Maaf banget kemalemannnnn, aku malah asik ngobrol² sama temen😭
____________________
Happy Reading
____________________
"Tolong jangan... aku mohon jangan..." terdengar suara tangis Mentari dari arah kamar mandi. Dia berusaha sekuat mungkin menghalangi empat orang di depannya yang ingin menggunting rambut kepangnya. Tangisnya semakin terisak ketika gunting mendekati dan memotong sedikit demi sedikit rambutnya.
Pelaku hanya tertawa puas, tertawa melihat korbannya menderita. Bahkan ketika Mentari memohon, mereka akan semakin melakukan hal yang lebih, seperti mengancamnya akan melukai dengan gunting itu.
"Diam atau aku tusukin gunting ini ke mata hitam kamu!" Sentaknya, membuat mata Mentari terpejam.
"Hahahaha." tawa puas dari mereka semakin terdengar.
Salah satu dari mereka mendekat ke wajah Mentari "binatang buruk rupa kayak kamu deketin Bintang?" Ia terkekeh, "jangan berharap lebih, bodoh!" Tangannya menoyor kepala Mentari.
"JANGAN GANGGU DIA!" Seorang laki-laki berteriak lantang.
Semua yang berada di sana menengok. Mentari tahu persis siapa orang itu. Berkacamata. Siapa lagi jika bukan Varsha.
Varsha menyorot mereka dengan tatapan tajam, sangat mengintimidasi. "Pergi atau gue lakuin hal yang sama?!"
Mereka hanya terdiam, tidak dapat melawan karena Varsha adalah kakak kelas. Satu persatu dari mereka kemudian pergi meninggalkan tempat, juga pergi meninggalkan Mentari yang masih terisak-isak.
Varsha segera mendekat, menanyakan keadaannya dengan tatapan kekhawatiran. Mentari tidak menjawab, dia segera memeluk Varsha dengan tangisnya. Dengan begitu ia terkejut, tidak berani membalas pelukan.
"Takut... Mentari takut..." Suara parau menjadi khasnya.
Baju Mentari menjadi lusuh, kotor terkena lantai kamar mandi. Tangannya bergetar mengingat kejadian tadi. Nafasnya tidak beraturan dan rambut yang begitu berantakan.
Varsha melepaskan pelukannya "udah" ia mengelap air mata Mentari. Membuatnya berdiri. "Ayo kasih tau pihak sekolah" katanya, Mentari menggeleng cepat.
"Nggak, aku gak mau habis ini masalah jadi makin besar" matanya menyorot Varsha dengan sendu.
Varsha membuang nafasnya kasar "yaudah, kasih tau aku kejadiannya kayak apa. Kita pergi ke rooftop sekarang juga" dia kemudian menarik tangan Mentari, berjalan bersama menuju rooftop.
Sekolah tampak sepi, hampir seluruhnya sudah dijemput oleh orang tuanya atau supir pribadinya. Di sekeliling hanya terlihat kelas yang sudah sepi tak berpenghuni. Tangga yang mereka pijak perlahan membawa ke tempat paling aman, aman dari apapun (bagi mereka).
Keduanya sudah duduk, berhadapan, saling menatap dalam-dalam. "Kok bisa kejadian?" Tanya Varsha layaknya seorang kakak.
"A-aku... aku cuma ngembaliin jaket punya Bintang."
Dahi Varsha berkerut, "jaket? Bintang? Kok bisa?" Dia semakin dibuat bingung.
Mentari mengangguk tipis, lalu menceritakan semuanya. Semua dari awal hujan hingga jaket Bintang dipinjamkan kepadanya. Varsha mendengarkan dengan sangat seksama, sangat memperhatikan lawan bicaranya.
"Jadi tadi kamu balikin jaketnya? Terus mereka iri sama kedekatan kamu?" Tebak Varsha. Tepat sekali.
Mentari mengangguk mantap "benar. Aku harusnya kembaliin jaket itu pas kelasnya kosong, aku nyesel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [ Hiatus ]
Random‼️TRIGGER WARNING‼️ Potongan takdir memang tertulis menyakitkan, tapi bagaimana jika dilihat dalam sisi lain? Katanya, daun yang jatuh karena hembusan angin pun tidak membenci pelakunya. Membenci takdir? "Ingin ku dialog-kan pada semesta, angin itu...