Hari ini Rachel sebel banget.
Gara-gara ikutan nimbrung sama adik kelas perkara muka guru diedit jadi stiker WhatsApp, akhirnya Rachel yang kena imbasnya.
Begini kata Bu Sabar, "Kamu ini, jadi kakak kelas bukannya memberikan contoh yang baik, malah ngajarin adik-adiknya gak bener!!!"
Disaat itu juga Rachel lirik adik kelasnya satu-persatu melarikan diri dengan smooth supaya perhatian Bu Sabar tidak teralihkan.
Rachel jelas plonga-plongo. Niat hati cuma nimbrung dan bahkan belum genap dua menit tapi sudah dituduh macam-macam. Padahal tadi cuma kepo doang karena adik kelas rame-rame ketawa-ketiwi sambil nunjuk-nunjuk salah satu HP siswi yang dikerubungi.
Mau mengelak tapi Rachel tadi juga sedikit tertawa karena melihat stiker yang kebetulan gambarnya Bu Sabar dengan background logo sekolah lengkap dengan tulisan "Semangat, siapa suruh sekolah di sini"
Dan... di sini Rachel berada. Di dalam ruang guru, di bagian paling depan karena meja Bu Sabar sebagai Waka Kesiswaan ada di sana.
Tak sampai situ saja, Rachel hanya bisa terdiam ketika Bu Sabar mewartakan perbuatannya —yang sebenarnya bukan murni kesalahannya— kepada beberapa guru senior di sana.
Sudah dipastikan, Rachel semakin terpojokkan.
Udah mojok banget ini mah, sampai napas aja bingung mulainya gimana.
Wali kelasnya yang juga kebetulan ada di sana hanya bisa geleng-geleng kepala.
Rachel cemberut. Tidak mendapat sedikit saja pembelaan dari beliau.
Meski begitu, Rachel juga diminta keterangan beberapa guru yang kepo tentang kebenaran kejadian tadi.
Wooohh, Rachel gak terima kalau dihukum sendirian.
Langsung saja Rachel menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya dengan gamblang dan rinci.
"Jadi kesimpulannya yang buat stiker itu adik kelas, Bu. Ibarat kalau dijadikan presentase nih, kesalahan saya lima persen, kesalahan adik kelas sembilan puluh lima persen."
"Loh, loh, loh, kamu juga nggak negur adik kelas kamu! Enak aja!" sergah Bu Sabar.
Mana sempat, keburu telat.
"Ya sudah, kesalahan saya sepuluh persen."
"Kok dinego?!"
"Bu, ini sudah termasuk pengorbanan saya menanggung malu di sini."
Bu Sabar mendelik.
Jelas dalam lubuk hati, Rachel nggak terima.
Pokoknya para degem alis dedek gemesnya Hendra juga harus MAMPUS.
Ternyata eh ternyata, Rachel nggak sendirian sebagai siswa di ruangan penuh intimidasi ini. Rupanya ada cowok yang kemarin memberinya Paracetamol.
Dia terlihat memegangi keranjang yang alasnya bertumpu pada meja. Isi keranjang itu adalah buku-buku tebal untuk stok baru di perpustakaan.
"Begini saja, Bu Sabar, Rachel biar membantu Jero rapikan buku di perpustakaan," ujar Bu Lilis menengahi.
Entahlah, Bu Sabar nggak terima banget kayaknya. "Kan kasusnya beda, Bu. Kalau Jero itu memang dipercaya untuk urusan perpustakaan, tapi kalau Rachel memang harus mendapat hukuman. Kalau bantu Jero saja ya gampang."
"Iya, Bu, saya mengerti. Tapi nak Rachel ini kan tidak salah sepenuhnya. Jadi saya pikir tidak apa-apa kalau membantu Jero di perpustakaan. Apalagi ada stok buku baru, pasti Jero juga perlu bantuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Be Your Home
Fanfiction"Sekarang aku tau kenapa Tuhan menempatkanmu untuk selalu di sisiku..." "...karena kamu begitu berharga."