dengan pernyataan singkat dari seorang gadis yang suaranya sangat familiar di telinga.

"Anjir, gak mau gue buka pintu." Bisik salah satu dari mereka, Ijal namanya.

"Gila lo, gue juga gak mau!" Sahut si Wibu akut, Mashiho.

"Suruh Arvin aja noh, atau gak si Vier." Sambung salah seorang lainnya, kita sebut saja Yudha.

"Males ah gue, gak mau di amuk singa. Vier aja yang suruh buka." Arvin buka suara seraya melirik Vier yang masih setia memejamkan mata.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu kembali terdengar, pertanda tak baik baik saja. Di depan sana, Qilla pasti sudah memasang wajah dinginnya dengan tatapan tajam menghunus layaknya pedang yang baru di asah.

"Anjir serem banget!" Membayangkannya saja sudah membuat mashiho bergidik ngeri, apalagi jika nanti berhadapan langsung? Bisa pingsan dia.

"Ijal? Gue tau lo di dalem, buka pintunya!" Yang namanya Ijal pun sontak terdiam kaku, untuk berkedip saja pun rasanya susah. Qilla, si singa galak, memanggilnya? Oh tuhan, salah apa dia?

"Anjir gak mau gue." Ijal sudah bersembunyi di balik sofa tempat Xavier membaringkan tubuhnya.

"Buka anjay! Lo mau kita di semprot sama Qilla?!" Yudha sudah mulai nge-gas, takut dengan kemarahan Qilla.

MY XAVIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang