Frankfurt-Art Club's Room, Adler High, 20:50:35 PM.
"Shoan sepertinya benar-benar terpukul, dia tidak menemui kita dua hari ini."
Kalimat Kelsen barusan disetujui Barion, Morgan, Jaze, Yevette, Nadette, dan Wylter yang duduk menyebar di tiap sudut ruangan. Mereka di sini hampir setiap hari, kadang hanya untuk melarikan diri dari kejaran tugas atau suasana rumah yang sama sekali tak nyaman. Morgan sibuk melukis asal-asalan di kanvas kosong, Barion dan Nadette saling melempari diri dengan kuas penuh cat, Jaze dan Wylter heboh mengelompokkan mana palet-palet warna gelap dan mana warna terang, sedangkan Yevette asik berswafoto sendiri. Kelsen justru tidak tertarik dengan apapun yang dibahas teman-temannya itu, ia lebih memilih untuk merebahkan diri di sofa sambil menunggu daya baterai ponselnya terisi penuh-sekalian menunggu Sabine.
"Kalau anak-anak seni yang nerd itu tahu kita membuat seisi ruangan kesayangan mereka ini berantakan, bisa-bisa kita tidak punya markas lagi," Yevette membuka obrolan setelah selesai bergaya sana sini untuk foto selfie-nya, "Bahaya, tahu."
"Chill," sahut Jaze sambil melirik kamera pengawas yang sudah ditutup kain putih di atas sana, "Tidak akan ada yang tahu kita pelaku kekacauan di sini, kecuali ada yang melapor."
"Omong-omong," Barion tiba-tiba mendekat ke tengah ruangan tempat mayoritas dari mereka berkumpul, "Tidak ada yang mau pulang? Tidak ada yang dicari orang tua masing-masing?"
"Karena kau si anak rumahan, pasti hanya kau yang dicari, kan?" ejek Wylter hingga disambut tawa teman-temannya yang lain, "Kau takut Kak Jacob menyusulmu ke sini?"
"Tenang, Kak Jacob pasti sibuk mempertahankan gelarnya sebagai playboy papan atas di sekolah ini," Morgan menimpali dengan kekehan, lalu meninggalkan lukisan abstraknya begitu saja, "Aku berani bertaruh, sekarang dia pasti sedang having a sex di mobilnya."
Setelah itu, hanya ada tawa terpingkal yang memenuhi sekian petak ruangan ini. Biarpun mereka membicarakan banyak hal, Kelsen hanya akan memandangi langit-langit sambil beberapa kali menguap demi menahan kantuknya.
Namun, sepersekian detik kemudian, pintu ruangan didorong perlahan hingga sosok Sabine muncul. Belum ada sapaan apa-apa, Sabine sudah menindih badan Kelsen di sofa itu, lagi-lagi semua orang harus memalingkan wajah, meski sebelumnya mereka harus menggeleng tanda maklum.
"Hi, Baby."
Sabine tersenyum, sengaja menggoda sebelum menempelkan bibir sensualnya ke telinga Kelsen, baru berbisik seduktif, "I'm so sorry. Kau pasti menungguku agak terlalu lama, kan?"
"It's okay."
Kemudian, ciuman itu tercipta lagi hingga mereka semua yang ada di sana muak seketika.
Ketika Kelsen dan Sabine mengadu lidah mereka, ada Nadette yang mati-matian menyembunyikan cemburunya.
"Aku rindu menonton adegan ini setiap hari."
Mereka kira, protesan tersebut bermula dari salah satu penghuni ruangan ini, rupanya suara dingin itu milik Shoan, yang baru saja bergabung.
"Whoa!" Barion terburu berdiri, lalu memberi pelukan untuk Shoan, "How you doin'? Everything's fine?"
Shoan mengedik sekilas sebelum menggusur Kelsen dan Sabine, sehingga dia bisa duduk memisahkan mereka.
"Shit!" Kelsen jadi harus mengumpat, "Apa kau benar-benar membenciku?"
"Kau harusnya menyambut kedatanganku," Shoan mencebik, tapi raut wajahnya tak bisa bohong kalau dia tidak sesenang biasanya, "Yah, Silvan belum ditemukan. Ayah dan Ibu jadi hanya fokus padanya. Maksudku, aku tidak keberatan mereka melakukan peran sebagai orang tua yang berusaha mencari anaknya, tapi aku seperti dilupakan begitu saja. You know what I mean?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vermisst [✓]
Mystery / ThrillerMaraknya kasus penculikan di Frankfurt telah menciptakan ketakutan tersendiri bagi seluruh masyarakat, terutama dengan keluarga yang memiliki anak-anak kecil. Namun, semua stigma itu berubah saat Kelsen, yang merupakan remaja berusia limabelas tahun...