Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dibiasakan untuk reader, vote dan komen dulu sebelum membaca ya.. thanks!
. ~🌌🌌~ .
"Ma- mamih?" panggilnya lesu
"Iya, ini mamih.."
Sang Mamih lantas membantunya untuk duduk. Tara mengernyit heran melihat sekeliling, bukankah sebelumnya ia bersama seorang pemuda dan kawan-kawannya. Sekarang, kemana mereka?
Seakan bisa membaca pikiran, Sang Mamih lantas membuka suara.
"Mereka sudah pulang, mamih sudah berterima kasih dan mengganti biaya rumah sakitnya, ga perlu khawatir" Ucapnya sembari berbalik dan hendak mengambilkan Tara segelas air putih.
Tara hanya mengangguk paham.
"Minum" Sang Mamih menyodorkan segelas air dan beberapa butir obat
"Makasih mih"
"Oh-"
"Bicaralah setelah kamu selesai minum obatnya, Tamara"
Tara lantas terdiam dan langsung melanjutkan meminum obat lainnya sampai habis. Ia tak berani menatap sang Mamih kalau ia sudah menyebut nama lengkapnya begini.
"Apa?"
"A-apa cowo tadi satu sekolah sama Tara?" Tanyanya dengan lirih
"Sepertinya"
"Apa Mamih tau namanya?"
"Kenapa kamu malah menanyakan hal yang ga penting? Sebaiknya cepatlah sembuh. Besok kamu ada jadwal pemotretan, saya ga bisa membayangkan apa yang bakal terjadi kalau kamu membatalkan jadwal itu sama manajer!" Ucapnya frustasi sembari melempar tatapan tajam kearah Tara.
"Dengar ucapan saya baik-baik" bisiknya tepat di telinga
Ia mendekat, mengangkat dagu mungil itu dan berkata
"Kalau kamu ga bisa sembuh besok, saya bersumpah.. saya sangat menyesal telah membiarkan kamu hidup sampai selama ini"
Setelahnya, wanita muda itu melepas cengkraman di dagunya dan pergi meninggalkan Tara diruangannya. Sendirian.
BRAKK...
"Maafin Tara.. Mih"
. ~ 🌌🌌 ~ .
Saat ini, seharusnya sekolah sudah usai. Namun, di sepanjang jalan semua siswa nampak membahas suatu topik hangat yang terjadi baru baru ini.
