Jangan Mengeluh di Dekat Suami

17 6 1
                                    


Pagi itu Yuni sedang berada di kamar anak-anaknya. Zaki, si anak bungsu sedang dipakaikan baju. Ibu dan anak itu akan berkunjung ke posyandu yang bertempat di kediaman ketua RW.Sepuluh menit kemudian, Yuni keluar dari rumahnya menggandeng tangan mungil sang anak.Terlihat beberapa ibu muda sedang menggendong bayi mereka di halaman rumah Pak RW.

Di sudut halaman terdapat meja yang di atasnya terhampar berbagai macam alat-alat kesehatan. Bu RW sedang berbincang dengan petugas dari puskesmas.

"Eh, Mbak Yuni lagi hamil lagi ya?" Bu Honggo, tetangga Yuni yang bertanya.

"Ah, enggak, Bu," jawab Yuni sambil melihat perutnya sendiri.

"Oh, habis perutnya kelihatan gen.. -Bu Honggo melipat bibirnya- Maaf, Bu. Saya permisi." Wanita itu menundukkan kepalanya lalu pergi.

Tinggalah Yuni dengan rasa kesal di hatinya, dia tahu Bu Honggo hanya keceplosan bicara, tidak berniat body shaming. Tapi tetap saja Yuni merasa kesal.

Ah! Kebetulan sekali, terlihat timbangan di pojok beranda rumah ketua RW.

"Bu RW, saya boleh menggunakan timbangan itu?"

"Oh, silahkan Bu, ini memang timbangan yang disediakan untuk digunakan warga."

Yuni bergegas menaiki benda berbentuk kotak tersebut. "Aaa...!" Terdengar teriakan kencang di seantero rumah ketua RW.

Suasana yang tadinya riuh jadi senyap seketika. Semua orang menatap Yuni yang tanpa sadar telah melompat dari timbangan.

"Ada apa, Bu Yuni? Sakit?" Bu RW bertanya, dia terlihat khawatir.

"Ah, enggak kok, hehe. Maaf Bu RW, maaf ibu-ibu." Yuni merasa sangat malu dengan kelakuannya sendiri, dia meminta maaf pada Bu RW dan semua yang hadir di tempat itu.

"Ini, Bu. Minum dulu." Seseorang membawakan air mineral untuk Yuni.

"Duduk dulu, Bu." Seseorang yang lain membawakannya bangku.

Dia benar-benar diperlakukan seperti orang sakit. Ah! ini konyol.

Setelah kegiatan di Posyandu selesai, Yuni bergegas pulang.

Di rumah, ia segera bermain dengan gawainya. Di sebuah situs pencarian online wanita itu mengetik 'cara mengecilkan perut buncit'.

Yuni membaca beberapa artikel, salah satunya yang berjudul 'Hindari Makan Sebelum Tidur'.Di sana dijelas kan bahwa selain menyebabkan lemak pada perut, terlambat makan dan berbaring setelah kenyang dapat meningkatkan risiko terkena refluks asam lambung dan gangguan pencernaan. Hal itu terjadi karena perubahan gravitasi, sehingga tubuh tidak mampu menarik makanan di perut menuju ke bawah.

Untuk mencegah kondisi ini, sebaiknya makan lebih sedikit makanan di malam hari, dan jangan berbaring setidaknya selama tiga jam setelah makan malam. Kalau memungkinkan, makanlah beberapa buah-buahan jika merasa sedikit lapar di malam hari, daripada mengonsumsi makanan-makanan manis.

"Ah, ini mudah," kata Yuni, pikirnya, dia hanya tidak perlu makan nasi saat makan malam.

Maka, pada pukul tujuh malam hari itu, saat anak-anak dan suaminya lahap menyantap hidangan makan malam mereka, Yuni hanya memakan sepotong ayam goreng dan dua buah jeruk.

Dua jam kemudian perut wanita itu terasa seperti sedang meronta-ronta. Rasa lapar begitu meraja lela.

"Duh! kok lapar ya?" Dia bergumam.

"Mamah lapar? Tadi bukannya udah makan?" tanya Anto suaminya.

Yuni kaget mendengar suaminya bertanya, tadi sebenarnya dia bicara pada dirinya sendiri, tapi karena Anto berada tepat di sisinya, terdengar juga di telinga laki-laki itu.

"Ah, enggak, Pah. Enggak lapar kok. Hehe."

"Jangan bohong! Tadi Papah denger jelas banget Mamah ngomong 'laper' sambil pegangin perut. Tuh! sekarang juga Mamah masih pegang perut."

Sontak Yuni menjauhkan tangan dari perutnya.

"Makan sana!"

"Enggak, Pah, tadi aku udah makan."

Anto menatap Yuni dengan pandangan menyelidik, kemudian dia berdiri dan berjalan menuju dapur.

Suami Yuni itu mengambil piring, lalu membuka magicom. Dia menyendok nasi dua kali dan meletakkannya ke atas piring. Lalu, ia menambahkan sepotong ayam goreng sisa makan malam tadi.

"Nih, makan!"

"Enggak, Pah. Mamah gak mau makan. Enggak laper kok." Yuni bersikeras menolak sepiring nasi dan ayam goreng yang dibawa suaminya itu.

Anto merasa jengah, dia pantang membiarkan istrinya tidur malam dalam keadaan perut lapar. "Bisa kualat kamu nanti!" Itu kata ibu yang melahirkannya.

"Aaa...."

Karena Yuni tak kunjung menyentuh makanan itu, Anto berinisiatif menyuapinya.

Yuni menutup mulut, "Mmmm." Dia mengeleng-gelengkan kepala tanda tak menghendaki suapan sang suami.

"Makan! Kalau suami bilang makan, ya makan! Dosa loh, gak nurutin perintah suami."

Yuni merasa takut diancam seperti itu.

"Ya, udah." Dia membuka mulutnya, lalu mengunyah dengan ekspresi sedih, beberapa bulir bening jatuh dari matanya.

"Udah enggak usah terharu, sampai nangis segala. Aku emang suami yang perhatian. Mau gimana lagi?! Kamu bersyukur aja!" Anto bicara dengan penuh rasa percaya diri.

Yuni memang menangis, bukan karena terharu, tapi karena teringat perkataan Bu Honggo, dan angka yang ditunjukkan oleh timbangan Bu RW. Hiks.

Selesai.

Kamu Nyebelin Aku Ngeselin (kumpulan cerpen drama rumah tangga)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang