1

63 6 2
                                    

Hari Senin.

Hari yang seolah menjadi kutukan para murid dengan berbagai alasan.

Cewek cantik dengan rambut panjang sepunggung itu tengah fokus membaca sebuah buku paket tebal yang menunjukkan gambar tabel periodik.

Dirinya bersyukur karena pagi ini sekolah tiba-tiba mendapati kunjungan orang penting —entah itu siapa, dirinya tidak peduli. Yang terpenting ia tidak melaksanakan upacara hari ini.

Cewek dengan seragam ber-name tag Rachel Putri S. itu tidak terlalu terusik dengan kebisingan dari aktivitas lain di dekatnya.

Ia nampak membalik halaman berikutnya dan kembali fokus dengan rentetan huruf dan angka di hadapannya. Atensinya sesekali teralih pada kegiatan di bawah sana yang menunjukkan kelima cowok sedang bercanda tawa saling melempar bola basket satu sama lain hingga akhirnya....

Dugh!

"Jancok!"

Sebuah bola basket mendarat tepat di jidat mulusnya. Serius, rasanya kayak nge-fly.

Suara teriakan nyaringnya sukses membuat kelima cowok di bawah sana seketika menoleh ke arah sumber suara, tepatnya di barisan kelima kursi tribun untuk mendapati oknum yang dengan entengnya mengeluarkan kata umpatan itu.

Salah satu dari kelima cowok itu berjalan empat langkah menuju arah Rachel sambil berkacak pinggang. Ia mendongak demi mendapati cewek itu memegang jidatnya disertai tatapan marah. Sedangkan yang lain tetap berdiri di tempatnya sembari mengamati apa yang akan terjadi setelahnya.

"Sengaja, ya, lo?!" amuk Rachel sembari memijat pelan dahinya yang ia yakini memerah dan saat ini sedikit terasa pening.

Cowok dengan perawakan tinggi sekitar 185cm yang dijuluki titan itu menatap lurus pada Rachel di atas sana yang penampilannya jauh dari kata sopan dan rapi. Tidak memakai dasi, dua kancing atas terbuka dan memperlihatkan kaos berwarna hitam dibalik seragamnya. Lagi, rok yang lebih pendek daripada siswi lainnya. Entahlah, mungkin Rachel malas untuk membeli rok baru, toh sebentar lagi juga lulus.

Cowok bernama Rio itu sedikit merasa lega karena penampilan Rachel tidak semakin parah hingga melakukan piercing dan sejenisnya seperti siswi kelas sebelah yang menjadi buronan guru BK.

Rachel masih berdiri dengan tatapan tajam dan penuh rasa kesal.

Rio menghela napas, sudah lelah dengan sifat cewek barbar itu. Dirinya hendak mengomel namun terhenti ketika salah satu adik kelasnya melewatinya dan melangkahkan kaki menghampiri Rachel di deretan kursi tribun.

Cowok tinggi dengan mata sipit yang indah memikat itu kian mendekat, membuat Rachel mendongakkan kepalanya karena perbedaan tinggi mereka.

Rachel melirik badge berbentuk segitiga di bagian lengan kanan seragam cowok itu yang berwarna kuning, menunjukkan bahwa cowok tampan di hadapannya kini adalah adik kelasnya.

"Maaf."

Rachel tertegun.

"Anjir, suaranya, cuk!" ujarnya dalam hati.

Suaranya berat, tapi disaat bersamaan nadanya begitu halus didengar.

Serius, telinganya terasa terberkati.

Cowok itu tengah membungkuk untuk mengambil bola basket di bawah kursi tribun yang sempat mengenainya tadi serta memungut buku kimia kelas XII yang terjatuh.

Rachel terkesiap, sadar bahwa ini bukan saatnya ia klepek-klepek pada sosok di hadapannya.

Rachel berdeham, ia menegapkan tubuhnya lalu melipat tangannya di depan dada.

I'll Be Your Home Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang