06; diculik lagi

111 11 0
                                    

Seusai makan malam, Mike baru pulang. Ia tidak mendapati siapa pun di ruang tengah, sepertinya istri dan ketiga anaknya sudah di kamar masing-masing. Ternyata, Cath dengar langkah-langkah berjinjitnya, sehingga mereka berpapasan begitu wanita yang dia nikahi duapuluh satu tahun lalu ini keluar dari kamar mereka.

"Anak-anak sudah tidur?"

Cath mengedik sekilas, lantas memeluk Mike tanpa aba-aba, "Ini masih jam sepuluh. Aku ragu mereka sudah tidur, paling Chaz masih bermain gim di komputernya, Wilona mengobrol dengan pacarnya, dan Kelsen—" Mendadak, ia melepas pelukannya dan menukar tatapan khawatir dengan Mike, "—aku bertemu dengannya di jalan tadi."

"Tapi, semua baik-baik saja, kan?"

Cath mengangguk, "Bagaimana penyelidikan kasus pembunuhan Jaze? Belum ada titik terang?"

Mike belum menyahut, dia lebih dulu masuk ke kamar hingga Cath mengekorinya di belakang, "Yah, masih di situ-situ saja. Berbagai keterangan kami kumpulkan, satupun belum ada yang mengarah ke petunjuk apa pun."

Kemudian, Cath membantu Mike melepas pakaiannya, hanya dalam sedetik mereka sudah terlarut dalam cumbuan. Sekejap selanjutnya, Mike ganti melucuti piyama Cath, hingga tahu-tahu mereka berakhir di ranjang. Ada desahan-desahan saling beradu, ada gerakan-gerakan tergesa, sampai kedua tubuh sepasang suami istri ini menyatu.

"I love you," bisik Mike tepat di telinga Cath, lantas lidahnya menjelajahi leher jenjang itu, "Thanks for always helping me."

"Why not?" balas Cath seseduktif mungkin sambil melenguh begitu lidah Mike membasahi lehernya, "I love you more."

***

Shoan menuruni tangga dan berlalu ke ruang makan. Setelah Silvan hilang, rumah ini terasa bukan seperti rumah. Terlalu hening, sunyi, dan sepi, bahkan seperti tidak ada tanda kehidupan. Ia memeriksa ada sarapan apa, tapi tidak ada apa-apa selain roti gandum dan susu hampir basi. Karena tidak ada pilihan lain, ia pun menandaskannya tanpa pikir dua kali.

"Kau sudah mau berangkat sekolah?"

Shoan tidak perlu menoleh kepada suara berat Aaron—ayahnya, yang beberapa hari ini ambil cuti dari proyek tambangnya.

"Maafkan kami, ya. Papa dan Mama masih belum percaya Silvan diculik dan Polisi benar-benar lamban dalam menyelesaikannya," Tiba-tiba Aaron mengoceh sambil duduk di hadapan Shoan yang mengunyah dan meneguk dengan posisi berdiri, "Kau pasti terganggu dengan tangisan ibumu. Kau pasti kesal ibumu tidak mengurus rumah, tidak memasak, tidak melakukan apa-apa. Tolong, maklumi."

"Padahal itu salah kalian berdua," Shoan selesai dengan sarapan kilatnya, ia pun mengakhiri keterdiamannya, "Kalau saja Papa atau Mama menjemput Silvan tepat waktu, dia tidak akan hilang."

Aaron tertegun, ia membenarkan Shoan dan menyalahkan diri, lantas melirih, "Waktu itu, Papa dan Mama sedang bertengkar. Kami saling melempar, siapa yang mau menjemput Silvan. Mungkin hal itu makan waktu terlalu lama—"

"—dan kalian tidak menceritakan itu ke Polisi?"

Aaron berdeham, suaranya berubah serak, "Tapi, itu tidak berdampak—"

"—kalian hanya tidak mau dicurigai, kan? Jadi, aku yang tahu-tahu dicurigai."

Aaron mengernyit, "Maksudmu?"

"Yah," Shoan memberi tatapan tajam, lantas berujar penuh penekanan, "Orang-orang yang menginterogasiku kemarin, mereka sepertinya akan menyelidiki aku lebih lanjut alih-alih menyelidiki Papa dan Mama yang ternyata jadi penyebab tak langsung Silvan hilang."

"Kenapa begitu? Tidak, Shoan. Itu hanya perasaanmu saja—"

"—aku berangkat."

Kemudian, Shoan tinggalkan Aaron dan berlalu pergi dengan membanting pintu rumah keras-keras.

Vermisst [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang