Bab 8

13 1 6
                                    

Hai haiii, makasih udah mau baca :)

____________________

Happy Reading

____________________


Sesi hukuman sudah habis, pada jam istirahat mereka baru terlepas dari hal itu. Pagi yang menyenangkan, awalnya. Bermain bersama Bintang, tertawa cekikikan, saling mengoleskan sabun pada tangan. Penuh kebahagiaan.

Bintang sudah pergi, pergi menuju kantin (bertemu dengan Cakra dan Harka). Mentari mempersilakannya untuk pergi terlebih dahulu, biar sisanya yang tinggal sedikit Mentari sendiri yang urus.

Kini? Dia sendirian, karena memang benar-benar tinggal sedikit lagi. Badannya berjongkok, menggosok-gosok bagian yang terlihat kotor. Namun pada saat itu berita menyebar luas, memakan waktu beberapa menit saja. Bintang dan Mentari semakin dekat.

Tubuhnya tersungkur, seseorang menendangnya secara keras dari arah belakang. Ia mengaduh, sedikit meringis. Dan disaat itu juga rambutnya yang tinggal sebahu dijambak, digusur menuju kloset, mencelupkannya. Kejadian itu berlangsung terlalu singkat, tidak mempunyai waktu untuk mencerna.

Mentari memberontak, berteriak untuk meminta tolong. Tetapi orang tadi justru memperkuat tarikan pada rambutnya. Rontok cukup banyak. Mentari tetap memberontak, hingga bentakan keras dari orang tadi memekakkan telinganya.

Ia mencoba untuk melihat ke sekeliling, memperhatikan wajah-wajah mereka yang tersemat emosi meledak-ledak. Empat orang yang sama, termasuk Kanaya (yang datang terlambat bersamanya).

Matanya berair saat itu juga, tak mampu membalas apapun. Memohon-mohon, meminta-minta untuk diampuni.

"Maaf, Mentari salah... Maaf..." nafasnya tersengal-sengal.

"Anj*ng!" Bentakan itu dilontarkan bersamaan dengan sebuah tamparan. Sangat menyakitkan.

Apa yang harus dilakukan? Mentari tidak berdaya. "Tolong... J-jangan" tubuhnya ditekukkan dengan tangan yang melindungi kepala, ia sangat ketakutan.

Keempat siswi itu mencaci maki Mentari dari segala hal. Hatinya sudah tak tahan lagi, tapi hanya menangis lah yang dapat Mentari lakukan.

"Jalang!"

"Binatang!"

"Murahan!"

"Monster!"

"Jelek!"

Bukan hanya itu, keempatnya menendang tubuh lemah Mentari secara bergantian. Luka lebam menjadi saksinya. Badannya meringkuk kesakitan, sakit yang menjalar pada setiap bagian. Tidak ada yang mendengar tangisnya? Orang-orang sibuk pergi ke kantin dan taman, beberapa lainnya akan pergi ke perpustakaan saat istirahat.

Tubuh kecilnya terkapar lemah, menemani dinginnya lantai kamar mandi. Mata coklat itu tertutup indah, kesadarannya sudah hilang, lenyap. Empat orang tadi juga menghilang, meninggalkan Mentari tanpa rasa bersalah, tanpa rasa kasihan.

Sedangkan di sisi lain, Varsha menunggunya di atas rooftop. Memandang langit biru berhiaskan awan putih. Sudah hampir seluruh jam istirahat Varsha lakukan untuk menunggu Mentari, tidak sempat untuk membeli makanan. Apakah Mentari tidak pergi sekolah? Itu yang ada dipikirannya. Bel tanda masuk sudah benar-benar didepan mata, tinggal beberapa menit lagi.

Sebentar, bagaimana jika Mentari tidak baik-baik saja? Terjadi hal yang sama seperti pada saat itu? Rasa khawatir bercampur aduk di dalam kepala serta hatinya, memenuhi isi. Varsha sesegera mungkin menggunakan menit-menit terakhir untuk mengunjungi toilet, tempat yang sangat diyakini.

Ineffable [ Hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang