"Wan iki muleh e piye? Motorku melbu jurang aku ora iso njupuk kimau." (Wan ini pulangnya gimana? Motorku masuk jurang aku nggak bisa ngambil tadi)
"Lah terus piye? Mosok mlaku." (Lah terus gimana? Masa jalan?)
"Bonceng papat ae motor e Bagas." (Bonceng empat saja pakai motornya Bagas) jawab Arga.
"Matamu, motorku ae ra ono bensin e." (Matamu, motorku saja nggak ada bensinnya)
"La bukane kowe mau tuku?" (La bukannya tadi kamu beli?)
"Ilang melbu jurang, wes pasrah ae lah. Apes tenan dino iki." (Hilang masuk jurang, dah pasrah aja lah. Apes banget hari ini)
Waktu magrib telah tiba, mereka semua masih berada di rumah kakek tua itu. Di sisi lain kakek itu menyuruh Ridwan untuk pergi pulang sebelum hari esok tiba.
Ridwan bersama temanya pun bingung, bagaimana cara mereka pulang sedangkan musibah baru saja menimpa.
"Mbah nek mboten ngrepotne, nginep teng mriki purun nopo mboten?" (Mbah kalau tidak merepotkan, menginap di sini boleh atau tidak?) tanya Ridwan kepada kakek itu.
Kakek itu pun mendekat ke Ridwan dan berbisik ketelinganya. "Nek kowe ora muleh saiki, kowe bakal kaget le. Ora popo, sekabehane bakal selamet. Percoyo karo gusti Allah, ojo rungokno omongan-omongan lan ganguan sing ngrusak keyakinanem." (Kalau kamu tidak pulang sekarang, kamu bakal kaget nak. Tidak apa-apa, semuanya akan selamat. Percaya sama Allah SWT, jangan dengarkan omongan-omongan dan gangguan yang merusak keyakinanmu)
Kakek itu memberi satu lentera untuk menjadi penerang mereka di jalan pulang nanti. Saat mereka keluar dari rumah kakek itu, motor Bagas yang berada di depan pun tiba-tiba menghilang. Mereka semua bingung kemana perginya motor Bagas itu.
"Loh motorku nandi kok ilang?" (Loh motorku dimana kok hilang?)
"Dicolong wong yo?" (Diambil orang ya) kata Arga.
"Ora ono bensin e kok iso dicolong." (Nggak ada bensinnya kok bisa dicolong)
Kakek itu pun kembali keluar dan memberi sesuatu kepada Ridwan.
"Le iki kalung e bapakmu, mbah sing nggawe. Tapi saiki kanggo awakku. Simpen yo le. Wis ndang muleh mugo selamet. Mbah sepurane ora iso ngeterke." (Nak ini kalungnya bapakmu, mbah yang buat. Tapi sekarang buat kamu. Simpan ya nak. Sudah cepatlah pulang, semoga selamet. Mbah maaf nggak bisa mengantarkan)
"Matur suwun mbah, mboten nopo-nopo. Kula sampun kalih kanca-kanca." (Terima kasih mbah, tidak apa-apa mbah. Saya sudah bersama teman-teman)
Kakek itu pun kembali terdiam, setelah itu mereka pun pulang dengan berjalan kaki.
Malam itu bertepatan dengan Malam Satu Suro, malam yang dianggap sakral dan keramat oleh sebagian masyarakat jawa. Banyak pantangan-pantangan terutama larangan keluar rumah pada saat malam itu.
"Wan, ngroso gak? Mbah-mbah mau kok sue-sue aneh yo." (Wan, ngerasa nggak? Mbah-mbah tadi kok lama-lama aneh ya?) tanya Bagas.
"Aneh piye?" (Aneh gimana?) tanya Ridwan balik padahal ia juga merasakan hal yang sama.
"Yo eneh ae." (Ya aneh saja)
" Iyo, podo. Aku yo ngroso ngunu." (Iya, sama. Aku juga merasa begitu) sahut Dika.
![](https://img.wattpad.com/cover/276896239-288-k895063.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MALAM SATU SURO [TAMAT]
Short Story[CERITA PENDEK] Malam Satu Suro, siapa yang tak kenal dengan malam itu. Malam yang dianggap mistis, sakral, dan keramat oleh sebagian besar masyarakat jawa. Bercerita tentang sekelompok pemuda desa yang ingin merantau ke luar kota. karena akan bert...