"Apa kau sudah makan?"
Adalah satu-satunya kalimat yang mampu Jihyo suarakan pada sosok itu sesaat setelah pintu apartemen mereka terbuka. Seminggu sudah sejak Namjoon pulang dan menangis sembari bertanya alasan perempuan itu mengkhianati lalu menyakitinya begitu banyak. Namjoon benar-benar mendiaminya. Lelaki itu seperti kehilangan semua kalimat yang ada di dalam kepala. Pertanyaan demi pertanyaan yang bermunculan atau bahkan makian yang mungkin sudah siap Jihyo dengar darinya.
Semua berubah. Kehidupan monoton milik Jihyo kini berubah. Dia tidak tahu harus bersyukur atau malah menangis sembari bersungkur memohon maaf pada Tuhan atas ketidakpuasan dirinya pada hidup yang sudah Tuhan berikan untuknya. Kehidupan sebagai seorang ibu rumah tangga yang benar-benar fokus mengurus rumah tangga yang perlahan memakan identitas dirinya, kini telah berubah menjadi neraka yang perlahan membakar habis dirinya.
Lantas, Namjoon yang mendengar hanya menjawab seadanya.
"Sudah."
Jihyo rasanya ingin berteriak marah. Dia sudah menunggu lelaki itu pulang sembari menahan kantuk dan lapar, dengan harapan bahwa lelaki itu mau makan bersama dengan dirinya, lantas hal itu akan dia jadikan sebagai kesempatan untuk memperjelas semuanya sekaligus memohon maaf sekalipun dia sadar bahwa kesalahannya tidaklah pantas untuk diamaafkan. Namun kenyataannya, Namjoon benar-benar menghindar.
"Kalau kau tidak nyaman tidur denganku, aku akan tidur di ruang tamu saja nanti. Aku...."
"Aku akan tidur dengan Namwoo, kau tidurlah di kamar."
"Sampai kapan?"
Adalah konversasi yang terjadi di antara mereka sehari setelah lelaki ini pulang ke rumah. Konversasi singkat yang berakhir dengan diamnya Namjoon dan memilih tidur terpisah dengan sang istri. Lantas hal itu sukses membuat Jihyo menangis sembari menahan isakan dan sesak di balik selimut di antara gelap serta dinginnya kamar mereka-sebab Namjoon yang biasanya menghangatkan kamar itu telah hilang.
Konversasi di antara mereka terus berlanjut. Seminggu. Dua minggu. Sampai akhirnya tanpa Namjoon sadari, Jihyo kehilangan banyak berat badan karena tak nafsu makan. Barangkali rumah dan Namwoo masih terurus dengan baik. Hanya saja, jika Namjoon perhatikan lebih dekat, sang istri nyaris kehilangan dirinya sendiri.
Namun Jihyo tidak protes atau memulai sebuah pertengkaran karena lelaki itu mendiami dirinya. Namjoon pulang dan bermain dengan Namwoo sudah cukup membuatnya bahagia, walaupun dia harus berada di dalam kamar karena merasa tidak enak harus merusak suasana mereka berdua. Jihyo benar-benar menjauh dan menjadi asing.
"Tidak sarapan dulu, Kak?"
Pagi itu Namjoon sudah terlihat rapi memakai pakaian yang sudah Jihyo siapkan-sebab walaupun sedang tidak memiliki hubungan yang baik, Jihyo tetap melakukan perannya sebagai istri dan menyiapkan semua kebutuhan suaminya. Namun pertanyaan yang perempua itu lontarkan tak dijawab dan Namjoon memilih untuk acuh sembari mendekati sang anak yang berada di atas bangku bayi-sedang menikmati sarapannya.
"Papa pergi dulu ya, Sayang. Nanti Papa pulang, kita akan jalan-jalan. Okey? Anak pintar!" ujarnya dengan Namwoo yang terkikik kegirangan sembari menggoyangkan kakinya.
Dulu, masih terkenang jelas di dalam kepalanya, perihal pagi yang teramat indah bagi mereka. Di mana Jihyo yang sibuk menyuapi Namwoo dan Namjoon yang menikmati sarapan mereka di meja makan, kemudian lelaki itu memberinya kecupan tepat setelah lelaki itu berpamitan dengannya. Hal sederhana itu ternyata indah untuknya kalau diingat sekarang.
Satu kesalahan dan Jihyo benar-benar kehilangan semuanya.
"Kalian mau ke mana?" tanya Jihyo tatkala Namjoon mengeluarkan kereta dorong milik Namwoo dengan bocah itu yang berada dalam gendongannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Submarining
Fanfiction[M] Selama tujuh tahun menikah dengan Lee Namjoon, Song Jihyo tidak pernah merasakan yang namanya menderita seperti yang teman-temannya alami. Lee Namjoon benar-benar suami idaman. Dia pekerja keras, teramat menyayangi sang istri dan anak mereka, se...