She Knows

37 4 0
                                    

"Apa kabar?"

Well, perempuan itu hanya terdiam membatu di atas tempat duduknya tatkala sosok itu melemparinya dengan sebuah pertanyaan yang lumayan krusial. Dadanya terasa sesak. Pertanyaan basa-basi yang terdengar sederhana itu, nyatanya tak mampu membuatnya untuk tetap berpegang teguh pada sebuah keharusan di mana dia tetap merajuk atas apa yang telah terjadi.

Sebab kenyataannya, dia hancur berkeping-keping.

Kedua manik bak bulan sabit itu tetap indah sekalipun mereka nampak tak punya cahaya dan ada lingkaran hitam yang menghiasinya. Kulit putih pucat yang apabila dia menggunakan pakaian berwarna putih, pakaian itu akan menyatu dengan kulitnya terlihat bersinar di bawah temaram lampu ruangan. Jemari yang suka sekali mengapit rokok dan juga gelas berisi alkohol—tetapi tetap wangi itu—terlihat mengetuk-ngetuk meja. Rambut sehitam jelaga yang kini sudah panjang dan menutupi lehernya yang jenjang. Semuanya telah berhasil membangkitkan rasa rindu yang coba dia sembunyikan setelah terakhir kali mereka bertemu dan bertengkar hebat, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungan (secara sepihak).

Go Myungeun, perempuan itu, tidak pernah membayangkan bahwa dirinya akan kembali bertemu dengan sosok ini. Sebab pada dasarnya, mereka memang bekerja di tempat yang sama, tetapi intensitas waktu yang mereka habiskan untuk bertemu sangatlah sedikit. Artis dan staff perusahaan tidak punya waktu sebanyak yang digambarkan drama-drama yang meromantisasi kisah antara artis terkenal dan juga staff biasa di perusahaan mereka.

Padahal Myungeun sudah cukup senang bisa menghabiskan waktunya tanpa harus dibayang-bayangi oleh sosok ini, tetapi dia malah kembali bertemu atau mungkin memang sengaja dipertemukan sebab setelahnya dia berakhir duduk berhadapan di sebuah kafetaria yang lumayan sepi ini.

Memperbaiki posisi duduknya, Myungeun kemudian menjawab. "Baik, bagaimana denganmu?"

Yoongi, lelaki itu, tak langsung memberi jawaban. Kedua matanya terus menatap sosok ini dengan ekspresi wajah yang sulit dimengerti. Myungeun merasa tidak nyaman dan buru-buru memalingkan wajahnya. Dia kemudian menenggak habis es teh yang sudah beremun dan membasahi meja akibat tak dia sentuh setelah nyaris tiga puluh menit mereka di sana.

"Menurutmu bagaimana?" tanya Yoongi dengan suaranya yang rendah.

Myungeun terkekeh—kekehan yang terdengar mengejek. "Baik, tentu saja. Apalagi setelah kau menuntaskan amarahmu, kau tentu akan baik-baik saja. Pasti. Kau sudah mendapatkan apa yang kau mau," jawabnya.

Yoongi kembali terdiam. Dia tidak bisa membantah semua perkataan sang kekasih, sebab dia sendiri sadar bahwa yang sudah dia lakukan adalah sebuah kesalahan yang besar. Lelaki ini ikut andil, sekalipun dia memang hanya diam tanpa ikut campur. Namun jika dia jujur dari awal, semua hal buruk ini tidak akan terjadi.

Myungeun kemudian melipat tangannya, sebuah kebiasaan di mana dia mencoba menahan tangis. Yoongi tahu dan dia kembali diam. "Apa menurutmu aku tidak tahu?" tanyanya sarkas. "Tapi tidak apa-apa, aku seharusnya berterima kasih padamu. Karena pada akhirnya, Jihyo bisa berhenti menyakiti dirinya sendiri dan membodohi dirinya sendiri lebih lama."

Yoongi tidak begitu mengerti kenapa sosok di hadapannya ini begitu membenci Namjoon, hingga membuatnya menyalahkan semua hal pada lelaki itu. Sekuat apa pun dia mencari jawaban, tetap saja tidak menemukan hal yang bisa membuatnya mengiyakan tingkah laku sang kekasih. Sebab di mata Yoongi, semua yang Namjoon lakukan sudah jauh dari kata benar.

Namjoon menjadi suami idaman yang teramat menyayangi sang istri dan juga anaknya. Dia tidak pernah membicarakan perempuan lain di saat mereka bersama, padahal Yoongi tahu bahwa pekerjaannya membuatnya bertemu dengan banyak orang yang tentu saja jauh lebih baik dalam segala hal ketimbang istrinya itu. Namjoon juga tidak pernah pulang terlambat untuk pergi minum-minum atau bersenang-senang dengan orang lain di luar jam kerja.

SubmariningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang