9

124 22 2
                                    

Hujan turun dengan derasnya, membuat suasana makan malam Lia hari ini terasa lebih nikmat. Kimchi jigae mengikuti resep youtube dengan nasi hangat sebagai temannya duduk di sisi jendela. Senyumnya merekah, menghirup aroma makanan yang masih panas ditemani suara hujan.







"Selamat makan!"









Lia menyendok kuahnya namun dari sudut matanya dia malah melihat seseorang yang membuatnya terdiam. Seseorang yang berjalan di tengah hujan dan berhenti melangkah. Menatap sebuah kertas di tangannya membuat Lia mengerutkan alis. Kamarnya memang terletak paling pinggir sehingga jalan perumahan yang menjadi pemandangannya dari lantai 3 kontrakan itu.









"Dasar aneh..." Batinnya sambil melanjutkan makannya. Sesekali dia melirik orang tadi yang masih nampak terdiam.









"Apa dia sedang banyak masalah sampai sengaja kehujanan?"










Lia membulatkan matanya saat melihat dua orang pria lain mendekatinya dan menodongkan pisau ke arah pria tersebut yang mulai melangkah mundur.









"Sial!"










Segera ia berlari keluar kamar bahkan hingga lupa memakai alas kaki. Seberapa dinginpun dia sekarang, dia tetaplah manusia yang menghargai nyawa orang lain.












Menuruni anak tangga secepat yang ia bisa, melewati orang-orang yang kebetulan lewat dan menatapnya aneh lalu keluar dari gedung kontrakannya. Sedikit lagi...








































Bugghh...!!













Satu orang lagi menoleh saat melihat temannya yang hampir melayangkan pisau ke arah pemuda incaran mereka ditendang oleh seseorang hingga tersungkur.









"Kau gadis kecil!"










"Menjijikkan!"













Lia langsung menghindar saat pria satunya hendak memukul lalu mengait kakinya hingga pria itu terjatuh dengan bokongnya. Jatuhnya cukup keras dan Lia pastikan tulang ekornya akan terasa nyeri.
















Diraihnya sebuah kursi lipat usang di sisi tembok tumpukan barang bekas dan mengangkatnya tinggi ke arah dua pria itu.









"Pergi atau aku patahkan tulang kalian!" Ancam Lia hingga membuat kedua pria itu berlari juga dari sana meninggalkannya dengan pemuda tadi.









"Dasar tikus jalanan!"






Dilemparnya kursi itu kembali ke sisi tembok dengan senyum miringnya menatap ke arah kepergian dua pria tadi.












"Lia?!"














Tubuh Lia kaku di tempat mendengar suara yang menyebut namanya itu. Bukan hanya karena orang itu mengenalnya, tapi juga karena suara yang tak asing bagi Lia.










Gadis itu berbalik dan benar seperti dugaannya.










Jaemin, sang kakak yang ternyata dia katai karena kehujanan lalu ia selamatkan tadi tengah menatapnya dengan tatapan sama kagetnya. Sedetik kemudian, ia tersadar dan wajahnya kembali dibuat sedatar mungkin lalu berpaling hendak pergi hingga suara Jaemin menghentikannya.











"Terimakasih..."










Lia mengepalkan tangannya tanpa menoleh lagi.









"Hhmmm... Pergilah dari sini jika ingin nyawa anda aman..."







Setelahnya Lia benar-benar melangkah pergi meninggalkan Jaemin yang melihatnya memasuki gedung kontrakannya lagi. Tatapannya nampak penuh rasa bersalah sekaligus rindu pada adiknya itu. Namun sedikit senyuman terukir di wajahnya.




Setidaknya, dia tahu dimana adiknya tinggal. Meskipun bangunan itu nampak tak besar dan terkesan sederhana sekali. Jarak antara jendela satu sama lain cukup dekat yang bisa Jaemin perkirakan ukuran kamarnya juga tak terlalu luas.









"Kau memang sudah berubah, Lia. Kau jauh lebih dewasa dan kuat. Kau sama sekali tak membutuhkan perlindungan lagi..."Batin Jaemin sambil menatap benda di tangannya. Itu bukan surat, melainkan sebuah foto. Foto sang adik di hari ulang tahunnya yang ke 17 tahun lalu dan beberapa hari lagi Lia akan berulang tahun ke 18. Itu sebabnya Jaemin merasa uring-uringan hingga berjalan tanpa arah sampai tiba di tempat itu.











Jaemin tersenyum lalu berbalik pergi menelusuri jalan yang tadi dilewatinya untuk kembali ke mobilnya. Sementara tanpa dia sadari, Lia sebenarnya belum pergi. Gadis itu hanya bersembunyi di balik tembok tangga dan menahan isakannya.






Ya, dia sudah menangis. Dia menangis karena rindu. Tapi ego dan rasa bencinya jauh lebih besar dari kerinduan itu sendiri. Dia sangat menyayangi Jaemin. Kakak satu-satunya yang dulu bahkan siap memberikan seisi dunia untuknya. Tempatnya berkeluh kesah dan merengek setiap orang tuanya tak mau menuruti keinginannya hingga Jaemin lah yang harus turun tangan memohon pada orang tuanya.







Semanja itulah Lia dulu. Seakan seluruh dunia bisa didapatkannya. Namun roda memang selalu berputar hingga meletakkannya di titik terendahnya sekarang. Berjuang sendiri, seperti anak jalanan tanpa keluarga. Menghadapi kerasnya dunia hanya untuk bisa mempertahankan hidupnya.








Tubuhnya yang menyender di tembok tangga bahkan mulai merosot karena kakinya yang gemetar ingatan bagaimana penderitaan dan lelahnya dia selama ini. Hingga satu tarikan tangan membawanya pada dekapan hangat dalam kondisi tubuhnya yang basah kuyup. Lia cukup kaget hingga dirinya mengingat aroma itu. Aroma parfum yang masih jelas teringat olehnya.





































Mingyu.












Tangan pria itu mendekap dan mengusap pucuk kepalanya menenangkan yang lebih muda. Dia tahu, sangat berat bagi Lia bahkan untuk memaafkan semuanya.










"Tenanglah... Aku disini. Menangis lah sepuasmu hari ini dan tersenyumlah selebar mungkin esok hari..."










Lia mengangkat tangannya dan meremat kemeja yang Mingyu gunakan lalu terisak kencang. Mingyu pun mempererat pelukannya bahkan ikut duduk di tangga dan dengan mudah mengangkat Lia keatas pangkuannya. Memangku gadis itu seperti bayi karena faktanya memang itulah sifat asli si gadis yang dia tutupi selama ini.










"Ssstt... Aku disini... Kau tak sendiri lagi..."
























.
.
.















Up 4 cerita ya? Gapapa kan?
Ganti yang kemarin gak upload soalnya...











Home |✓|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang