"Pah, jangan jauh-jauh dong!" Yuni berlari mengejar Anto. Laki-laki itu terus saja menghindarinya.
Pasangan suami istri itu sedang berolah raga, jalan kaki mengitari komplek perumahan mereka. Yuni ingin mereka saling berpegangan tangan selama melakukan aktifitas jalan sehat tersebut. Namun Anto terus saja menghempaskan tangannya. Laki-laki itu memang paling tak suka menampakkan kemesraan di tempat umum.
.
Setelah kejar-kejaran beberapa waktu, akhirnya Yuni berhasil meraih tangan Anto. Suaminya itu hanya bisa pasrah.
"Kenapa sih Mamah kayak gini?" tanya Anto. Sikap Yuni ini memang tak biasa.
"Biar romantis, Pah," jawab Yuni. "Aku suka lihat orang-orang pegangan tangan sama pasangannya, kayaknya romantis banget."
Dua bola mata Anto berputar mendengar penjelasan Yuni.
Setelah beberapa menit sukses berpegangan tangan, Yuni melepas genggamannya.Anto menatap sang istri, "Kok dilepas?" tanyanya, heran.
"Gak enak ternyata," jawab Yuni.
Anto mengernyit, lalu menganga. "Gak enak? Maksudnya? Pegangan tangan sama aku gak enak, gitu?" Ayah dua anak itu melayangkan tatapan tak terima.
"Bukan ... bukan gitu." Yuni mengibaskan tangan. "Gak enak dilihatin orang-orang, Pah. Takutnya nanti, yang lihat ternyata baru kehilangan suaminya terus dia jadi sedih karena lihat kita pegangan tangan. Atau takut yang lihat masih jomblo, lagi ngarep-ngarepnya dapet jodoh, pas lihat kita pegangan tangan jadi mengeluh dan mempertanyakan keadilan dan kasih sayang Allah."
Anto menatap takjub sang istri. Tak mengira di otaknya bisa ada pemikiran sejauh itu. "Sesekali gak apa-apa kali, Mah. Biar kita gak lupa, kalau gak lagi jalan sendirian. Nanti kalau Mamah hilang, gimana?" Anto berseloroh. Yuni terkekeh mendengar hal itu.
Setelah memutari komplek sebanyak sepuluh kali, mereka mendatangi gerobak tukang bubur ayam. Di belakang gerobak tersebut ada tenda terpasang untuk pelanggan yang makan di tempat.
"Bang!" Yuni memanggil penjual bubur. "Satu aja ya! Makan di sini!"
"Kok pesannya satu? Kan kita berdua?" tanya Anto.
Yuni berbisik di telinga suaminya itu, "Mamah maunya kita sepiring berdua, Pah?"
"Biar apa? Biar romantis?"
Yuni mengangguk seraya tersenyum jenaka. "Kemarin aku lihat postingan temenku, dia makan sepiring berdua sama suaminya, romantis banget, Pah."
"Nanti gak enak dilihat orang-orang."
"Gak apa-apa, kan kita di dalam tenda, jadi gak ada yang bakal lihat."
Anto mengernyit, heran. Tapi ia memilih untuk mendiamkan saja sikap Yuni tersebut.
.
Duk! Dua dahi itu berantuk.
Yuni dan Anto kompak mendesis seraya mengelus dahi masing-masing.
Ternyata makan sepiring berdua penuh perjuangan. Dahi mereka jadi sering bertemu selama makan.
"Repot ah, makan berdua gini!" Anto protes, "mending pesen sendiri-sendiri!"
"Tapi 'kan biar romantis, Pah." Yuni menyanggah, tak terima. Lagi-lagi Anto hanya bisa memutar dua bola matanya.
Aktifitas makan bubur itu berlangsung tidak sampai dua menit. Bubur satu mangkok ludes tak tersisa. Bagaimana tidak? Kan yang makan berdua.
Setelah makan bubur, mereka berjalan pulang. Namun, tiba-tiba saja Yuni mempercepat langkah saat hanya tersisa beberapa blok dari rumah mereka.
"Kok buru-buru amat sih?" tanya Anto.
"Cepetan jalannya, Pah! Mamah udah gak tahan!"
Anto mempercepat laju kaki, menyejajari langkah Yuni, "Gak tahan kenapa?" tanyanya, heran.
"Gak tahan mau masak mie, perut Mamah masih lapar."
"Hah?!"
"Kayaknya, kita gak cocok romantis-romantisan pake cara makan sepiring berdua kayak tadi, kita cari cara lain ajah!" Yuni bicara dengan nafas terengah-engah.
Langkah Anto terhenti. Laki-laki itu lantas tertawa, "Dasar Yuni jelek ...!" katanya seraya memandang gemas sang istri.
Yuni terkekeh mendengar gerutuan suaminya itu.
.
Makan sepiring berdua memang romantis, tapi bikin perut meringis..
Selesai.
Salam sayang
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Nyebelin Aku Ngeselin (kumpulan cerpen drama rumah tangga)
RomanceKehidupan rumah tangga memang penuh suka duka. Begitu juga kehidupan rumah tangga Anto dan Yuni.