Sejak pagi tadi Jihyo terlihat begitu sibuk. Semua pekerjaan rumah dia kerjakan sendiri. Seolah-olah ada kebiasaan yang tidak bisa dia tinggalkan, sekalipun dia mau. Perempuan itu juga terkesan gelisah dan berakhir tidak tidur semalaman.
Myungeun bangun dalam keadaan kepala yang nyaris meledak akibat alcohol yang dia minum semalam bersama Jihyo. Tatkala membuka pintu kamar, dia sudah disuguhkan dengan pemandangan asing berupa apartemen miliknya yang rapi serta harum masakan yang datang dari arah dapur.
"Selamat pagi, Eun. Aku membuatkan sup pengar untukmu," kata Jihyo menyambut perempuan itu dengan senyum yang terlihat begitu indah.
Perempuan itu menghela napas, lantas melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Di depan cermin di atas wastafel ini dia terdiam memandangi wajahnya yang berantakan. Rasanya ingin kembali memaki dunia dan menangis sejadi-jadinya seperti tadi malam, tetapi dia tidak punya lagi tenaga untuk melakukannya.
Lantas Myungeun membasuh wajah dan buru-buru menggosok gigi, tatkala suara Jihyo kembali terdengar memanggil namanya. Pun setelah selesa dia langsung keluar dan duduk di bangku meja makan dengan banyak sekali makanan yang tersaji di atas meja. Pemandangan asing yang kembali membawanya pada perasaan nostalgia.
Dia dejavu.
Pertemuan mereka memang tidak meninggalkan kesan yang baik. Jihyo hanyalah seorang gadis asing yang bekerja paruh waktu di banyak tempat di daerah tempat tinggalnya dulu, sedangkan dia adalah gadis pembuat onar yang ogah pulang karena harus menghadapi seorang ayah yang suka mabuk-mabukan serta memukulnya karena ditinggal istri pergi dengan lelaki lain.
Kisahnya klise. Myungeun yang menemukan sang ayah tertabrak mobil di tengah jalan setelah mengejar dirinya yang mencoba kabur dari rumah dan berakhir dengan dirinya yang hidup sebatang kara. Gadis asing yang suka memperhatikannya diam-diam itu kemudian datang membawa sebuah permen di pemakaman ayahnya.
"Seharusnya kau menangis, sekalipun itu pura-pura. Karena air mata tidak selamanya tentang duka, tetapi juga bahagia. Menangislah, Go Myungeun. Setidaknya untuk dirimu sendiri," kata Jihyo waktu itu.
Mereka masih berusia tiga belas tahun saat itu. Usia yang terlalu muda untuk berbohong pada dunia bahwa mereka bahagia. Namun setelah mendengar kalimat itu, Myungeun menangis. Dia menangis tersedu-sedu. Seolah-olah air mata yang selama ini tersimpan rapat, meledak dalam sekejap.
Jihyo adalah sosok yang membawanya keluar pada dunia menakutkan yang coba dia lawan. Jihyo adalah sosok yang mengajarkannya untuk hidup sebagai dirinya sendiri. Itulah alasan kenapa dia tidak pernah mau melihat sosok ini bersedih dan merelakan Yoongi yang memaksanya untuk melepaskan sosok ini.
Rasa sayangnya bukanlah rasa sayang pada sosok yang dia cinta sebagai pasangan. Tidak, Myungeun bukanlah anggota kelompok dari mereka yang mendeklarasikan diri sebagai orang-orang dengan orientasi seksual yang berbeda. Rasa sayangnya pada Jihyo adalah bentuk rasa terima kasih dan perasaan hormat, selayaknya anak pada ibunya.
"Eun, apa kau hari ini akan pergi berkerja?"
Myungeun tersentak dari lamunan. Perempuan yang duduk di hadapannya terlihat menunggu jawaban. Maka menghela napas, meletakkan sumpit ke atas meja, kemudian menyugar rambut panjangnya.
"Menurutmu bagaimana? Apakah lebih baik aku diam saja menemanimu yang sedang patah hati, lalu besoknya mendapati diriku dipecat dari pekerjaanku, kemudian boom! Kita kembali hidup melarat, begitu?" cecarnya.
Jihyo berdecih, kemudian membalas. "Aku hanya bertanya, tapi kenapa kau mendadak sensi begini? Kalau tidak mau aku menumpang katakan saja, aku bisa mencari flat kecil di dekat sini, kok."
"Lalu mendapatimu mati dibunuh seperti adegan di Stranger From Hell?"
Well, Jihyo mendadak merinding dengan pertanyaan itu. Membayangkan dirinya harus mati dibantai oleh para psikopat di sebuah flat sempit itu saja sudah membuatnya mual. Jihyo seketika menggeleng dengan kening berkerut dan bibir yang mencebik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Submarining
Fanfic[M] Selama tujuh tahun menikah dengan Lee Namjoon, Song Jihyo tidak pernah merasakan yang namanya menderita seperti yang teman-temannya alami. Lee Namjoon benar-benar suami idaman. Dia pekerja keras, teramat menyayangi sang istri dan anak mereka, se...