____________________
Happy Reading
____________________
Hari berganti, matahari terasa terik dipandang. Bel istirahat berbunyi lima menit yang lalu. Sesuai dengan kebiasaannya, Mentari akan pergi ke rooftop untuk sekedar merasakan desiran angin. Selain itu, dirinya juga membawa buku sketchbook kesayangan untuk menggambar sesuatu.
Belum sempat Mentari membuka sketchbook tersebut, seseorang menyapanya dari arah belakang punggung. Ia menoleh, alisnya sedikit dikerutkan. Orang yang berada di depan matanya tidak dikenal, melihatnya pun tidak pernah.
Dia seorang laki-laki, tubuhnya memiliki tinggi sekitar 163 centimeter, rambutnya sedikit ikal dengan potongan mulet, tapi di matanya terletak kacamata dengan frame bulat. Bajunya juga terlihat rapi, laki-laki itu berpenampilan beda dengan yang lain.
"Aku boleh duduk di samping kamu?" Tanyanya dengan ramah, suaranya halus nan lembut.
Mentari mengangguk, mempersilakan dirinya untuk duduk. Keduanya kini sama-sama terdiam, Mentari akan terlihat sedikit kaku saat bertemu orang baru.
Kepala laki-laki tersebut menoleh "kamu suka duduk di sini? Aku juga suka" mata mereka saling menatap.
Bibir Mentari sedikit mengukir senyum, kepalanya mengangguk mantap, "iya. Aku juga suka banget langit, makanya kalo gabut aku ke sini."
Laki-laki itu tersenyum, kemudian kembali menatap lurus ke depan.
"Btw, kamu murid baru? Soalnya aku gak pernah liat kamu" tanya Mentari. Sikap ramah orang itu membuat ia sedikit nyaman.
"Bukan, harusnya aku lulus tahun kemarin. Tapi setahun itu aku tinggal di rumah sakit" jelasnya, membuat Mentari manggut-manggut.
"Oh ya, aku Varsha. Anak dari kelas 9C" sambung Varsha seraya mengulurkan tangannya ke arah Mentari.
Mentari sedikit kebingungan, selama ini tidak ada yang ingin sekedar berkenalan dengannya. "A-aku Mentari, dari kelas 8A" ia menerima jabatan tangan.
Varsha sedikit tertawa "kenapa gugup? Tadi biasa aja."
Mentari menundukkan kepalanya "karena cuma kamu yang ngajak kenalan selama aku sekolah di sini," bahunya ia angkat sedikit.
"Oohh. Kalo gitu, aku mau jadi temen kamu" katanya, membuat mata Mentari yang sedikit kecoklatan itu membulat sempurna.
"Kamu serius? Aku jelek, hitam, aku-" ucapannya itu dipotong.
"Aku pengen temenan, bukan cari model. Lagi pula kamu gak seburuk itu, Mentari" ujarnya, Mentari tersenyum begitu lebar.
"Makasih."
Sekarang lenggang, percakapan keduanya seolah-olah sudah berujung. Di saat ini, Varsha hanya melihat kegiatan yang sedang dilakukan Mentari, menggambar di-sketchbook. Varsha terkagum-kagum dengan cara Mentari menggores setiap garisnya, selalu nyaris sempurna.
Namun sesaat kemudian Mentari membuka pada satu halaman sebelumnya. "Bagus gak?" Tanyanya dengan yakin.
Varsha mengangguk mantap "perfect."
Pipinya memerah, senyuman tidak dapat ditahan lagi "emang perfect, namanya Bintang."
"Oh ya?" Varsha sedikit terkejut. "Kamu suka dia?" Tanyanya sekali lagi.
Mentari manggut-manggut "bener banget, kelasnya dekat sama aku."
Varsha membuat batuk palsu khasnya "emang manusia kayak apa dia sampai bikin kamu jatuh hati?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [ Hiatus ]
Random‼️TRIGGER WARNING‼️ Potongan takdir memang tertulis menyakitkan, tapi bagaimana jika dilihat dalam sisi lain? Katanya, daun yang jatuh karena hembusan angin pun tidak membenci pelakunya. Membenci takdir? "Ingin ku dialog-kan pada semesta, angin itu...