Jayandra meninggalkan motornya di parkiran dekat pantai, mereka berjalan menyusuri jalanan untuk pergi ke rumah Amerta yang memang tidak jauh dari sana.
Jayandra berjalan di belakang Arsen yang sibuk mengobrol dan mendorong kursi roda Amerta, dengan iseng ia memotret keduanya dari belakang dan kembali untuk berjalan ke samping Arsen lagi.
Hingga tak butuh waktu lama akhirnya mereka sampai di depan pagar berwarna putih yang tidak terlalu tinggi.
"Ibu, Amerta pulang!" Teriak Amerta dari luar pagar, hingga tak lama seorang wanita paruh baya membuka pintu rumahnya dan tersenyum lalu membukakan pagar untuk mereka bertiga.
Renata tersenyum melihat Arsen yang datang ke rumahnya "wah ada Arsen, dan.." ucapannya terpotong karena bingung dengan remaja yang berada di sebelah Arsen.
"Ini Jayandra, saudara Arsen" jawab Amerta menjelaskan.
Renata mengangguk paham lalu tersenyum ke arah Jayandra "Salam kenal ya Jayandra, saya ibunya Amerta" ucapnya dan di balas senyuman hangat oleh Jayandra.
"Ayo masuk dulu, kita makan bareng" ajak Renata sembari mengajak ketiga remaja itu untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Maaf ya, rumah Tante ngga besar"
"Eh? Gak masalah kok Tante" jawab Arsen yang merasa tak enak dengan ucapan Renata barusan.
Renata yang mendengar itu tersenyum kemudian membawa ketiganya untuk duduk di ruang makan rumah mereka, ia mulai membawa beberapa makanan dan juga air minum yang sudah ia siapkan.
"Jarang jarang loh meja makan rame" ucapnya dengan nada ramah, ia ikut duduk di sebelah Amerta dan mulai mengambilkan nasi untuk ketiga remaja tadi.
"Makasih ya Tante, maaf ngerepotin" ucap Arsen yang masih merasa tidak enak.
"Ngga kok sayang, kalau bisa jangan panggil Tante, bunda aja"
"Tapi tan—"
"Bunda, ingat bunda, Jayandra juga boleh panggil Tante bunda" ucapnya dengan lembut, membuat suasana yang tadinya tenang terasa sedikit hangat.
Arsen dan Jayandra yang saat itu sedang mulai makan hanya mengangguk paham.
Sepanjang makan malam itu Renata terus berbicara menceritakan segala hal dalam hidupnya seperti saat ia bertemu dengan papanya Amerta hingga saat Amerta kecil yang lahir ke dunia, dengan obrolan hangat itu membuat suasana meja makan menjadi sangat hangat, rasanya seperti keluarga.
Arsen yang saat itu merasa bahwa makan malam kali ini begitu menyenangkan karena ia seakan akan berada di keluarganya sendiri, Arsen terus tertawa mendengar Renata yang bercerita tentang Amerta, sementara Amerta yang mendengar itu hanya merasa kesal karena aibnya kini terbongkar di depan Arsen dan juga Jayandra.
Hingga tak lama ponsel Jayandra berbunyi dan memunculkan beberapa notifikasi dari ayahnya. Jayandra mendekatkan wajahnya ke arah Arsen dan mulai berbisik.
"Arsen, papa nyuruh kita pulang" bisik Jayandra dengan wajah khawatir.
Arsen yang mendengar itu menengok lalu kembali menatap ke arah Renata "Bunda maaf, kita pulang duluan ya, soalnya papa nyariin kita" ucapnya dengan nada tak enak.
"wah, ini udah malem juga, yaudah kalian hati hati ya di jalan" ucap Renata dengan lembut.
Mereka berdua berdiri dari kursinya lalu Jayandra mulai berbicara "makasih ya buat makan malamnya bunda, maaf kalau kita ngerepotin" kata Jayandra dengan sopan.
Renata yang mendengar itu tersenyum lembut kemudian mengangguk "iyaa, kalian hati hati ya, jangan ngebut, kapan kapan main lagi ke sini"
"Iya bunda, terimakasih"
ʕっ•ᴥ•ʔっ
Jayandra memarkirkan motornya lalu berjalan ke arah pintu rumahnya di ikuti oleh Arsen yang berada di belakangnya.
Arsen sedari tadi sudah berdoa pada Tuhan agar kali ini ia selamat dari ocehan papanya, karena mungkin saja ia akan habis di tangan papanya karena di kira ia yang sudah membawa Jayandra untuk pulang malam.
Jayandra menarik nafasnya dan mulai membuka pintu rumahnya dan terdiam saat melihat Haris yang sudah berdiri di depan pintu dengan wajah kesal saat melihat Arsen bersamanya.
"Kenapa baru pulang jam segini? Papa dengar dari bibi katanya kalian pergi dari pagi, dari mana saja?" Pertanyaan pertanyaan datang secara bersamaan, seakan akan tidak memberikan ruang untuk mereka menjawab satu persatu pertanyaannya.
"Tadi kita pergi—"
"Ini pasti gara gara Arsen, dia pasti ngajak kamu main sampai larut kayak gini kan?! Besok kalian sekolah, mau jadi apa kalau kalian pulang malam begini?" Tanya papanya yang tiba tiba menyalahkan Arsen.
Jayandra yang mendengar itu merasa bingung dan membantah perkataan papanya "pah, jangan asal nyalahin Arsen, yang ngajak Arsen main itu Jayandra, papa bisa nyalahin Jayandra, karena memang Jayandra yang ngajak Arsen keluar" jawab Jayandra.
Arsen yang melihat itu merasa sedikit khawatir pada Jayandra, karena bisa saja papanya melakukan sesuatu pada Jayandra.
"Ngga, ini salah Arsen, emang Arsen yang ngajak Jayandra main, sampai lupa waktu" jawab Arsen sembari menunduk.
Jayandra yang mendengar itu menatap Arsen bingung, mengapa Arsen mengatakan hal itu? Bukan kah itu salah besar, bisa bisa ia dipukul lagi oleh papanya.
GREB.
Haris menarik tangan Arsen agar lebih dekat dengannya, ia mencengkram kuat tangannya lalu menatapnya dengan tatapan kesal "Kamu kalau mau bodoh ngga usah ngajak ngajak Jayandra, besok dia sekolah, kalau kamu saya ngga peduli besok mau sekolah atau ngga!" Sentak Haris yang semakin kuat mencengkram tangan Arsen.
Arsen yang kini merasa tangannya akan putus meringis perlahan.
"Pah, lepasin Arsen, kasian dia"
"Kenapa kamu belain dia? Jelas jelas dia iri sama kamu, dia mau kamu ikut bodoh kayak dia, Jaya" jawab Haris, lalu kembali menatap ke arah Arsen yang kini mencoba melepaskan cengkraman tangan papanya "Kamu sama kayak ibu kamu tau ga, bisanya cuman merugikan orang lain!" Sentak Haris.
Arsen yang mendengar papanya membawa bawa ibunya dalam masalah ini membuat emosinya semakin menaik, ia mengepalkan tangannya dan mulai memukul wajah papanya tanpa di sengaja.
BUGH.
"Arsen?!"
TO BE COUNTED
KAMU SEDANG MEMBACA
MONOKROM
Fiksi Remaja"Hidup itu tentang putih atau hitam, baik atau buruk, berusaha atau menyerah, dan tiada di antara keduanya"