_______________________
Happy Reading
_______________________
Matahari semakin terik, Mentari bahkan sudah tidak bisa melihat dimana letaknya bendera berkibar, matanya silau menyipit.
Varsha yang berada di sebelahnya mengangkat tangan kiri, menempatkannya di atas kepala Mentari. Agar tidak terlalu terik. Mentari menoleh, menatap Varsha dan tersenyum.
"Gak usah, yang ada nanti tangan kamu pegel."
"Gak papa" kata Varsha tanpa menoleh, "kan panas."
Mendengar hal itu, Mentari terdiam sejenak lalu mengangkat tangannya. Bersikap seperti Varsha dengan kaki yang sedikit berjinjit.
Varsha memalingkan wajahnya yang bersemu merah. Bibirnya terus ia gigit, menyembunyikan senyuman. Setelahnya ia menurunkan tangan Mentari yang menghalangi atas kepalanya.
"Udahlah sayang-"
"Pfftt..." Mentari hampir tertawa.
Sedangkan tangan kanan Varsha memukul mulutnya sendiri. Sayang? Apa apaan.
Fu*k, napa gue sebut dia sayang hatinya berkecamuk, mengamuk-ngamuk.
"Waktu itu yang, sekarang sayang. Maunya gimana sih Sha?" Mentari sedikit terkekeh-kekeh.
"Maunya jadi pacar kamu."
Mentari menoleh, mulutnya menganga. "Jadi kamu suka aku, gitu?"
Varsha menepuk jidatnya "kurang jelas apalagi hey?"
Mentari mengatakan oh dengan mengangguk-anggukan kepalanya. "Jadi, gimana?" Ia bertanya untuk kesekian kalinya.
Varsha terdiam cukup lama, mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Kamu... Mau gak jadi-"
"HAHAHA MAMPUS DIJEMUR!"
Seseorang berteriak dari arah luar lapangan, membuat Varsha dan Mentari menoleh secara bersamaan. Dasar pickme, dia adalah Kanaya kelas 9G. Dirinya tidak sendirian, tapi bersama antek-antek yang tak kalah pickme.
"MUKA LO YANG ADA JADI ITEM SEMUA!"
"HAHAHA..."
Mereka berempat tertawa puas. Padahal jam pelajaran tengah berlangsung, tapi mereka asyik bermain diluar ruangan kelas. Entah mengelilingi sekolah, pergi ke toilet, dan kantin. Jamkos? Bisa jadi.
"BAC*T! MUKA LO TUH ABU-ABU GLOWSY!" Varsha berteriak lantang.
Tangan Varsha dicengkeram secara tiba-tiba oleh Mentari, ia mengajak Varsha agar segera pergi dari sana. Varsha sedikit menolak, tapi Mentari menjawab.
"Guru tadi gak ngasih tau limit waktu, sekarang aja perginya."
Masuk akal, dengan begitu mereka berdua pergi dari sana. Namun di sisi lain, Kanaya dan kawan-kawan membuntuti Varsha dan Mentari yang tengah berjalan cepat menuju kantin. Anak teladan, bukannya masuk kelas.
Varsha dan Mentari baru duduk selama lima detik, hingga pada akhirnya Kanaya datang.
"Maksud lo apa?!" Pandangannya tertuju pada Varsha.
"Gue bermaksud buat ngungkapin fakta" Varsha menekan kata terakhirnya.
"Gilak kali lo mau-mau aja bela si gosong" katanya, lalu melanjutkan "lo gak sadar apa? Dia itu orang aneh. Hari panas gini masih pake cardigan-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [ Hiatus ]
Random‼️TRIGGER WARNING‼️ Potongan takdir memang tertulis menyakitkan, tapi bagaimana jika dilihat dalam sisi lain? Katanya, daun yang jatuh karena hembusan angin pun tidak membenci pelakunya. Membenci takdir? "Ingin ku dialog-kan pada semesta, angin itu...