Seperti biasa, di hari Minggu yang tenang dan tidak ada tugas yang membuat siswa pusing setengah mati, karena hari ini sekolah libur. Seminggu setelah kejadian di rumah sakit, Jay mengajak yang lainnya untuk jalan-jalan keluar di taman hiburan, seraya menghibur kan diri agar tidak stress sewaktu sekolah.
Di saat ini, Phanbin sedang mengeringkan rambutnya dan berdiri di depan cermin, seraya mengatakan bahwa dirinya itu tampan. Memang tak bisa di ungkiri, kalau nyatanya dia juga punya fans di sekolah. Tapi, kepercayaan dirinya itu harus di akhiri, setelah sebuah suara dari luar kamarnya menginterupsi atensinya yang berakhir dengan decakan kesal.
"Aish, siapa yang ngetik pintu, sih? Ganggu orang ganteng lagi ngaca buat jalan-jalan,"
Phanbin menaruh handuk di bahu kanannya, dan berjalan menuju pintu kamarnya untuk mengecek siapa yang mengetuknya. Ia pikir, itu adalah ibunya yang sedang memanggilnya untuk sarapan di bawah.
Namun, sewaktu pintu di buka tiada siapapun di sana. Phanbin mencoba menoleh ke kanan dan ke kiri, sewaktu-waktu jika ada adiknya yang berusaha mengusili nya lagi. Tapi, nihil. Sepi, dan tak ada siapapun. Ia baru ingat, kalau ibu beserta adiknya sedang pergi ke rumah nenek karena kakek sedang sakit.
Karena takut, Phanbin cepat-cepat masuk ke dalam kamarnya dan kemudian terkejut ketika lemari dengan cermin yang ia miliki terdapat tulisan darah, yang secara perlahan mengisi kosongnya hamparan cermin itu.
"Ini sebenarnya kenapa, sih?! Pagi-pagi udah di usilin kek gini!" Ujar Phanbin, mulai panik dan menatap tulisan itu dengan tangan gemetar. Di cermin tersebut, hanya terdapat tulisan dalam Hangul yang berbunyi:
.
.
.[ Empat bunga mati, tertimpa oleh bebatuan
Cahaya redup, di dalam kegelapan
Di dalam hati, kunci di sembunyikan
Bagaikan pengetahuan, di dalam sebuah perkumpulan ].
.
.Karena dia sudah mulai ketakutan akan phasmophobia nya, Phanbin segera menghubungi teman-temannya yang ada di grup dan menyuruh mereka untuk cepat datanga agar bisa menyelesaikan kasus baru ini, sebelum akhirnya pingsan karena ketakutan luar biasa.
•••
"Baru seminggu, udah dapat kasus lagi. Mana tepar lagi nih bocah satu," Ujar Jongwoo, menatap Phanbin terbaring pingsan di kasur miliknya sendiri. Di atas dahinya, sudah terdapat kompress berkat bantuan Matthew yang sigap, beserta Jiiwong yang menutup wajahnya dengan sebuah kain karena tak ingin melihat benda merah itu.
Jay menghela nafasnya lelah. Baru saja ingin beristirahat, berujung kasus baru yang di hadapi secara tak terduga. Sementara itu, Seunghwan bersama Shanbin mencoba untuk memotret tulisan di kaca tersebut, dan mengecek apakah itu darah asli ataupun bukan.
"Amis. Jadi, ini beneran darah." Seunghwan menjawab, dan berjalan menuju wastafel yang ada di kamar mandi untuk membasuh tangannya. Sementara, Shanbin meneliti maksud dari tulisan tersebut bersama Hao di sebelahnya.
"Lebih kayak puisi ga, sih? Hao-hyung?" Hao mengangguk pelan, setelah membaca translate an yang Shanbin berikan padanya karena ia buta dengan tulisan hangul. "Dalam puisi ini, ada maksud tersendiri. Terutama, kata bergaris bawah dan tulisan tebal yang bisa bermakna idiom." Ujar Hao, secara singkat.
Keita yang duduk di sebelah Matthew dan Gunwook pun menoleh ke arah mereka berdua, "Bukannya angka 4 itu dalam sejarah Tiongkok dan Jepang, artinya kematian?" Benar juga. Di kaca itu, terdapat angka 4 yang di tulis secara miring dengan tebal.
"Untuk Jay-hyung sama Jongwoo-hyung, kalian ga bisa ngerasain hantu, gitu? Biasanya, Indra keenam kalian aktif di kejadian kayak gini. Siapa tahu, bisa cari informasi ke mereka." Tambah Junhyeon, memperhatikan duo J yang tingkahnya normal seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Detective Of Boys Planet | Boys Planet
Mystery / ThrillerSMA Boys Planet, merupakan sebuah sekolah yang terletak di kota Seoul, Korea Selatan, yang bisa dibilang termasuk sekolah unggulan yang ada di sana. Kebanyakan, lulusan dari sekolah tersebut meraih prestasi yang luar biasa hebat, berkat bakat serta...