Chapter 15 - Keputusan

722 69 8
                                    

Sepeninggalan Letnan Lee mereka semua kini mulai berdiskusi tentang langkah mereka kedepannya.

"Terlepas dari perkataan komandan pleton, beberapa dari kalian pasti tetap ingin pulang.
Kurasa kita semua harus tetap bersama. Entah itu tetap bersama ataupun pergi bersama." Ucap Youngshin kepada teman-temannya.

"Kurasa tidak akan ada hasilnya jika kita tidak sepakat." Lanjut laki-laki itu memandang wajah teman-teman yang kini memperhatikannya.

"Kalian semua melihatnya tadi. Perkataan komandan peleton benar. Jika kita keluar seperti ini, kita mungkin malah akan menjadi mangsa bola tersebut." Ucap Soocheol.

Dalam hatinya, Jiwoo membenarkan perkataan Soocheol. Bukan dirinya tidak ingin pulang. Akan tetapi jika pulang dengan keadaan seperti ini, tanpa persiapan dan mental yang masih terguncang. Bukankah mereka akan dengan cepat menjadi mangsa bola sebelum sampai ke rumah? Bukankah perjuangan mereka untuk sampai ke rumah akan jadi sia-sia.

"Lebih baik aku tetap di sini daripada mati mengenaskan di luar." Lanjut Soocheol mengakhiri perkataannya.

Jiwoo lantas ikut menjawab.
"Aku setuju dengan Soocheol. Aku tau kalian ingin pulang. Aku pun juga begitu. Tapi bukankah terlalu gegabah untuk kita pulang sekarang? Maksudku, kita bisa pulang setelah memiliki persiapan yang cukup untuk melawan bola itu. Bahkan kondisi mental kita saat ini sangat buruk. Memangnya kalian hari ini sanggup apabila bertemu bola itu lagi? Kalian tidak lihat banyak diantara kita yang masih gemetar ketakutan?" Tanya Jiwoo kepada mereka semua.

"Sial! Apa bedanya jika kita tetap disini? Ayo pergi saja!" Teriak Heerak.

"Kamu dengar ucapan Youngshin tadi? Kita harus bertindak sebagai tim.
Jika dipikir-pikir, semua ini terjadi karena kalian berdua tidak bertindak sebagai tim." Ucap Bora dengan tegas pada Heerak.

Heerak yang tidak terima lantas membalas Bora dengan marah.
"Sialan! Apa yang baru saja kau ocehkan, Yeon Bora?" Heerak berdiri menghampiri Bora seperti mengajaknya untuk bertengkar.

Bora yang melihat tingkah Heerak lantas ikut berdiri.
"Kau ingin aku mengoceh lagi?" Tanya Bora dengan kesal.

"Apa ini saatnya bertengkar?" Pisah Yoojeong kepada keduanya.

Heerak yang tidak terima kini menoleh ke arah Yoojeong.
"Lalu apa? Apa saranmu? Kau ingin aku melakukan apa?" Heerak mendekati Yoojeong seolah menantang gadis itu.

Taeman dengan segera melerai Heerak agar tidak berbuat lebih jauh kepada ketua kelas mereka itu.
"Benar. Itu salah kami. Heerak-a, itu salah kita. Benar, kan?" Tanya Taeman memegang pundak Heerak menenangkan temannya itu.

Tetapi bukannya tenang, Heerak melepaskan pegangan tangan Taeman pada pundaknya. 
"Ah sialan!" Ucapnya dengan marah kembali duduk di bangkunya.

"Teman-teman maafkan aku." Taeman menunduk meminta maaf kepada mereka atas tindakannya bersama Heerak yang memicu terjadinya kejadian yang menimpa mereka tadi.

"Jadi maksudmu, lebih baik tetap disini bersama?" Tanya Hana ditengah keheningan kelas.

"Jangan terlalu ekstrem. Mari kita dengar pendapat semua orang." Kata Yoojeong mulai mengkondisikan kelas.

"Dengar pendapat semua orang? Untuk apa?" Teriak Heerak sambil memukul loker dibelakang kelas.
"Ambil suara saja. Entah kita akan pergi atau tinggal." Lanjut laki-laki temperamental itu.

Pada akhirnya Yoojeong mengalah dan menuruti keinginan Heerak.
"Baiklah, mari kita putuskan untuk mengangkat tangan." Ucap Yoojeong.

"Siapa yang merasa kita harus pulang?" Tanya Yoojeong kepada semuanya.

Trust Between Us - Duty After School X ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang