pak kiai

46 8 6
                                    

Perkenalkan aku putri syila, anak ke 1 dari 3 bersaudara, dan sekarang aku sedang dalam masa pengabdian di pondok pesantren yang aku pondoki dulu.

   Seperti biasa pagi hari yang sudah di suguhkan dengan berbagai cerita,kami  membicarakan hal yang sedikit meluntur pada saat itu bercanda layaknya santri lain lalu tiba-tiba temanku maira berkata.

"Ukhti nanti kalo mau punya anak berapa sih tar?"

Ucapnya tiba tiba lalu di saut oleh Sintia.

"2"

Ucapnya kami sedikit bengong disana karena jawabannya tak sesuai ekspetasi, wajar menurutku karena dia adalah salah satu temanku yang ngebet nikah muda.

"Puluh"

Jawabnya lagi,  sontak suara
tawa kami menggemakan ruangan, melihat jawaban yang di lontarkan oleh Sintia,namun hal itu membuat kami lega, yang menandakan bahwa Sintia masih teman kami yang normal akan cita-citanya yang nikah muda dan memiliki banyak anak.
  Tiba-tiba anak pak kiai berlari ke arah hujroh(kamar) kami yang sedang berkumpul dengan nafas yang terengah-engah.

"Teh kata bapak kesini dulu"

Ucapnya, kami saling memandang  satu sama lain, temanku Isah berkata pada de ILMA(anak pak kiai).

"Teh syila"

Ucapnya aku sedikit terkejut karena aku takut aku melakukan sebuah kesalahan,wajar karena  jarang sekali pak kiai memanggil kami secara perorangan.

"Teh cepet kata bapak"

Ucap de ilma lagi-lagi aku kemudian memakai jaurob dan keluar, aku melihat pak kiai yang sedang duduk di bale-bale kesayangannya itu seraya melihat handphonenya cukup lama.

"Asalamualikum pak"

Ucapku.

"Walaikumsalam"

Jawab pak kiai.

"Ayo silahkan duduk"

Ucap pak kiai seraya tersenyum mempersilahkan ku duduk.

"Sebelumnya maaf pak ada apa yah saya di panggil kesini? Apakah saya melakukan kesalahan yang fatal?"

Ucapku ragu, pak kiai tersenyum sedikit.

"Tidak, maksud bapak memanggil kamu kesini karena bapak ingin memberikan penawaran untuk kamu"

Ucap pak kiai santai namun serius, dalam hati langsung ku berkata"mau apa ini?penawaran apa ini?" ucapku penuh dengan kebimbangan dan rasa gelisah.

"Jadi bapak mau jodohkan kamu sama anak teman, anaknya ustadz hasan kamu mau?"
"Menurut bapak, bapak yakin kamu sudah siap tapi kalau kamu butuh waktu bapak bisa kasih kamu waktu selama 3 hari nanti bapak tunggu jawaban kamu"

Ucap pak kiai yang membuatku mematung di tempat, tiba tiba anak pak kiai yang bungsu menangis ingin pulang dan pak kiai pun pulang aku pun  kembali ke hujroh.

             "Darkkkkk!!"

Suara pintu begitu menggelegar teman-temanku yang hendak tidur pun kembali terbangun terkejut.

"Apa sih syil ngagetin"

"Heem ngarewaskeun wae"

"Untung teu jantungan"

Ucap temanku yang terkejut, aku melihat mereka dengan expresi sedih,khawatir dan gelisah akan hal yang barusan pak kiai sampaikan.

"Kalian tahu gak sih aku mau di jodohin"

Ucapku pada mereka sebagian dari mereka ada yang terbangun kembali ada juga yang tak percaya akan hal yang aku sampaika.

"Kalo mau becanda jangan keterlaluan deh"

Ucap temanku Tuti.

"Aku gak boong"

Ucapku meyakinkan mereka, sontak saja temanku terbangun seraya melihatku syok.

"Jadi aku harus gimana?"
"Terima apa jangan?"

Ucapku lagi-lagi teman-teman ku langsung mengerutkan halis, terlihat juga dari wajah mereka yang khawatir dan gelisah, karena mereka tau bagaimana kondisi keluargaku jadi mungkin mereka juga khawatir akan kondisi mental ku yang cukup tak baik di keluargaku apalagi ini soal membangun keluarga.

Tiba-tiba Ica berkata.

"Kalo menurut aku sih fikir-fikir dulu soalnya kan kamu juga yang nanti bakal ngajalaninya, Sama kamu fikir-fikir dulu kamu udah siap apa belum kalo siap ya terima kalo enggak ya jangan kebahagiaan kamu lebih berharga dan penting"

Ucap Ica yang memberikan solusi cukup baik, namun di sisi lain Isah juga berkata.

"Tapi menurut aku, pak kiai gak bakalan jodohin kamu sama laki-laki yang gak bener, seenggaknya pak kiai udah yakin kalo laki-laki nya baik buat kamu, dan jugaa gak enak jugakan kalo nolak pak kiai udah yakin loh sama kamu"

Ucap isah yang memang itu juga benar.

"Iah juga sih"

Ucapku ragu, lalu tiba-tiba Sintia berkata.

"Yaudah terima ajalah, gak papa kamu duluan yang penting kalo udah itu kasih tau rasanya gimana yah?"

Ucap Sintia watados Isah melihat ke arah Sintia cukup sinis seraya berkata.

"Udahan-udahan ah bubar bubarrrrr"

Ucap isah, alhasil Sintia juga melihat Isah sedikit kesal lalu memeluk guling yang sedari tadi ada di sampingnya.

  

TAKDIR YANG TERPILIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang