Setelahnya Dan Berulangkali

69 0 0
                                    

"Kamu terlalu tua untuk sekedar pertanyaan kamu sudah makan atau belum?" Pesan pagi menyelinap diantara aktivitas Deswita yang tengah bersiap melakukan vaksin di Kapolres Serang Kota".

Apa yang disampaikan kekasihnya itu terdengar sedikit naif seolah tak peduli, berbeda dengan kebanyakan pasangan lainnya yang kerap memberi perhatian pasangannya dengan cara menannyakan "Kamu sudah makan atau belum". Namun Deswita paham bahwa apa yang disampaikan kekasihnya itu adalah perhatian dengan cara yang berbeda untuk dirinya. lelaki itu menemukan caranya sendiri.

"Aku belum sarapan loh, sarapan bareng yuk" balas Deswita melalui pesan Whatsapp-nya.

Tidak menunda-nunda, Dasrial segera membeli sebungkus batagor lontong di belakang Alun-alun Kota Serang.

Sebuah effort yang unik dari seorang laki-laki yang belum lama ini ia kenal.

"Kamu suka ini kan? Batagor, kamu sarapan yah! Tapi maaf aku ngga bisa nemanin kamu sarapan, aku juga ngga bisa lama-lama di sini".

"Ia ngga apa-apa, lagian aku juga hari ini harus vaksin bareng Nanda".

"Ya sudah, berkabar kalau udah beres".

"Iya, Nanti kalau urusaku udah beres aku langsung kabarin kamu."

Mereka kembali berpisah oleh aktivitasnya masing-masing, hingga pada akhirnya mereka kembali bertemu di sela-sela waktu menjelang maghrib. Saat itu Pasar lama kota serang menjadi tujuan, Persis di jalan arah pasar Rau, di sana banyak penjual kelapa muda di sepanjang pinggir jalan.

"Kita pesan kelapa muda dulu yuk, aku takut kamu tepar gara-gara divaksin tadi siang, kan ngga lucu".

"Siap ayang, oh ia aku sekalian video call mamah Ani ya?"

"Yaudah, kamu telepon aja dulu, bilang juga kalau kamu udah divaksin tadi siang".

"Ok, sebentar ya Bey".

Selayaknya pasar malam di pusat kota, satu demi satu kendaraan mulai ramai berhenti di samping mereka, ada yang datang bersama pasangannnya, namun tidak sedikit juga pembeli yang datang bersama keluarganya.

Dasrial larut dalam keheningan hati Deswita, terjatuh bersama senja. Ia tau Deswita baru saja menenggalamkan lukanya, terpancar dari raut wajah yang tengah menikmati kelapa muda di tangannya.

Jalan Serang menarik waktu lebih cepat, Dasrial mengajaknya pergi beranjak ke tempat lain bermaksud menikmati udara malam berdua berkeliling di pusat kota serang. lampu-lampu khas jalan umum terpancar di sepanjang jalan alteri Sudirman. Pelukan Deswita mampu menghangatkan udara dingin malam itu.

"Apa yang membuatmu menerima ku?" celetuk Dasrial. Pelukan yang sebelumnya erat diatas motor merenggang setelah pertanyaan itu terlontar.

"kenapa kamu tanya itu?"

"Apa yang membuatmu menerima ku?" Dasrial mengulang pertanyaannya

"Dulu, aku selalu berdoa agar dipertemukan dengan orang yang tidak bertele-tele, absurd, laki-laki yang tau caranya menghidupkan hati yang hampir mati". Jawab Deswita.

"Lalu?"

"Lalu kamu datang dengan pertemuan yang konyol, berbaju kusam, lusuh dengan rambut berantakan" Deswita menimpali dengan penuh senyum. "Laki-laki sok kenal dan berani-beraninya bilang kalau nomor hpku ngga aktif, padahal kenalpun tidak."

Benar apa yang dikatakan Deswita, Dasrial terlalu absurd. Bertanya dan menjawab sesuka hatinya tanpa merespon jawaban dari kekasihnya, alih-alih menjawab dia malah bilang "Ayo kita pulang sayang".

"Siap komandan" tutup Deswita sembari memasukan kedua tangannya ke dalam jaket kekasihnya.

Malam mengurai pertemuan, menciptakan jarak lalu mengkristal menjadi rindu.

Sejak saat itu tak ada kata yang paling ditunggu selain ucapan salam dan selamat pagi dari sang kekasih setiap paginya.

Tamu-Tamu LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang