Keputusan

61 7 0
                                    

"Kau di mana?"

Adalah pertanyaan pertama yang dia tanyakan pada sosok yang baru saja menjawab panggilannya setelah tiga kali tidak dijawab oleh si pemilik ponsel. Kakinya bergoyang pelan dengan tubuh yang duduk nyaman di bangku halte bus, pun kepalanya sesekali menoleh berharap bus tujuannya datang menjemputnya.

Go Myungeun, sosok itu, nampak sedikit bersalah setelah membeberkan rahasia milik sahabatnya pada lelaki yang sekarang sudah menjabat sebagai suami dari sahabat yang dia kenal sejak masih berada di bangku sekolah dasar itu. Sebenarnya Myungeun melakukan itu karena dia sedikit merasa kasihan dan sebal dengan sahabatnya yang terlalu tertutup, ditambah lagi saat dia mendengar nama Geum Bajingan Jungkook itu disebut kembali setelah nyaris sepuluh tahun tak pernah didengar lagi.

Mendongak menatap langit di atas sana, Myungeun sejenak mengingat hari di mana dia terdiam beberapa menit tatkala sahabatnya itu datang dengan senyum sumringah sembari mengatakan bahwa dirinya ingin menikah dengan lelaki yang baru dua bulan dia kenal. Sebagai seorang anak yang lahir dari keluarga yang tak baik-baik saja, Myungeun hanya bisa bergeming tanpa mengatakan apa-apa untuk memberikan reaksi--seolah-olah saat itu syaraf pada tubuhnya tak berfungsi, lagi.

"Menurutmu?"

Dan pertanyaan lain yang bernada sarkas serta retorik itu membuat Myungeun terkekeh. Benar, pikirnya. Perempuan yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga setelah menikah tujuh tahun yang lalu tentu saja tidak akan pergi ke mana-mana selain dapur, sumur, dan kasur. Entah itu untuk mengurus suami, anak, atau bahkan rumahnya.

Berdiri tatkala melihat bus tujuannya datang, Myungeun lantas menukas. "Aku ke sana, ya? Aku sedang pusing sekarang."

Nyaris memutus sambungan telepon, Jihyo terdengar melempar pertanyaan padanya. "Bertengkar dengan Kak Yoongi lagi?"

Seharusnya Jihyo tak mempertanyakan pertanyaan yang dirinya saja sudah tahu jawabannya, sebab Myungeun akan selalu dagang pada perempuan itu di saat dia bertengkar dengan kekasihnya. Myungeun bahkan kabur dari studio dan mengabaikan panggilan dari Yoongi yang sudah memborbardir mempertanyakan keberadaannya.

"Aku naik bus ke sana, jadi agak lama. Apa kau mau memesan sesuatu?" katanya mengalihkan pembicaraan sembari menaiki bus dan menempelkan kartu pada mesin pembayaran yang berada di dekat supir.

Perempuan itu terdengar menghela napas, "Bawakan aku ayam goreng," jawabnya.

"Dan bir?"

Jihyo tak langsung menjawab, dirinya terdiam untuk beberapa saat dan membuat Myungeun menjauhkan ponselnya untuk melihat apakah panggilan telepon masih terhubung atau tidak. Sebelum akhirnya perempuan itu mendengus dan berkata pelan dengan intonasi suara yang terdengar kecewa.

"Ibu menyusui tidak baik minum alkohol."

💔

Langit nampak biru di atas sana, awan perlahan bergerak tertiup angin, dengan bising perkotaan yang membuat pening. Myungeun tidak tahu kenapa Namjoon harus membeli apartemen dengan harga murah di tengah-tengah kota Incheon yang padat dan sibuk, padahal dia adalah seorang lelaki dengan gaji yang besar dan lahir dari keluarga berada.

Bocah berusia dua tahun yang tadi terlihat rewel saat dirinya datang sudah tertidur di atas ranjang di kamarnya. Myungeun sedikit tidak mengerti kenapa bayi itu menangis seolah-olah tidak suka akan kehadirannya, akan tetapi dia paham bahwa dirinya tidak punya jiwa keibuan sehingga aura yang bocah itu rasakan terhadapnya sedikit negatif--mungkin.

Suara desisan dari tutup bir yang dibuka terdengar mengisi keheningan yang mengelilingi mereka. Jihyo menoleh sejenak pada sosok yang terlihat menikmati bir sembari mengernyit tatkala cairan itu menyentuh indra pengecapnya. Dalam diamnya Jihyo paham bahwa perempuan itu sedang dalam masalah yang cukup berat, sehingga meminta bertemu hanya untuk menghabiskan bir di siang bolong.

SubmariningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang