8. Kakek Tua

407 18 0
                                    

"Assalamu'alaikum, permisi." (Assalamu'alaikum, permisi)

Karena masih tak ada jawaban dan waktu sudah mendekati senja mereka pun kembali melanjutkan perjalanan pulang agar tidak terlalu lama di Alas itu.

Saat mereka sudah berada di atas motor dan hendak pulang, dari depan mereka terlihat seorang kakek tua membawa kayu bakar dan menghampiri mereka.

Kakek itu tersenyum dan masuk ke dalam warung itu. Sepertinya kakek tua itu adalah pemiliknya.

Mereka pun kembali turun dan kembali menuju ke warung untuk menemui kakek itu.

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsallam, monggo pinarak." (Wa'alaikumsallam, silakan duduk!) perintah kakek itu.

"Ngapunten e mbah, njenengan sing gadhah warung niki nggeh." (Maaf ya mbah, mbah yang punya warung ini ya?) tanya Ridwan kepada kakek itu.

"Iyo le."

Akhirnya mereka pun berhasil menemui si pemilik warung itu. Saat itu juga mereka makan dan minum di warung kakek sambil mengobrol sejenak.

"Gorengan e mantep mbah." (Gorenganya mantap mbah) puji Arga sambil memakan beberapa gorengan di depannya.

Kakek itu hanya tersenyum sambil memandangi wajah mereka semua. Sepertinya kakek itu senang karena mungkin selama berada ditempat itu ia kesepian dan tak ada yang menemaninya.

Tidak lama berada di sana akhirnya mereka semua pun izin pamit untuk kembali melanjutkan perjalanan pulang.

"Mbah matur suwun, badhe pamit riyen." (Mbah terima kasih, mau pamit dulu) ucap Ridwan.

Kakek itu terdiam dan memegang wajah Ridwan dengan kedua tangannya. Tiba-tiba kakek itu menangis dan memeluk Ridwan dengan sangat erat.

"Anakku." ucap kakek itu.

"Maksud e nopo nggih mbah?" (Maksudnya apa ya mbah?) tanya Ridwan kebingungan dengan apa yang telah diucapkan kakek itu.

"Kowe mirip karo wong sing wis nulungi mbah. Tapi saiki mbah wis ora tau ketemu karo wong iku maneh." (Kamu mirip sama orang yang pernah menolong mbah. Tapi sekarang mbah sudah tidak pernah bertemu orang itu lagi) jelas kakek itu.

"Sinten mbah?" (Siapa mbah?) tanya Ridwan penasaran.

"Arjo."

"Pak Arjo kan kui kan bapakmu wan, opo sing dimaksud kui bapakmu?" (Pak Arjo kan bapakmu wan, apa yang dimaksud itu bapaknu?) tanya Bagas kepada Ridwan.

"Mbah niku namine bapak kula." (Mbah itu nama bapak saya) perjelas Ridwan.

"Iyo le mbah ngerti, kowe mirip tenan karo bapakmu. Bapakmu nandi, mbah kangen karo bapakmu." (Iya nak mbah tau, kamu mirip sekali sama bapakmu. Bapakmu dimana? Mbah kangen sama bapakmu)

"Ngapuntene mbah, bapak sampun dipundut kalih gusti Allah." (Maaf mbah, bapak sudah diambil sama Allah SWT)

Saat mendengar berita itu, kakek itu benar-benar terkejut dan kembali memeluk Ridwan sambil meneteskan air mata.

Ia memberitahu Ridwan kalau bapaknya itu sering mampir kesini dan menemani kakek itu dikala sendirian. Begitu baik orang tua Ridwan sampai-sampai kakek itu menganggapnya sebagai anak.

"Ngapunten nggih mbah, badhe langsung balik riyen." (Maaf ya mbah, mau langsung pulang dulu) Ucap Bagas.

"Iyo le, sing ati-ati. Wis ndang mantuk sak urung e magrib." (Iya nak, yang hati-hati. Pulanglah sebelum magrib)

Mereka pun berpamitan kepada kakek itu dan kembali menaiki motor mereka untuk kembali pulang. Namun ada kendala pada motor Bagas. Motornya tiba-tiba tidak bisa dinyalakan.

"Duh, gino iki." (Duh kenapa ini?) ucap Bagas sambil mengecek keadaan motornya itu.

"Piye gas?" (Gimana gas?) tanya Dika.

"Oalah bensin e entek, terus piye ki?" (Oalah bensinnya habis, terus gimana ini?)

"Yo kudu balik ning dalan raya neh, mumpung urung adoh." (Ya harus balik ke jalan raya lagi, mumpung belum jauh) kata Dika.

"Mbah ngapuntene enten botol nopo mboten? Badhe tumbas bensin." (Mbah maaf ada botol atau tidak? Mau beli bensin) tanya Bagas kepada kakek itu.

Kakek itu pun memberi Bagas botol kosong untuk diisi bensin dipom dekat jalan raya sana. Karena motor Bagas ada masalah, ia pergi dengan menggunakan motor Arga dan pergi berdua bersamanya. Sementara Ridwan bersama Dika masih berada di warung kakek itu.

Sambil menunggu kedatangan mereka berdua, Ridwan numpang sholat di rumah kakek itu bersama Dika. Rumah yang amat sederhana dan kecil itu menjadi tempat beristirahat si kakek yang hidup sendirian.

Setelah sholat mereka pun kembali ke warung itu. Namun Ridwan merasakan ada yang aneh dengan kakek itu.

***

"Mas saiki jam piro?" (Mas sekarang jam berapa?) tanya Bagas kepada petugas pom.

"Jam 5 mas." jawab petugas pom itu.

Setelah membeli bensin, Bagas dan Arga pun segera kembali untuk menemui Ridwan dan Dika. Arga mengendarai motornya dengan sangat cepat karena sebentar lagi mendekati waktu magrib.

"Ga iso luwih cepet ora, aku wedi nek kene urung teko omah sak urung e surup." (Ga bisa lebih cepat nggak? Aku takut kalau kita belum sampai rumah sebelum senja) tanya Bagas.

"Iki wes cepet." (Ini sudah cepat) jawab Arga sambil mengendarai motornya itu.

"Eh kene aku ae sing nyetir." (Eh sini biar aku saja yang bawa) ucap Bagas.

"Wes to meneng ae, ojo kakean omong." (Dah lah diam saja, jangan banyak omong) tegas Arga.

Tiba-tiba seekor anjing hitam melintas di depan mereka. Arga pun oleng dan membanting setir hingga akhirnya mereka terpental dan masuk ke dalam jurang.

***

"Wan, Arga karo Bagas kok urung teko yo." (Wan, Arga sama Bagas kok belum datang ya) tanya Dika dengan wajah penuh kekhawatiran.

"La iyo, wes surup iki. Haduh raiso muleh tenan iki." (La iya, sudah senja ini. Haduh gabisa pulang ini)

"Wes magrib, warung iki arep mbah tutup. Ayo pindah ning omah ae." (Sudah magrib, warung ini mau mbah tutup. Ayo pindah ke rumah saja) ajak kakek itu.

Mereka duduk di dalam rumah kakek itu sambil menunggu kedatangan Arga dan Bagas.

Kakek itu menyuguhkan teh hangat di atas meja, dan saat itu juga Dika berdiri dan membuka pintu rumah kakek itu. Mereka melihat Arga dan Bagas berdiri di depan pintu itu.

"Arga, Bagas, kondi ae kok sue men." (Arga, Bagas, kemana saja kok lama sekali) tanya Ridwan yang juga menghampiri mereka di depan pintu.

"Iki ko gara-gara Arga nyetir ora tenanan malah nyungsep ning jurang." (Ini lo gara-gara Arga nyetir nggak beneran malah nyungsep ke jurang) jawab Bagas.

"Aku neh, enek asu kimau lewat kaget aku." (Aku lagi, ada anjing tadi lewat kaget aku) ucap Arga.

"Delok ki wes magrib, ayo melbu ora apik magrib-magrib ning njobo." (Lihat ini sudah magrib, ayo masuk nggak baik magrib-magrib di luar) ajak Ridwan masuk ke dalam rumah kakek itu.

Mereka semua pun duduk sambil menikmati teh yang disajikan oleh kakek tadi. Sementara kakek itu dari tadi hanya terdiam dan tak bicara sedikit pun.

-NEXT-

•Jangan lupa follow agar tidak ketinggalan kisah-kisah horor lainnya ya.
•Bantu support dengan klik bintang (vote) di bawah, thank u.

MALAM SATU SURO [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang