Makan malam keluarga Barth berlangsung cukup tenang. Jacob melahap salad kentangnya sambil menendang pelan kaki Barion di bawah meja—sebuah isyarat agar mereka memulai wawancara dengan kedua orang tuanya, Jack dan Tiff.“Mum,” panggil Barion, agak meragu. “Dad.”
“Ya?” sahut Tiff, segera menyudahi kunyahannya dan menatap Barion lamat-lamat. “Ada apa, Sayang? Kau terlihat gelisah.”
“Tentu saja. Kelsen masih belum ditemukan,” timpal Jack, turut memfokuskan diri menuju Barion sekarang. “Seperti ada yang ingin kau tanyakan.”
Barion berdeham, seusai melirik Jacob dan mendapat kedipan dua kali, dia pun menyambung, “Karena kalian dulu juga alumni sekolahku, aku jadi berpikir kalau mungkin saja ini ada hubungannya dengan masa lalu. Ada cerita yang belum selesai? Ada kasus yang belum terpecahkan? Aku berpikir, mungkin ada yang dendam dengan orang tua Kelsen, kan? Makanya, dia diculik.”
Jack dan Tiff seketika menegang, mereka sempat tukar tatapan, sementara anak-anaknya sedang menunggu jawaban.
“Mungkin kalian bisa memberitahu kami, apa pun itu, hal janggal yang pernah terjadi di sekolah kita dulunya? Yah, siapa tahu ada petunjuk dari sana,” jelas Jacob.
Karena Tiff masih tampak terguncang, maka Jack mengambil alih, “Demi Kelsen, Dad akan jujur. Sebenarnya, ini masa lalu yang cukup kami sesali. Kami dan para orang tua teman-temanmu adalah pem-bully. Aaron, Jessy, Kinn, Yina, Seth, Helga, dan kami berdua pernah sejahat itu saat SMA.”
“Sejahat apa?” sambar Barion.
“Menguncinya di toilet, menyiramnya dengan air, menertawakannya, mengejeknya, menyumpal mulutnya dengan kelereng, melempari matanya dengan semen,” gumam Tiff sambil menundukkan kepala.
“Siapa korbannya?” desak Jacob.
“Julia. Kalian tidak mengenalnya, karena dia sudah tiada.”
Barion menyerap baik-baik nama yang disebut Jack di kepalanya, lalu merasa sangsi, “Bagaimana dengan Mike dan Cath? Orang tua Kelsen tidak terlibat?”
“Tidak. Mereka justru yang selalu memperingati kami dan berakhir menolong Julia.”
Jacob memikirkan kembali ucapan Tiff barusan, lalu mulai memahami potongan-potongan masa lalu ini, “Apakah Julia ini punya seseorang yang rela membalaskan dendamnya?”
Jack dan Tiff diam, meski mereka mencurigai satu nama.
“Kalau dia mau balas dendam, harusnya ke keluarga yang menindas Julia, tapi kita baik-baik saja. Kenapa harus Kelsen? Kelsen kan anak Mike dan Cath,” tegas Barion, yang terasa masuk akal bagi Jacob.
“Oh!” Namun, pekikan Jacob muncul tiba-tiba saat sebuah dugaan melintas di otaknya. “Menyumpal mulutnya dengan kelereng dan melempari matanya dengan semen. Tunggu. Jaze dibunuh dengan cara sekeji itu, kan?”
“Ah!” teriak Tiff, syok seketika. Dia berakhir menangis di pelukan Jack. “Apa ini benar-benar aksi balas dendam? Perbuatan kita semua dulu berimbas ke anak-anak? Bagaimana jika sebentar lagi giliran Jacob dan Barion?” Dia panik, lantas beralih ke anak-anaknya. “Setelah ini, jangan sekolah. Di rumah saja. Di luar ada bahaya mengancam. We never know!”
“Hei, tenanglah, Tiff.”
“Bagaimana aku bisa tenang?!”
“Maka itu, kita semua harusnya bertanggung jawab.”
Jacob mengangguk, “Yah, harusnya Dad dan Mum serta orang tua Wylter, orang tua Shoan, ayah Jaze, dan ibu Yevette bersaksi di kantor polisi, di hadapan Mike.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Vermisst [✓]
Mystery / ThrillerMaraknya kasus penculikan di Frankfurt telah menciptakan ketakutan tersendiri bagi seluruh masyarakat, terutama dengan keluarga yang memiliki anak-anak kecil. Namun, semua stigma itu berubah saat Kelsen, yang merupakan remaja berusia limabelas tahun...