08; hadiah

94 15 1
                                    


Jam delapan pagi, UGD sudah sibuk. Banyak pasien berdatangan, entah korban kecelakaan akibat lalu lintas atau yang memang punya penyakit serius. Sekian Dokter dan para perawat pun saling berbaur mendiskusikan pengobatan di tiap bilik, beberapa terhitung panik, beberapa lagi tampak tenang.

"Pagi, Dok."

Namun, di meja informasi yang terletak di tengah-tengah UGD ini, ada pria jangkung dengan name tag tertera Warren Smith baru saja tersenyum demi membalas sapaan dari dua perawat wanita di balik sana. Warren lantas larut dalam data-data yang sedang dibacanya sambil berdiri gelisah. Baru setelah mengingat semua isinya, ia mulai bisa mengalihkan atensi menuju wajah-wajah ramah yang sejak tadi mengamatinya.

"Ambulance sepertinya sedang mengantri di luar sana."

Kedua perawat tersebut setuju dengan Warren, jadi mereka mengangguk. Tak lama kemudian, telepon-telepon mulai berdatangan, sehingga mereka harus menentukan UGD siap menerima atau justru menolak pasien-pasien itu. Karena keadaan di sini sudah semakin sibuk, Warren putuskan untuk mengecek bilik-bilik pasien di bawah tanggung jawabnya. Sejauh ini aman, jadi dia bisa berbalik untuk mendatangi ruang sterilisasi. Begitu masuk, ia pastikan tidak ada yang mengekorinya.

Warren lantas meraba saku jas putihnya dan menemukan satu jari tengah dari sana. Tanpa mengulur waktu, segera ia letakkan potongan tersebut di nampan alumunium, lalu menyiramnya dengan larutan air garam, baru memasukkannya ke dalam kantong plastik kedap udara.

"Done."

Terakhir, Warren pamerkan seringainya.

***

Semalaman suntuk, tidak satupun dari keluarga Mahler bisa tertidur. Mike sudah berangkat kembali untuk meneruskan penyelidikan, Cath membiarkan tulisannya terbengkalai, sementara Chaz dan Wilona terpaksa membolos di kelas perkuliahan mereka hari ini. Karena hanya tersisa mereka bertiga di sini, Cath membiarkan Chaz dan Wilona mengapit dirinya di sofa. Bahkan, tungku perapian di depan sana sama sekali tak menebar kehangatan.

"Kelsen menghilang apa karena Mama menulis cerita tentang penculikan dan pembunuhan? Mama harusnya tidak menulis cerita-cerita thriller seperti itu, kan?"

Chaz dan Wilona bergeming, tapi mereka bersamaan memberi pelukan untuk Cath.

"Kelsen pasti pulang, kan? Iya, kan?"

Kemudian, ada anggukan di masing-masing bahu Cath, hingga tangan mereka bertiga tiba-tiba bersatu di pahanya.

Semenit berlalu, tiba-tiba bel rumah berdenting. Chaz sempat menukar tatapan dengan Wilona, sebab Cath masih sibuk melamun sambil memandangi bara api. Jadi, ketika anak-anak tertua Mahler itu berdiri, Cath tetap duduk di sini. Begitu mereka membuka pintu, tidak ada siapa pun.

"Orang iseng, ya?"

Wilona mengedik, "Bisa-bisanya mereka mengganggu kita yang sedang kebingungan."

"Ayo, masuk lagi."

Namun, ajakan Chaz mendapat penolakan dari Wilona setelah matanya menangkap kotak mungil di atas keset.

"Kak, ini apa?"

Chaz buru-buru mencegah Wilona, "Jangan sembarangan dibuka. Bahaya."

"Tapi, kita perlu tahu isinya, kan?"

Alhasil, mereka berdua sama-sama berjongkok, tapi Chaz merebut kotak itu dari tangan Wilona dan sukarela membukanya begitu saja. Sedetik kemudian, ia lempar kotak tersebut saat adiknya reflek berteriak.

"KAK!"

"Aku tahu apa yang aku lihat," desis Chaz, masih tertegun, "Jari siapa?!"

Wilona mulai menangis histeris, dia sudah berpikir bahwa kemungkinan besar itu adalah jari Kelsen, "Kak, a—aku, ki—kita, harus bagaimana?!" Ia meraung sehingga Chaz perlu memeluknya sebentar.

Vermisst [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang