Tahun baru ya novel baruu
Kali ini ceritanya full fiksi yya... Wkwkwk
Makasih buat mampir!
___________________
Happy Reading
___________________
Matahari bersinar terang, daun-daun bergoyang terbawa angin. Dress putih bercorak bunga matahari membalut tubuh Mentari. Rambut lurusnya dikepang dua, serta poni tipis yang sudah menjadi ciri khasnya. Gadis berumur 14 tahun itu sedang menunggu pesanan es krim vanilla-nya siap.
Setelahnya, es krim yang sudah siap dibuat segera ia terima. Jumlahnya ada tiga, untuk Bulan, Wala, dan Kuma. Tak apa jika mereka tidak mengizinkan Mentari untuk membeli es krim, semoga Bulan menyisakan untuknya.
Langkahnya dibuat kecil, sangat berhati-hati membawa sang es krim. Senyuman hangat ia ciptakan saat sampai pada tempat keluarganya berkumpul. Kain sebagai alas, makanan dan minuman tertera diatasnya. Beruntung, piknik kali ini Mentari diajak.
"Lama" cetus Bulan sambil sibuk menjilati es krim itu.
Gadis berumur 14 tahun, saudari kembar dari Mentari. Dalam posisi kedudukan, dia adalah seorang adik, adik yang berbeda enam menit. Gaun warna merah muda cantik yang dipakainya menjuntai, warna kesukaan Bulan. Mahkota kecil menjadi aksesoris yang bisa menambah kecantikan wajahnya.
Di sana, Mentari hanya terdiam duduk sambil memain-mainkan jemarinya. Sesekali kepalanya menoleh ke arah Bulan, berharap es krim tidak habis dimakannya. Benar saja, es krim itu tersisa walau tinggal sedikit.
Matanya berbinar ketika Bulan mengatakan "kamu abisin."
Dengan cepat Mentari menerima sang es krim, rasa es krim yang paling ia suka.
Mungkin akan terdengar aneh di telinga orang-orang. Mereka satu pasang saudara kembar, namun kedua orang tuanya seakan-akan membuang salah satunya. Mentari tentunya.
Keduanya dilahirkan sehat, tapi ada yang sedikit berbeda saja di wajah Mentari. Wajah sebelah kiri, tepatnya di dekat mata mempunyai bercak berwarna hitam. Sebut saja tanda lahir. Itu yang membuatnya dibedakan dengan Bulan.
Bulan jauh lebih unggul, segalanya tercukupi, bahkan lebih dari cukup. Mentari? Seadanya saja, jika tidak ada syukuri yang ada. Kuma-ayah Mentari sangat menyayangi Bulan, begitu juga dengan Wala-ibunya Mentari.
Namun jauh di dalam lubuk hatinya, Mentari berfikir dia masih beruntung, beruntung karena tidak dibuang.
Hari ini piknik untuk merayakan ulang tahun keduanya, meski hanya tertuju pada Bulan. Dunia tak seadil itu, hanya saja Mentari sudah terbiasa sedari kecil. Entah mainan, pakaian, bahkan makanan, semuanya dibedakan. Kehidupan yang melelahkan.
"Mentari" panggil Wala.
Lamunannya terbuyarkan, "i-iya?"
"Ambilin boneka sama kunciran Bulan di dalam mobil" titahnya, tangan Wala sibuk mengelus lembut rambut Bulan. Mentari mengangguk mantap, sesegera mungkin pergi menuju mobil.
Sesaat kemudian dirinya kembali membawa barang yang diinginkan Wala. Baru saja akan duduk, Kuma memanggilnya.
"Mentari, buang ini ke tempat sampah" Kuma menunjuk dengan ujung dagunya. Lagi-lagi Mentari hanya mengangguk dan menuruti perintahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [ Hiatus ]
Random‼️TRIGGER WARNING‼️ Potongan takdir memang tertulis menyakitkan, tapi bagaimana jika dilihat dalam sisi lain? Katanya, daun yang jatuh karena hembusan angin pun tidak membenci pelakunya. Membenci takdir? "Ingin ku dialog-kan pada semesta, angin itu...