Begitu sampai di persimpangan jalan, Nadette mencekal pergelangan tangan Sabine, lantas tatapan mereka saling mengadu kesangsian.
"Jelaskan padaku, hubunganmu dengan seorang Dokter yang ciri-cirinya tidak perlu kusebutkan. Aku melihatmu bersamanya, jadi jangan berkilah. Ah, persetan dengan privasi, aku memang harus ikut campur soal ini, karena—" Nadette tiba-tiba mengubah tatapannya, jadi menyelidik penuh desakan, "—sepertinya kau tahu sesuatu, sepertinya kau bahkan terlibat. Entah dengan hilangnya Kelsen atau dengan kematian Jaze. Aku tidak mau berprasangka buruk padamu, tapi aku hanya mengikuti firasatku."
Sabine mendengus, lamat-lamat dia balas tatapan Nadette, lalu menyentak pegangan yang melingkar di tangannya semula, "Banyak sekali yang mau kau tahu. Kita memang berteman, tapi kurasa kau berlebihan. Karena Kelsen menghilang, kau jadi mengada-ada begini. Hei, aku tahu kau juga menyukainya, kau suka Kelsen, kan?"
"Aku bertanya bukan untuk dapat pertanyaan lagi."
Sabine menyeringai, lantas bersedekap angkuh sambil menaikkan kedua alisnya, baru bergumam tajam, "Okay. Seperti yang kau lihat, aku suka menjalin hubungan dengan banyak pria yang menguntungkan untukku. Kalau kau keberatan mengapa aku tega mengkhianati Kelsen, tidak. Aku tidak mengkhianatinya karena kita memang tidak punya status hubungan yang spesial. Dia butuh seks dan aku memberinya cuma-cuma."
"Dokter itu? Dia memberimu keuntungan apa?"
"Ini," Sabine sempat memandang kendaraan yang berlalu lalang sebelum menunjukkan tasnya, "Barang-barang mewah. Pakaianku, uang sakuku, dan semua yang aku inginkan, dia memberinya begitu saja."
Nadette tak habis pikir dengan isi kepala Sabine, tapi dia tetap melanjutkan, "Bagaimana dengan Shoan? Ke mana perasaanmu yang sebenarnya berlabuh? Bukan untuk Kelsen dan Dokter yang memberimu semua kenyamanan itu, kan?"
"Shoan?" Sabine menimang sejenak, lalu menerawang langit mendung di atasnya, "Dia punya rasa terhadapku, jadi sebagai teman yang baik, aku tidak ingin menyakiti hatinya. Kita juga tidak punya hubungan sespesial itu."
Beruntung trotoar tempat mereka beradu argumen ini termasuk sepi, tidak banyak orang yang melalui keduanya sedari tadi. Namun, bagi Nadette, penjelasan Sabine masih menyimpan banyak kejanggalan dan cacat di sana sini, yang dengan jelas makin memupuk rasa penasarannya.
"Kalau aku ceritakan semua kecurigaanku padamu ke Wylter, Yevette, Morgan, Barion, dan Shoan, apa kau pikir mereka akan membelamu?"
Sabine malah mendadak tergelak, ia bahkan sampai kegelian memegangi perutnya.
"Aku benar-benar serius. Semakin banyak hal kau sembunyikan, aku tidak akan tinggal diam untuk mengurainya satu persatu."
Sabine berhenti terbahak, dia tersenyum mengejek sekarang, "Kau lakukan ini semua demi Kelsen, ya? Kau yakin jika kau menyelamatkannya, dia akan balik menyukaimu? Tidak akan, Sayang. Dia itu sudah jatuh hati pada pesonaku dan sampai kapanpun akan memujaku. Oh, satu lagi, kalau kau memang nekat, aku sarankan untuk selalu berhati-hati, ya."
"Jaze. Kau sengaja melewatkan ini, padahal aku sudah menyinggungnya tadi," desis Nadette, tak mau kalah, "Kau tahu sesuatu soal pembunuhan Jaze atau kau malah menjadi kaki tangan—"
"—shut the fuck up! Jangan sok tahu!"
Nadette mengernyit begitu Sabine terpancing umpannya, gadis itu tiba-tiba gelisah, ia tidak sepercayadiri seperti tadi.
"Kenapa? Oh, apa tebakanku benar?"
Keresahan Sabine makin memuncak, sehingga dia hanya bisa menggeleng berulang sambil menekankan, "Bukan aku, bukan aku yang membunuhnya!" Kemudian, Sabine lari, kabur begitu saja dari hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vermisst [✓]
Mistero / ThrillerMaraknya kasus penculikan di Frankfurt telah menciptakan ketakutan tersendiri bagi seluruh masyarakat, terutama dengan keluarga yang memiliki anak-anak kecil. Namun, semua stigma itu berubah saat Kelsen, yang merupakan remaja berusia limabelas tahun...